Liputan6.com, Wonogiri - Petani masa kini tak bisa lagi dipandang sebelah mata. Teknologi kian melekat. Peralatan kian canggih hingga pakai barcode untuk berjualan. Seperti dialami para petani tembakau Wonogiri, Jawa Tengah.
Penggunaan teknologi mulai dari peralatan menanam bibit tembakau hingga proses penjualan membuat hasil yang diperoleh petani tembakau pun signifikan. Miswanti seorang petani tembakau di Kecamatan Eromoko, Wonogiri, Jawa Tengah berbagi kisah sukses meraup penghasilan puluhan juta rupiah.
"Tahun 2020 padahal sedang pandemi, perekonomian kita terpuruk, untuk petani tembakau alhamdulillah masih ada hasil. Saya sendiri masih mengantongi Rp 90 juta untuk tembakau Wonogiri," kata Miswanti sambil tersenyum lebar saat diskusi Tanam Raya Tembakau di Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis 7 Juli 2022.
Advertisement
Baca Juga
Selain pandemi Covid-19, saat itu tembakau juga kena hama trip atau oret-oret. Namun dengan dukungan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, Miswanti dan para petani tembakau lainnya tidak patah semangat.
Miswanti mengikuti program kemitraan PT HM Sampoerna Tbk atau Sampoerna yang dilaksanakan melalui perusahaan pemasok tembakau, PT Sadhana Arifnusa mulai 2010. Dia dan para petani tembakau lainnya mendapat pendampingan, arahan dan support, termasuk dari dinas provinsi terkait.
"Walaupun mengalami kendala dan hambatan terkait penanaman budidaya tembakau, selalu dapat bimbingan. Mulai dari sebelum menanam bibit sampai pasca-penjualan selalu didampingi. Dengan adanya kemitraan ini, memang benar-benar menunjang dan dapat meningkatkan penghasilan keluarga maupun masyarakat secara signifikan," ucap Miswanti.
Rumah Batu Bata dan Beli Mobil
Awal mengikuti program kemitraan pada 2010, tutur Miswanti, cuma ada 5 petani tembakau. Namun sekarang pada 2022, sudah satu kelompok semua menjadi petani tembakau mitra. Setiap tahunnya, mereka selalu mengalami peningkatan penghasilan.
"Bukti nyata yang tadinya di kanan kiri kami rumah terbuat dari bambu, sekarang sudah kebanyakan dari batu bata. Yang dulunya belum mempunyai kendaraan roda empat, sekarang sudah banyak yang mempunyai kendaraan roda empat," ujar Miswanti dengan wajah berseri-seri.
Kejayaan pertembakauan dialami para petani tembakau pada 2018 karena cuaca mendukung, sangat bagus. Mereka menyisihkan penghasilan untuk menunjang sarana dan prasarana saat pasca-panen.
"Saya menyisihkan penghasilan untuk pembelian mobil pick up," kata Miswanti mengenang pencapaian 2018.
Kemudian pada 2019, petani tembakau dihadapkan pada cuaca yang amat sangat kering di Wonogiri. Seperempat lahan milik Miswanti tidak bisa tertanami. Namun akhirnya bisa disiasati dengan membeli air tangki untuk mengairi lahan.
"Kami tetap bersyukur dengan adanya musim kering itu tetap dapat penghasilan. Alhamdulillah juga pada tahun itu, saya bisa menyisihkan penghasilan untuk pembelian mobil keluarga," ujar Miswanti semringah.
Advertisement
Buruh pun Tergiur
Keberhasilan petani tembakau Wonogiri mendapat penghasilan yang signifikan rupaya membuat Roni Setiawan tergiur. Bahkan sampai meninggalkan profesi yang digeluti untuk menjadi petani tembakau mitra pada 2016.
"Saya sebelumnya bukan petani. Saya sebagai peburuh di Kota Solo. Ketertarikan saya untuk menjadi petani karena kemitraan. Itu saya rasakan sendiri manfaat untuk peningkatan ekonomi. Alhamdulillah dari tahun 2016 sampai 2021, saya rasa sendiri sama teman-teman dari anggota kelompok tani saya ada peningkatan yang sangat luar biasa," ungkap Roni.
Roni pun berterima kasih pada program kemitraan, dinas provinsi dan kabupaten terkait, serta kementerian. Banyak bantuan sarana dan prasarana untuk kelompok tani tembakau maupun kelompok lahan pangan. Mengingat para petani tembakau juga merupakan petani lahan pangan di musim penghujan.
"Kami mendapat pelajaran yang luar bisa. Mulai dari yang belum tahu tentang pertanian, pengolahan, pestisida yang direkomendasikan dan sebagainya. Di situ kita mendapat pelajaran kalau bertani menggunakan pestisida yang sangat beracun atau membahayakan, teman-teman kita juga yang akan mengonsumsinya juga," kata Roni.
Petani Punya Barcode Sendiri
Dari ketidakmungkinan dan kemustahilan menjadi kebutuhan. Ini menjadi misi edukasi dari PT Sadhana Arifnusa untuk petani tembakau Wonogiri. Sebagai bapak mitra harus selalu menginisiasi dan memberikan inovasi terbaru untuk meningkatkan nilai produk tembakau.
Pimpinan Area, PT Sadhana Arifnusa, Soeharto menceritakan awal teknologi menyentuh para petani tembakau. Dulu, lahan 1 hektar dipacul 40 orang. Kini pakai 1 mesin kultivator, cukup 2 orang. Pemakaian pupuk, irigasi, dan merajang daun tembakau pun lebih hemat dengan mesin.
"Pada 2013-2014 tidak ada yang mau pakai kultivator. Kita maklum karena petani belum melihat manfaatnya. Ketika dibimbing terus-menerus, barulah terasa manfaatnya dan kegunaannya, bahkan menjadi kebutuhan. Jauh perbandingannya dengan cara manual," tutur Soeharto.
Petani mitra yang teregister kemudian masuk dalam database. Semuanya computerized. Bahkan ada aplikasi MyTani. Ada info terkait tembakau, budaya tanaman, perkiraan cuaca, teknologi terbaru, semuanya ada. Petani bisa belajar melalui app MyTani. Kemudian dimasukkan dalam anggota grup, lalu dibina dan dididik mulai dari penanaman hingga penjualan.
"Penjualan pun kita sudah computerized. Jadi tidak ada lagi kayak dulu ditimbang dan ditulis. Semua sudah masuk komputer. Petani punya barcode sendiri, nomor bar sendiri, begitu di-grade langsung muncul, ini petani toko siapa, semuanya clear, tidak mungkin tertukar karena sudah punya kode," urai Soeharto.
"Jadi sama kayak kalau ke minimarket, barang-barangnya pakai bar. Tembakau juga begitu. Begitu masuk scale, sudah masuk ke data entry," kata Soeharto.
Advertisement
Petani Muda dan Modern
Semakin tahun semakin banyak petani yang ikut program kemitraan. Hal ini membuat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan kajian kemitraan.
"Hasilnya, yang namanya kemitraan itu lebih menguntungkan," ungkap Hafidz BR selaku Ketua DPD APTI Jawa Tengah dan Koordinator Bidang Kerja Sama Antar-Lembaga DPN APTI.
Dia memaparkan di Wonogiri ada 2 kelompok tani, mitra dan bukan mitra. Hasil penjualan tembakau lebih tinggi yang bukan mitra, tapi serapan pabrik hanya 40 persen. Sedangkan yang mitra, walau harganya lebih rendah karena varietas tembakau lebih murah, serapan pabriknya 100 persen.
Hal ini yang kemudian membuat petani tembakau lebih memilih menjadi mitra. Dulu hanya berharap hanya pada pemerintah. Tapi sekarang dengan masuknya swasta, banyak membantu dari segi peralatan, sehingga produktivitas jadi naik.
"Petani kalau hasilnya mau dibeli, ya SOP-nya harus dijalankan. Kalau enggak dijalankan ya enggak dibeli. Ini membuat petani tembakau menjadi lebih pinter," kata Hafidz.
Dia melihat ada transfer knowledge atau transfer pengetahuan kepada para petani tembakau. Antara lain tentang bagaimana menanam tembakau yang benar, tidak melibatkan anak-anak sebagai pekerja, dan pengolahan limbah.
"Dulu enggak terpikir sama kita. Sekarang kita berpikir bagaimana bertani secara modern, sehingga hasilnya lebih baik secara produktivitas dan keuntungan. Ini dibuktikan dengan semakin banyak petani muda. Seperti cita-cita Presiden kita, menciptakan petani muda, karena petani adalah penolong negeri," ucap Hafidz.