Hasilkan 500 Juta Barel Minyak, WK Cepu Sokong Penerimaan Negara Rp 249 Triliun

SKK Migas melaporkan, jumlah produksi dari Wilayah Kerja atau WK Cepu yang dikelola Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ExxonMobil Cepu Ltd (EMCL)

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 08 Okt 2021, 12:15 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2021, 12:15 WIB
Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan, jumlah produksi dari Wilayah Kerja atau WK Cepu yang dikelola Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ExxonMobil Cepu Ltd (EMCL) telah mencapai 500 juta barel minyak (MMBO).

Itu merupakan hasil produksi secara kumulatif hingga awal Oktober 2021. Jumlah ini melebihi komitmen target Plan of Development (POD) awal sebesar 450 MMBO.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, melalui produksi kumulatif 500 juta barel minyak tersebut, WK Cepu mampu memberikan penerimaan negara sebesar empat kali lipat dibandingkan nilai investasinya.

"Sejak 2008, dengan total investasi sekitar Rp 57 triliun, WK Cepu telah memproduksi 500 juta barel minyak mentah dan berkontribusi lebih dari Rp 249 triliun bagi pendapatan negara dalam bentuk minyak mentah dan pajak," kata Dwi dalam keterangan tertulis, Jumat (8/10/2021).

Berdasarkan kajian teknis yang dilakukan, cadangan Lapangan Banyu Urip juga meningkat menjadi 940 MMBO, yang artinya meningkat lebih dari dua kali lipat dari POD awal sebesar 450 MMBO.

Dwi menilai, peningkatan ini tentunya memberikan manfaat besar bagi penerimaan negara yang optimal serta efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian lokal.

"Di awal POD Banyu Urip, tingkat periode plateau diperkirakan berlangsung sekitar 2 tahun dengan tingkat produksi rata-rata tahunan sebesar 165 ribu barel minyak per hari (BOPD). Sejak full facility dimulai pada Januari 2016, puncak produksi dapat dicapai selama lebih kurang 5 tahun di angka 185 ribu hingga 225 ribu BOPD, termasuk tambahan 10 ribu BOPD dari lapangan Kedung Keris sejak Desember 2019," paparnya.

"Banyu Urip berada di puncak produksi selama 5 tahun, lebih lama 3 tahun dari yang diantisipasi semula, kini lapangan tersebut mengalami penurunan reservoir secara alami karena karakter reservoir alami yang berlaku umum di seluruh dunia," sambung Dwi.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Jaga Tingkat Penurunan Produksi

PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) melakukan pemboran sumur minyak dan gas (migas) eksplorasi dan pengembangan di wilayah kerja Regional 3 Kalimantan. (Dok Pertamina)
PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) melakukan pemboran sumur minyak dan gas (migas) eksplorasi dan pengembangan di wilayah kerja Regional 3 Kalimantan. (Dok Pertamina)

Namun demikian, Dwi mengatakan, pihaknya terus berupaya bersama EMCL untuk menjaga tingkat penurunan produksi yang terjadi.

"Bersama EMCL, kami berkoordinasi secara aktif untuk menjaga tingkat produksi WK Cepu, hal ini dilakukan mengingat WK Cepu menjadi salah satu tulang punggung dalam upaya mencapai produksi nasional 1 juta BOPD di 2030," ungkapnya. Fasilitas WK Cepu dibangun oleh 5 konsorsium yang dipimpin oleh perusahaan-perusahaan Indonesia. Lebih dari 460 perusahaan nasional dan lokal juga turut berpartisipasi dalam mendukung pengembangan dan operasi di WK tersebut.

Selain itu, SKK Migas-EMCL juga merealisasikan program pengembangan masyarakat senilai lebih kurang Rp 327 miliar sejak pengembangan WK Cepu dimulai. Lebih dari 200 ribu masyarakat Indonesia telah mendapatkan manfaat dari program ini melalui bidang kesehatan, pendidikan, dan pembangunan ekonomi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya