Liputan6.com, Jakarta Optimalisasi peran dalam menekan persoalan sampah menjadi salah satu komitmen utama PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) atau Pupuk Kaltim terhadap lingkungan, yang direalisasikan pada berbagai program dan inovasi sebagai wujud implementasi aspek Environmental, Social and Governance (ESG) secara konsisten dan bertanggungjawab dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Direktur Utama PKT Rahmad Pribadi, mengungkapkan persoalan sampah merupakan salah satu isu global yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang sampah terbesar di dunia. Kondisi ini membutuhan komitmen dan kesinambungan upaya untuk menekan penumpukan sampah yang terus terjadi, tak hanya dengan mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah tapi juga peran serta korporasi secara kontinyu.
Baca Juga
Salah satu upaya dilakukan PKT bersama Pemkot Bontang melalui inisiasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bessai Berinta sejak 2018, sebagai tempat pemilahan untuk mengurangi volume sampah yang disalurkan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hal ini melihat data produksi sampah Kota Bontang yang mencapai 80-85 ton perhari, dan berpotensi meningkat jika tidak diikuti upaya penanganan serta penanggulangan secara optimal.
Advertisement
"TPST Bessai Berinta merupakan salah satu upaya PKT mendukung pengurangan jumlah sampah di lingkungan perusahaan maupun Kota Bontang, dengan konsep pemberdayaan masyarakat untuk pengolahan dan pemilahan sampah," ujar Rahmad, Selasa (22/2/2022).
Program TSPT Bessai Berinta digagas sebagai tempat pengolahan sampah terpadu, sekaligus menjadi wadah edukasi pengolahan sampah bagi masyarakat Bontang.
Masyarakat pengelola program yang tergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dibekali kemampuan pengelolaan dan pemilahan sampah, didukung teknologi dan perangkat untuk memaksimalkan proses.
Pengembangan program TPST Bessai Berinta juga langkah PKT memberdayakan masyarakat, khususnya di lima Kelurahan dan satu Kecamatan di Bontang. Di antaranya Kelurahan Tanjung Laut, Tanjung Laut Indah, Gunung Elai, Api-api, Bontang Kuala serta Kecamatan Bontang Utara secara umum.
Program ini juga melakukan pendampingan bagi Bank Sampah Unit (BSU) di tiap Kelurahan Kota Bontang, dengan mendorong masyarakat memilah langsung sampah rumah tangga untuk memperoleh manfaat berupa tabungan, dikonversi dari total sampah yang dikumpulkan setiap hari. Saat ini sudah terdapat 22 BSU di seluruh Kelurahan Kota Bontang, dengan produktivitas yang terbilang tinggi untuk jenis sampah organik hingga anorganik.
Â
Â
Inovasi
Mulai 2020, implementasi program tersebut ditingkatkan melalui inovasi pengolahan sampah sisa makanan dengan budidaya Black Soldier Fly (BSF), guna memunculkan nilai ekonomi tambahan dengan target peningkatan produksi yang lebih besar. Hal ini mengingat BSF mampu menghasilkan berbagai produk seperti kasgot (kompos padat), lindi (kompos cair) hingga larva yang bermanfaat untuk pakan ternak.
"Pengembangan program BSF berhasil membina dua kelompok baru di Kelurahan Loktuan dan Api-api Bontang Utara, serta mampu mengolah 974.538 Kilogram (Kg) sampah sisa makanan dan 16,69 Kg larva maggot dalam satu tahun," ujar Rahmad.
Guna memperkuat program, pada pertengahan 2021 kelompok pengelola TPST Bessai Berinta juga dibekali peluang pembuatan Dry Maggot sebagai turunan BSF, sehingga bisa dikembangkan pada produk yang lebih bernilai karena mengandung asam amino dan protein yang bisa diekstrak untuk berbagai kebutuhan industri seperti make-up, kompos, pakan ikan hingga pupuk cair.
Pengembangan potensi dry maggot ini juga didukung PKT berupa pengembangan infrastruktur bangunan budidaya maggot, penyediaan sarana prasarana hingga penyediaan kemasan produk dry maggot.
Melalui bekal yang diberikan, potensi maggot didorong lebih optimal untuk dikelola mulai skala rumahan, menengah hingga industri yang bisa memberi dampak serta nilai ekonomi bagi masyarakat. Hal ini sekaligus memotivasi pengembangan pengolahan limbah organik untuk kepentingan lingkungan, sekaligus upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), karena jika sampah organik dibiarkan cukup lama dapat menghasilkan gas metan yang berpengaruh terhadap ozon.
"Jika inovasi ini diterapkan mulai skala rumah tangga, sampah organik pun dapat lebih ditekan karena bisa diolah sendiri menjadi maggot dan tidak perlu dibuang langsung ke TPA. Hal ini yang terus kami dorong di masyarakat," tambah Rahmad.
Advertisement