Liputan6.com, Jakarta - Invasi Rusia ke di Ukraina telah mendorong sanksi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sanksi ekonomi ke Rusia ini diberikan oleh banyak negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa.
Dilansir dari laman Deutsche Welle, Rabu (2/3/2022) sanksi ekonomi memutuskan bank-bank Rusia dengan sistem keuangan internasional.
Nilai mata uang Rusia, rubel juga turun hingga sekitar 30 persen setelah sanksi terbaru, meskipun sedikit pulih dalam beberapa jam terakhir.
Advertisement
Anjloknya rubel juga telah menyebabkan antrean panjang di ATM di berbagai wilayah di Rusia, dengan kekhawatiran atas penurunan lebih lanjut dalam nilai mata uang tersebut.
Sebagai tanggapan dari penurunan ini, Bank Sentral Rusia membuat keputusan darurat untuk menaikkan suku bunga dari 9,5 persen menjadi 20 persen. Selain itu, Bank Sentral Rusia juga telah memblokir sementara penjualan surat berharga milik asing.
Tak hanya sanksi ekonomi, sejumlah perusahaan ternama global juga mengumumkan penangguhan operasi dan kegiatan bisnis mereka di Rusia.
Produsen pesawat dari Amerika Serikat, Boeing mengatakan bahwa pihaknya menangguhkan suku cadang, pemeliharaan dan dukungan teknis untuk maskapai Rusia serta operasi besar di Moskow setelah invasi Rusia di Ukraina.
"Seiring konflik berlanjut, tim kami fokus untuk memastikan keselamatan rekan satu tim kami di wilayah tersebut," kata juru bicara Boeing, dikutip dari Channel News Asia.
Apple juga mengumumkan telah menghentikan penjualan iPhone dan produk lainnya di Rusia.
Kemudian ada juga Google Alphabet Inc, yang menghapus penerbit Rusia dari berita mereka, dan Ford Motor, yang menangguhkan operasinya, serta Harley-Davidson Inc yang memberhentikan pengiriman sepeda motornya ke negara itu.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Respon Rusia Atas Pemberhentian Bisnis oleh Perusahaan Barat
Presiden Vladimir Putin berusaha membendung arus bisnis Barat yang hendak meninggalkan kegiatan bisnis mereka di Rusia.
Menurut laporan kantor berita TASS dan RIA, Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin mengumumkan larangan penjualan aset di Rusia sampai ketegangan di Ukraina mereda.
"Untuk memungkinkan bisnis membuat keputusan berdasarkan informasi, rancangan keputusan presiden telah disiapkan untuk memperkenalkan pembatasan sementara untuk keluar dari aset Rusia," kata Mishustin, dikutip dari CNN Business.
"Kami berharap mereka yang telah berinvestasi di negara kami dapat terus bekerja di sini," jelas dia.
Advertisement