Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah memberi sinyal akan menghapus Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan tingkat oktan rendah atau RON 88 setara Premium. Langkah ini disebut-sebut guna mempercepat transisi ke bahan bakar dengan kualitas lebih baik.
Merespons niatan itu, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menilai Premium dihapus baru bisa dilakukan pada 2025. Itu mengacu pada Premium yang masih jadi pilihan masyarakat karena harga yang terjangkau.
"Saya prediksi paling cepat tahun 2025 baru bisa premium dihapus," katanya kepada Liputan6.com, Kamis (23/12/2021).
Advertisement
Ia pun menduga, jika dalam waktu dekat pemerintah meniadakan BBMÂ beroktan rendah ini, bisa menimbulkan gejolak sosial hingga politik. Apalagi, mulai 2022 diprediksi gejolak politik akan dimulai.
"Jika dalam waktu dekat dihapus, bisa terjadi gejolak sosial ke politik. Apalagi tahun 2022 sudah masuk tahun politik, bisa ramai perpolitikan nasional," kata dia.
Yusri melihat niatan pemerintah menghapus BBM dengan oktan rendah ini merupaka isu yang sudah lama bergulir. Namun, langkah ini dinilai sulit dilakukan pemerintah.
Selain kamampuan kilang Pertamina yang belum mampu banyak memproduksi BBM standar Euro4, ternyata Premium itu merupakan BBM rakyat sesuai kemampuan daya beli masyarakat," terangnya.
"Apalagi dalam kondisi pandemi covid-19, saya hampir tak percaya pemerintah berani menerapkan kebijakan penghapusan BBM Premium," imbuhnya.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Biaya Pokok Produksi Tak Efisien
Lebih lanjut, Yusri menilai langkah penghapusan itu tak bisa dipercepat. Misalnya dengan membuat harga BBM setara Pertalite dengan oktan lebih tinggi setara RON 90 menjadi lebih murah.
Alasannya, ia melihat biaya pokok produksi (BPP) kilang Pertamina yang tidak efisien.
"Bagaimana mau dibuat murah jika harga minyak mentah mahal dan BPP kilang Pertamina tidak efisien?," katanya.
Jadi, tahun 2025 yang diprediksinya tersebut menunggu daya beli masyarakat meningkat pasca terdampak Covid-19.
"Benar, kemampuan daya beli masyarakat kita meningkat, baru mikir soal efek kesehatan dari dampak BBM Ron 88," katanya.
Namun, Yusri menilai penghapusan BBM oktan rendah itu bisa mempengaruhi proses transisi ke Energi Baru Terbarukan (EBT). Pasalnya, kendaraan dengan energi hijau sendiri saat ini masih belum bisa dijangkau masyarakat banyak.
"Sudah pasti mengganggu, masyarakat bawah mana mampu beli kenderaan listrik yg masih mahal, jika sudah bisa murah diproduksi secara masal, maka memudahkan transisi itu," tutupnya.
Â
Advertisement
Dorong Penggunaan BBM RON 90
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah memastikan sedang mendorong penggunaan bensin RON 90 sebagai bahan bakar minyak ramah lingkungan karena Indonesia kini memasuki masa transisi energi.
"Kita memasuki masa transisi di mana premium RON 88 akan digantikan dengan pertalite RON 90, sebelum akhirnya kita akan menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan," kata Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Soerjaningsih dalam keterangan tertulis, Rabu (22/12/2021).
Soerja menginformasikan bahwa premium RON 88 saat ini hanya digunakan oleh 7 negara saja. Volume yang digunakan pun sangat kecil karena kesadaran masyarakat menggunakan bahan bakar minyak dengan kualitas yang lebih baik menjadi salah satu penyebabnya.
Soerja mengungkapkan pemerintah sedang menyusun peta jalan bahan bakar minyak ramah lingkungan di mana nantinya pertalite juga akan digantikan dengan bahan bakar yang kualitasnya lebih baik.
"Dengan roadmap ini, ada tata waktu di mana nantinya kita akan menggunakan BBM ramah lingkungan. Ada masa di mana pertalite harus dry, harus shifting dari pertalite ke pertamax," ujarnya.