Aprindo: Minyak Goreng Tidak Langka!

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menegaskan sebenarnya tidak terjadi kelangkaan minyak goreng.

oleh Tira Santia diperbarui 23 Feb 2022, 11:40 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2022, 11:40 WIB
Salah satu supermarket di Kabupaten Gorontalo yang memberlakukan aturan khusus yang ingin mendapatkan minyak goreng satu harga (Arfandi/Liputan6.com)
Salah satu supermarket di Kabupaten Gorontalo yang memberlakukan aturan khusus yang ingin mendapatkan minyak goreng satu harga (Arfandi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menegaskan sebenarnya tidak terjadi kelangkaan minyak goreng. Tapi yang langka itu minyak goreng bersubsidi, menurut dia masih banyak yang menjual di pasar dan toko online atau e-commerce.

“Sebetulnya tidak langka, enggak ah. Yang ngantri kan yang mau beli minyak goreng harga Rp 14.000. Coba lihat di online dan di pasar banyak stoknya, mau beli berapa aja boleh, tapi mungkin harga minyak goreng nya lebih dari Rp 14.000 bisa mencapai Rp 20 ribu per liter,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin, kepada Liputan6.com, Rabu (23/2/2022).

Solihin menjelaskan, berdasarkan hasil diskusi dengan produsen dan Satgas Pangan. Produsen menyatakan tidak terjadi penurunan produksi, artinya tidak ada kelangkaan minyak goreng.

“Yang langka itu yang jual Rp 14 ribu, misalnya sejak tanggal 19 Januari pukul 00.00 WIB Menteri minta seluruh anggota APRINDO menjual satu harga Rp 14 ribu untuk premium otomatis kita mengikuti instruksi tersebut,” ujarnya.

Kelangkaan minyak goreng yang dimaksud saat ini, karena anggota APRINDO atau peritel menjualnya dengan harga Rp 14 ribu per liter, dan pembelinya dari seluruh segmen masyarakat menyerbu. 

 

Diserbu Masyarakat

Satgas Pangan Batasi Pembelian Bahan Kebutuhan Pokok
Pembeli berbelanja dekat kertas pemberitahuan pembatasan pembelian di supermarket Kawasan Cirendeu, Tangsel, Rabu (18/3/2020). Satgas Pangan meminta pedagang membatasi penjualan bahan pokok yakni beras, gula, minyak goreng dan mi instan untuk menjaga stabilitas harga. (merdeka.com/Arie Basuki)

Lantaran konsumennya bertambah, dan harganya murah maka otomatis terjadi lonjakan pembelian ditambah masyarakat panik.

“Barang ada (Minyak goreng) itu yang terjadi sehingga di ritel modern kesannya barang sering kosong. Jadi, anggota APRINDO tidak memproduksi minyak tapi menjual,” ujarnya.

Tak hanya itu saja, faktor terjadinya kelangkaan karena masyarakat enggan membeli minyak goreng melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditentukan Pemerintah. Dia menegaskan kembali, padahal banyak yang menjual minyak goreng.

“Pertanyaannya kenapa langka? menurut saya tidak langka, tapi pembeli mau gak beli dengan harga lebih dari Rp 14.000. Di online banyak yang jual, tapi harganya tidak bisa Rp 14 ribu,” ucapnya.

 

Penguatan HET

Pedagang minyak goreng di pasar tradisional (Arfandi/Liputan6.com)
Pedagang minyak goreng di pasar tradisional (Arfandi/Liputan6.com)

Pihaknya berharap kepada Satgas Pangan, agar pengaturan HET bisa diterapkan di seluruh segmen penjualan, tidak hanya berlaku di ritel modern. Hal tersebut perlu dilakukan agar konsumen tidak membeli barang di satu tempat saja.

Sebelumnya, memang pemenuhan minyak goreng dari distributor hanya mencapai rata-rata 6 persen. Namun, sekarang keadaannya sudah membaik dan distributor bisa memasok hingga 11-16 persen.

“Data saya 11-16 persen (kenaikan pasokan/pengiriman dari produsen), artinya sudah memenuhi? ya belum,” pungkas Solihin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya