Liputan6.com, Jakarta - Perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina tidak hanya berdampak kepada dua negara yang bertikai saja tetapi mempengaruhi kehidupan di seluruh dunia. Salah satunya terkait penggunaan energi kotor.Â
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskana, perang antara Rusia dengan ukraina mendorong kembali penggunaan energi kotor atau tidak ramah lingkungan. Padahal sebelumnya banyak negara tengah mencoba beralih ke energi bersih.Â
Dia mencontohkan, sejumlah negara di Eropa bersiap untuk kembali mengaktifkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Hal ini demi kepentingan masyarakat jelang memasuki musim dingin di tengah pembatasan pengiriman stok minyak mentah oleh Rusia.
Advertisement
"Kemudian, Amerika mengatakan saya rilis deh cadangan minyak saya. Cadanga minyaknya kan adalah fossil fuels. Betul kan?" jelas dia dalam webinar Indonesia Infrastructure Roundtable (IRR), Jakarta, Jumat (8/7/2022).
Selain itu, sejumlah negara juga telah menambah anggaran subsidi dan kompensasi untuk sektor energi seiring meningkatnya harga minyak mentah dunia. Termasuk, Indonesia.
"Apa yang kita lakukan, kita tambah Subsisdi dna kompensasi untuk energi adalah bentuk survival. Karena, kita ingin melindungi masyarakat," jelasnya.
Oleh karena itu, Suahasil memastikan peningkatan pemanfaatan energi berbasis fosil tersebut hanya bersifat jangka pendek. Komitmen tersebut ditandai dengan fokus pemerintah untuk mempercepat penggunaan transisi energi ramah lingkungan sebagai jarak jangka menengah dan jangka panjang.
"Kita tidak akan melupakan jangka menegah dan panjang. kita tetap bicara transisi menuju green economic," tutup Suahasil Nazara.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Presiden Bank Dunia Ingatkan Perang Rusia - Ukraina Bisa Sebabkan Resesi Global
Presiden Bank Dunia David Malpass memberi peringatan kepada seluruh negara di dunia bahwa invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina dapat menyebabkan resesi global. Hal ini bisa terjadi karena kenaikan harga pangan, energi dan pupuk.
Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan pada acara bisnis AS pada hari Rabu bahwa sulit untuk melihat bagaimana dunia bisa menghindari resesi yang diakibatkan dari perang Rusia dengan Ukraina ini.
Dia juga mengatakan bahwa serangkaian penguncian di China untuk mengisolasi penyebaran virus corona menambah kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi dunia.
Menurutnya, berbagai tantangan ini akan meningkatkan risiko bahwa ekonomi dunia mungkin akan mengalami kontraksi.
"Saat kita melihat PDB global, sulit sekarang untuk melihat bagaimana kita bisa menghindari resesi," kata Malpass, tanpa memberikan perkiraan spesifik.
"Harga energi yang naik dua kali lipat sudah cukup untuk memicu resesi dengan sendirinya," tambahnya.
Bulan lalu, Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini hampir satu poin persentase penuh, menjadi 3,2 persen.
Untuk diketahui, Produk Domestik Bruto (PDB) adalah ukuran pertumbuhan ekonomi. Ini adalah salah satu cara terpenting untuk mengukur seberapa baik atau buruk, kinerja ekonomi.
PDB membantu pebisnis untuk menilai kapan harus memperluas dan merekrut lebih banyak pekerja atau berinvestasi lebih sedikit dan memotong tenaga kerja mereka.
Â
Advertisement
Terlalu Bergantung
Malpass mengatakan, banyak negara Eropa masih terlalu bergantung kepada Rusia untuk minyak dan gas. Bahkan ketika negara-negara Barat terus maju dengan rencana untuk mengurangi ketergantungan mereka pada energi Rusia.
Dia juga mengatakan pada acara virtual yang diselenggarakan oleh Kamar Dagang AS bahwa langkah Rusia untuk memotong pasokan gas dapat menyebabkan perlambatan substansial di wilayah tersebut.
Dia mengatakan harga energi yang lebih tinggi sudah membebani Jerman, yang merupakan ekonomi terbesar di Eropa dan terbesar keempat di dunia.
"Negara-negara berkembang juga terpengaruh oleh kekurangan pupuk, makanan dan energi, kata Malpass.
Â
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com