Pak Menhub, Pelaku Usaha Pelayaran Minta Tarif Kapal Angkut Energi Naik

Pelaku usaha pelayaran nasional meminta adanya penyesuaian freight untuk angkutan di sektor energi, yang meliputi batu bara, minyak & gas dan juga sektor angkutan penunjang offshore.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Mei 2022, 20:00 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2022, 20:00 WIB
FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pelaku usaha pelayaran nasional meminta adanya penyesuaian freight untuk angkutan di sektor energi, yang meliputi batu bara, minyak & gas dan juga sektor angkutan penunjang offshore. Penyesuaian dilakukan seiring dengan melambungnya harga minyak, gas dan batubara dunia dalam setahun terakhir ini.

Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, kenaikan harga minyak mentah dan batubara di pasar Internasional telah berdampak pada harga BBM dalam negeri termasuk BBM untuk kapal laut.

Hal ini mengakibatkan meningkatnya biaya operasional pelayaran niaga, karena biaya BBM merupakan komponen biaya yang paling besar (30-40 persen) dalam struktur operasional kapal.

Meski harga BBM kapal sudah naik, harga freight untuk angkutan laut pada sektor energi (minyak, gas dan batubara) di dalam negeri belum mengalami penyesuaian. Justru harga freight untuk angkutan laut luar negeri yang sudah lebih dulu terjadi penyesuaian dengan market  freight internasional.

"Selain harga BBM, kini beban pelayaran kian bertambah karena terjadi penaikan tarif di jasa kepelabuhanan, yang juga berdampak pada sektor angkutan petikemas dan general cargo. Untuk angkutan curah, minyak, gas dan penunjang lepas pantai memang belum ada penyesuaian freight pelayaran sekarang," ujar Carmelita, Kamis (13/05/2022).

Kondisi ini berbanding terbalik saat terjadi penurunan harga minyak mentah dan batubara beberapa waktu lalu, yang mana perusahaan minyak, gas dan batubara secara serta merta melakukan penyesuaian harga freight agar lebih kompetitif menyesuaikan kondisi yang terjadi.

Mau tidak mau perusahaan pelayaran harus menyesuaikan harga freight daripada perusahaan pengguna jasa melakukan early termination contract secara sepihak. 

Dengan perusahaan pelayaran melakukan penyesuaian harga tersebut, revenue pelayaran nasional mengalami penurunan, sedangkan di sisi lain biaya operasional kapal meningkat sehingga banyak perusahaan pelayaran mengalami kesulitan cashflow.

 

Berdampak ke Keuangan Perusahaan

FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

WKU II DPP INSA Darmadi Go mengatakan kondisi ini berdampak pada perusahaan pelayaran yang harus mengajukan permohonan untuk melakukan restructure loan dengan pihak bank, karena penurunan revenue berdampak pada kemampuan cashflow operasional perusahaan untuk membayar kewajiban kepada bank, ditambah lagi dengan term pembayaran yang tertunda.

“Seiring naiknya harga minyak, gas dan batubara idealnya harga freight angkutan laut disesuaikan dan atau paling tidak penyesuaian harga freightnya dikembalikan kepada  kontrak awalnya yang mana telah ditetapkan melalui proses tender secara terbuka,” katanya melalui siaran pers.

Menurut WKU I DPP INSA Darmansyah Tanamas, meski harga minyak dan batu bara terus mengalami bulan madu namun pelayaran nasional tidak ikut menikmati.

Freight pelayaran tidak mengalami perubahan yang signifikan, karena tidak ada penyesuaian tarif angkutan dari SKK Migas maupun dari perusahaan penambang minyak dan batubara selaku mitra kerja pelayaran nasional.

“Seyogyanya kita saling terbuka dan menghargai isi kontrak dengan prinsip kesetaraan terutama dalam melakukan penyesuaian harga freight pada angkutan minyak, gas dan batubara,” tutur Darmansyah.

 

Fluktuasi Tajam

FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Minyak mentah dunia merupakan komoditas yang mengalami fluktuasi harga tajam di saat pandemi. Sempat tertekan di awal pandemi, harga minyak mentah dunia perlahan terus merangkak naik di 2021.

Minyak jenis Brent melesat 50,12 persen sepanjang 2021, sedangkan pada jenis light sweet (West Texas Intermediate/WTI) harganya melonjak 55 persen. Penaikan ini merupakan yang tertinggi sejak 2016 silam. Penguatan harga minyak mentah dunia terus berlanjut hingga 2022.

Hal yang sama terjadi komoditas batu bara. Harga batu bara dunia meroket 85,63 persen sepanjang tahun 2021 dan ditutup di US$ 151,75/ton. Tren penaikan harga batu bara ini masih juga berlanjut pada awal tahun ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya