7 Temuan BPK di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, dari Pajak hingga Suntikan ke Garuda Indonesia

Meski tidak berdampak material, Ketua BPK Isma Yatun menyatakan, temuan itu tetap perlu ditindaklanjuti pemerintah guna melakukan perbaikan pengelolaan APBN.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 23 Jun 2022, 11:40 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2022, 11:40 WIB
20151229-Gedung BPK RI-YR
Gedung BPK RI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap 7 temuan kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2021.

Meski tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP tahun 2021, Ketua BPK Isma Yatun menyatakan, temuan itu tetap perlu ditindaklanjuti pemerintah guna melakukan perbaikan pengelolaan APBN.

"Pertama, pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan tahun 2021 sebesar Rp 15,31 triliun belum sepenuhnya memadai," ujar Isma dalam Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPP 2021, Kamis (23/6/2022).

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan pemerintah agar menguji kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah dilakukan wajib pajak, dan disetujui. Kemudian, menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksinya untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai.

Masalah kedua, Isma melanjutkan, piutang pajak macet sebesar Rp 20,84 triliun belum dilakukan tindak penagihan yang memadai.

"Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan pemerintah antara lain agar melakukan inventarisasi atas piutang macet yang bum daluarsa penagihan per 30 Juni 2022, dan melakukan penagihan aktif sesuai ketentuan," imbuhnya.

Ketiga, sisa dana investasi pemerintah dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional tahun 2020-2021 kepada PT Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun tidak dapat disalurkan. Lalu, kepada PT Krakatau Steel sebesar Rp 800 miliar, berpotensi tidak dapat tersalurkan.

"BPK merekomendasikan pemerintah antara lain agar melakukan pengembalian sisa dana investasi pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional kepada PT Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun ke rekening kas negara," seru Isma.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

FLPP

20151229-Gedung BPK RI-YR
Gedung BPK RI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Selanjutnya, pemberlakuan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sebagai investasi jangka panjang non-permanen lainnya pada LKPP tahun 2021 belum didukung kejelasan regulasi, skema pengelolaan dan penyajian dalam laporan keuangan BP Tapera.

Isma lantas merekomendasikan pemerintah agar menetapkan kebijakan akuntasi penyajian, investasi jangka panjang non-permanen lainnya, terkait FLPP pada BP Tapera sebagai badan hukum lainnya yang ditunjuk sebagai operator investasi pemerintah.

Berikutnya, penganggaran pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja non-PCPEN pada 80 K/L, minimal sebesar Rp 12,5 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

Adapin rekomendasi yang diberikan, agar pemerintah memperbaiki mekanisme penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja untuk memitigasi risiko ketidakpatuhan, serta memproses ketidakcapaian output dan ketidaktepatan sasaran dalam pelaksanaan belanja.

 

Bantuan BOS

20151229-Gedung BPK RI-YR
Gedung BPK RI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Keenam, sisa dana bantuan operasional sekolah (BOS) reguler 2020-2021 minimal Rp 1,25 triliun belum dapat disajikan dan sebagai piutang transfer ke daerah (PTKD).

"BPK merekomendasikan pemerintah agar melakukan inventarisasi dan rekonsiliasi atas sisa dana BOS reguler tahun 2020 dan 2021," ungkap Isma.

Terakhir, kewajiban jangka panjang atas dana pensiun yang telah diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

"BPK merekomendasikan pemerintah agar memerintahkan tim Tax Force dukungan percepatan penyelesaian pernyataan standar akuntansi pemerintah mengenai imbalan kerja, termasuk pengaturan masa transisi selama proses perubahan peraturan perundang-undangan terkait pensiun," tuturnya.

infografis opini bpk
berikut hasil audit bpk pada puluhan lembaga negara (liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya