Modal Asing Keluar RI Capai Rp19,14 Triliun Minggu Ini

Bank Indonesia (BI) mencatat, modal asing keluar atau capital outflow dari pasar keuangan domestik mencapai Rp19,14 triliun pada 9 sampai 12 Mei 2022.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Mei 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2022, 14:00 WIB
Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat, modal asing keluar atau capital outflow dari pasar keuangan domestik mencapai Rp19,14 triliun pada 9 sampai 12 Mei 2022.

Nilai modal asing yang keluar ini terdiri dari penjualan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp12,32 triliun dan penjualan saham Rp6,82 triliun.

"Berdasarkan data transaksi 9-12 Mei 2022, nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp19,14 triliun," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Sabtu (14/5/2022).

Adapun, total dana asing yang keluar dari Indonesia pada periode 1 Januari sampai Mei 2022 sebanyak Rp144,1 triliun. Terdiri dari penjualan SBN Rp78,13 triliun dan saham sebanyak Rp65,97 triliun.

Sedangkan, premi risiko Credit Default Swaps (CDS) lima tahun naik ke level 133,41 basis poin/bps per 12 Mei 2022 dari 126,60 bps per 6 Mei 2022. Capaian ini sejalan meningkatnya risk off di pasar keuangan global.

Sementara untuk nilai tukar rupiah, terpantau melemah pada penutupan perdagangan Jumat (13/5). Tercatat, mata uang garuda berada di level Rp14.595 per USD.

 


Sederet Tantangan Pertumbuhan Ekonomi RI di 2022 versi Bank Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi 2022 Akan Meningkat
Seorang melihat gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (19/3/2022). Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat lebih tinggi, pada kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen, dari pertumbuhan 3,69 persen pada 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mencatat, setidaknya ada tiga tantangan besar yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022. Pertama, normalisasi kebijakan moneter oleh negara maju.

kedua, masih terdapat dampak luka memar (scarring effect) akibat pandemi Covid-19 di sektor rill. Dan ketiga berlanjutnya ketegangan politik antara Rusia dan Ukraina.

"Secara global dampaknya terhadap tekanan inflasi begitu kuat, dan ini harus diwaspadai (Indonesia)," jelas Destry dalam acara Peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan No.38 Maret 2022, Jumat (13/5).

Untuk itu, Bank Indonesia terus berupaya menjaga momentum pemulihan melalui penguatan sinergi kebijakan nasional. Termasuk didalamnya kebijakan makroprudensial akomodatif.

Selain itu, bank sentral menekankan pentingnya kebijakan otoritas terkait yang well calibrated, well planned, and well communicated. Hal ini untuk menjawab berbagai tantangan yang masih akan mewarnai pemulihan ekonomi global dan domestik ke depan.

Lebih lanjut, Bank Indonesia berkomitmen melanjutkan bauran kebijakan yang mendukung pemulihan ekonomi nasional, diantaranya melalui kebijakan makroprudensial yang akomodatif dan inovatif bersinergi dengan kebijakan KSSK.

Salah satunya sinergi dalam membangun ekonomi yang inklusif melalui pembiayaan dan gerakan penggunaan produk dalam negeri.


Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2022 Sesuai Target

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Keterangan Pers Menteri Keuangan, Roma, secara virtual, Minggu (31/10/2021).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Keterangan Pers Menteri Keuangan, Roma, secara virtual, Minggu (31/10/2021).

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis perekonomian nasional pada kuartal I-2022 tumbuh 5,01 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan capaian tersebut telah sesuai dengan proyeksi yang dibuat pemerintah.

"Kita melihat pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen ini sesuai dengan proyeksi yang di Kementerian Keuangan lakukan. Walaupun selalu ada di range-nya tapi poin estimate kita sangat mendekati," kata Sri Mulyani, Jakarta, Kamis (12/5).

Menurutnya, kenaikan tersebut harus syukuri karena terjadi ditengah situasi dan kondisi yang banyak tantangannya. Selain pemulihan ekonomi di berbagai negara yang tidak sama, eskalasi politik Rusia-Ukraina menjadi tantangan tersendiri.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya