Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merilis Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2021-2030. Naskah baru ini memuat perkiraan realisasi pertumbuhan listrik yang lebih rendah sebagai dampak pandemi Covid-19.
Sehingga pertumbuhan listrik untuk 10 tahun ke depan diproyeksikan rata-rata sebesar 4,9 persen per tahun, lebih rendah dari RUPTL PLN 2018-2028 sebesar 6,4 persen.
Namun, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini tetap mewaspadai adanya kelebihan pasokan listrik (oversupply) di tengah permintaan yang turun. Itu karena adanya sebagian besar program pembangkit listrik 35 GW yang telah memasuki masa konstruksi, dan akan segera beroperasi.
Advertisement
"Hal ini akan berpotensi terjadinya oversupply, karena pasokan listrik yang tersedia dalam jumlah besar dengan demand yang rendah," kata Zulkifli dalam Webinar Diseminasi RUPTL PLN 2021-2030, Selasa (5/10/2021).
Zulkifli mengatakan, perseroan senantiasa berupaya mengurangi risiko dari dampak oversupply. Antara lain, melakukan peningkatan demand dengan program pemasaran yang agresif seperti kompor induksi, kendaraan listrik, dan lain-lain.
"Kedua, mendorong pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat meningkatkan demand listrik dan menciptakan demand baru di kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, destinasi pariwisata prioritas, destinasi pariwisata super prioritas (DPSP), dan lain-lain," paparnya.
Baca Juga
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Relokasi Pembangkit
Ketiga, meminimalkan penambahan kapasitas infrastruktur baru. Keempat, melaksanakan relokasi pembangkit PLTG-PLTGU ke daerah-daerah yang membutuhkan untuk meminimalisir biaya investasi dan meningkatkan utilisasi aset.
Selanjutnya, Zulkifli menambahkan, PLN akan melaksanakan negosiasi penyesuaian jadwal, baik kepada Independent Power Producer (IPP) pembangkit maupun pihak penyedia bahan bakar.
"Keenam, melaksanakan program cofiring yang tidak memerlukan biaya capex atau biaya pembangkit baru, dan hanya mengoptimalkan biaya opex-harga biomassa. Sehingga risiko oversupply dapat dihindari sejalan dengan meningkatkan bauran energi EBT," tegasnya.
Â
Advertisement