Liputan6.com, Jakarta Program Pengungkapan Sukarela tinggal 48 hari lagi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga 12 Mei 08.00 WIB, sudah ada 42.776 wajib pajak yang ikut program pengungkapan sukarela (PPS) dengan 49.367 surat keterangan.
Dikutip dari laman pajak.go.id, Jumat (13/5/2022), Pemerintah berhasil mengungkap nilai harta bersih peserta PPS sebesar Rp 83,1 triliun. Pemerintah juga mengantongi PPh final sebanyak Rp 8,4 triliun.
Baca Juga
Lalu, untuk deklarasi dalam negeri diperoleh Rp 71,7 triliun, dan deklarasi luar negeri mencapai Rp 6,6 triliun. Sedangkan, jumlah harta yang diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 4,8 triliun.
Advertisement
Perlu diketahui, program ini sifatnya terbatas, hanya berlangsung 1 Januari hingga hingga 30 Juni 2022, artinya tinggal 1 bulan lagi program ini akan berakhir.
Pemerintah berharap melalui program ini dapat mendorong aliran modal ke dalam negeri, dan memperkuat investasi di bidang pengolahan sumber daya alam dan sektor energi terbarukan.
Wajib pajak bisa dengan mudah mengakses PPS, melalui aplikasi pengungkapan dan pembayaran lewat situs https://pajak.go.id/pps, yang telah dimulai sejak tanggal 1 Januari 2022 lalu, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
PPS adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak dengan cara pengungkapan harta yang belum dilaporkan.
Di dalam PPS, pemerintah memberikan kesempatan atas harta yang diungkapkan untuk dinvestasikan di dalam negeri.
Wajib Pajak akan memperoleh keistimewaan pengenaan tarif terendah baik di kebijakan I maupun II PPS dengan berkomitmen menginvestasikan harta yang diungkapnya.
Besaran Tarif
Kebijakan I yang digunakan untuk mengungkapkan harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkap saat mengikuti Tax Amnesty memiliki lapisan tarif, 11 persen untuk deklarasi luar negeri, 8 persen untuk deklarasi dalam negeri dan repatriasi luar negeri, dan terendah 6 persen untuk yang diinvestasikan di SBN/hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan.
Sementara itu, kebijakan II yang digunakan untuk mengungkapkan harta yang diperoleh tahun 2016 – 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020 memiliki lapisan tarif, 18 persen untuk deklarasi dalam negeri.
Kemudian 14 persen untuk deklarasi dalam negeri dan repatriasi luar negeri, dan tarif terendah 12 persen untuk yang diinvestasikan di SBN/hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan. Semua kebijakan berakhir sampai dengan 30 Juni 2022.
Advertisement
Cerita Pengusaha Jusuf Hamka Setor Pajak Rp 55 Miliar di Program Tax Amnesty
Pengusaha Mohammad Jusuf Hamka mengaku kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, dirinya tidak membayar pajaknya dengan benar selama 35 tahun.
Jusuf Hamka, menyebut program tax amnesty jilid pertama adalah program "lebih dari adil" bagi para konglomerat untuk membayar pajak. Hal tersebut disampaikan dalam acara Spectaxcular yang digelar DJP Kemenkeu, Rabu (23/3/2022).
Bahkan, dia menegaskan tax amnesty merupakan program yang luar biasa, karena memberikan pengampunan bagi konglomerat untuk melaporkan hartanya dengan benar. Dia pun juga memuji program terbaru DJP, yaitu Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
"Saya bawa daftar harta saya (ke Kantor Pelayanan Pajak/KPP), saya sudah 35 tahun tidak tertib pajak saya, saya mau ngaku dosa. Ini daftar harta saya, bantuin dong, bagaimana mengungkapkan tax amnesty ini,” ujarnya.
Lebih dari Adil
Saat tax amnesty jilid pertama, Jusuf Hamka mengaku menyetor pajak senilai Rp55 miliar. Menariknya, Ketika setor pajak ia mengaku tidak paham cara menyetor secara digital. Oleh karena itu, Jusuf Hamka dibantu pegawai DJP untuk dibuatkan E-billing.
Pajak itu dibayarkan setelah Jusuf yang saat ini merupakan Komisaris Independen PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. (IMAS) melaporkan seluruh hartanya dan mendapatkan tarif pajak sesuai jenis harta.
Lebih lanjut, Jusuf Hamka pun menyebut PPS yang berlaku pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022 bukan hanya program yang adil, tetapi bahkan lebih dari adil bagi para konglomerat atau orang kaya.
"Menurut saya bukan cukup adil dengan tax amnesty dan PPS, ini lebih dari adil menurut kami. Karena dosa-dosa kita semua diampuni, tetapi kalau kita masih tidak memanfaatkan kesempatan ini, ingat, pasti nanti ada surat cinta datang," pungkasnya.
Advertisement