Liputan6.com, Jakarta - Tingkat pengangguran di antara usia muda di China mencapai lebih dari 18 persen di tengah pandemi Covid-19.
Angka tersebut tiga kali lebih besar dari tingkat pengangguran resmi perkotaan dan rekor tertinggi bagi pencari kerja berusia 16 hingga 24 tahun di China.
Baca Juga
Dilansir dari Nikkei Asia, Jumat (15/7/2022) 10,76 juta lulusan perguruan tinggi di China memasuki salah satu pasar kerja terburuk dalam beberapa dekade karena ekonomi yang terhenti akibat kebijakan ketat nol-Covid-19, pasar properti yang merosot, hingga aturan ketat di sektor teknologi.
Advertisement
Perusahaan teknologi terkemuka seperti Tencent dan Alibaba, yang pernah menjadi saluran utama bagi lulusan baru, dikabarkan memangkas puluhan ribu staf.
Namun, belum ada perusahaan yang menanggapi kabar terkait PHK tersebut.
Bahkan, mereka yang memiliki pekerjaan melihat sekeliling dengan gugup saat perusahaan mengumumkan pemotongan baru setiap saat.
"Pengumuman itu datang tiba-tiba. Beberapa karyawan diminta untuk segera meninggalkan tempat kerja setelah mereka diberi tahu," bebernya.
Untuk mengatasi meningkatnya pengangguran, Beijing menawarkan insentif dan subsidi kepada perusahaan yang akan membuat staf tetap digaji.
"Bisnis kemungkinan akan melihat permintaan domestik dan eksternal yang lemah dalam waktu lama, dan akan tetap konservatif dalam mempekerjakan dan mempertahankan karyawan," kata perusahaan layanan keuangan BofA Securities dalam laporan pada bulan Juni.
BofA Securities memprediksi, angka pengangguran usia muda di China bisa mencapai 23 persen pada Juli dan Agustus 2022.
"Tantangan pasar tenaga kerja tahun ini bisa lebih besar daripada (di awal pandemi), mengingat tidak adanya akhir yang jelas dari penurunan ekonomi dan sedikit kemungkinan rebound yang cepat atau kuat," jelas perusahaan itu.
Senada, seorang perekrut yang berbasis di Guangzhou, yakni Amy Tan, juga mengatakan bahwa "pasar kerja sangat lesu karena langkah-langkah pencegahan Covid-19.
"Perusahaan tidak merekrut karena penjualan mereka terpengaruh," ungkapnya.
Cerita Lulusan Baru di China Sulit Cari Kerja di Tengah Pandemi Covid-19
Dengan gelar universitas ternama, seorang lulusan baru, yakni Mia Li, awalnya berencana melamar di sebuah perusahaan teknologi China setelah menyelesaikan magang.
Namun, rencana itu harus dibatalkan karena sejumlah karyawan yang menghadapi PHK di perusahaan tersebut.
"Perusahaan-perusahaan teknologi besar biasanya merekrut pekerja dari perguruan tinggi di musim semi. Tetapi mereka memberhentikan staf tahun ini," katanya kepada Nikkei Asia.
"Saya mulai panik dan khawatir tidak akan dapat menemukan pekerjaan," ungkap Mia Li.
Karena kondisi itu, Mia Lie terpaksa memotong ekspektasi gajinya dan akhirnya melamar pekerjaan di selatan kota Guangzhou. Ini bukan pekerjaan impiannya, tapi Mia Li mungkin salah satu dari lulusan universitas yang beruntung.
Advertisement
Dampak Lockdown Covid-19, PDB China Diramal Turun Jadi 4,1 Persen di 2022
Pertumbuhan ekonomi China diperkirakan akan melambat menjadi 4,1 persen pada 2022, setelah kebijakan nol-Covid-19 dan lockdown berkepanjangan di Shanghai melumpuhkan ekonomi terbesar kedua di dunia dan memukul rantai pasokan global.
Hal itu diungkapkan dalam survei tertulis oleh Nikkei dan Nikkei Quick News terhadap para ekonom yang berspesialisasi dalam ekonomi China.
Survei yang dilakukan pada Juni 2022 ini menerima tanggapan dari sebanyak 35 ekonom.
Dilansir dari Nikkei Asia, Rabu (13/7/2022) produk domestik bruto China diperkirakan tumbuh hanya 1,1 persen pada periode April-Juni 2022.
Angka itu merupakan perlambatan yang cukup besar, dibandingkan dengan pertumbuhan PDB China 4,8 persen pada kuartal I.
Berdasarkan penyesuaian musiman dan kuartal-ke-kuartal, para ekonom dalam survei tersebut memperkirakan penurunan sekitar 1,4 persen selama April hingga Juni, menandai kontraksi kedua sejak kuartal I 2020, ketika Covid-19 pertama kali merebak di Kota Wuhan.
Kepala ekonom untuk China di HSBC, Jing Liu memperkirakan kenaikan PDB China 1 persen pada periode April-Juni 2022. Hal ini dikarenakan penyebaran Covid-19 yang mempengaruhi produksi dan konsumsi di negara itu.
"Kami memperkirakan pukulan terburuk dari Covid-19 kemungkinan akan terjadi di kuartal II. Data dengan frekuensi yang lebih tinggi menunjukkan bahwa produksi dan konsumsi telah dipengaruhi oleh penyebaran virus yang lebih luas," kata Jing Liu.
"Baru-baru ini, produksi telah melihat pemulihan yang lebih cepat tetapi konsumsi mungkin berpulih secara bertahap karena ketidakpastian lanjutan seputar penyebaran Covid-19 lebih lanjut dan tekanan pasar tenaga kerja yang meningkat," bebernya.
Normalisasi Kegiatan Ekonomi China Pasca Lockdown Covid-19 Membutuhkan Waktu
Sementara menurut Wei Yao, kepala ekonom Asia dan China dari Societe Generale, kondisi ekonomi China akan cerah di Juni 2022.
"Normalisasi yang tepat memungkinkan pemulihan ekonomi untuk mengumpulkan kecepatan pada bulan Juni. Namun, jaringan parut dan goncangan kepercayaan dari lockdown ini mungkin memiliki dampak jangka panjang pada perusahaan dan rumah tangga," kata Yao.
Perkiraan para ekonom untuk pertumbuhan ekonomi China year-on-year pada periode April-Juni berkisar dari positif 3,8 persen hingga kontraksi seperti yang diprediksi oleh para ekonom dari Atradius, ING dan UBP.
Xiaojia Zhi, kepala penelitian untuk Asia ex-Japan di Credit Agricole CIB, yang memperkirakan ekonomi China akan tumbuh 4 persen.
"Mengingat kecepatan pemulihan pasca-Covid-19 yang lambat dan tidak merata, kami pikir normalisasi kegiatan ekonomi berikutnya masih akan memakan waktu," jelasnya.
"Saat ini, investasi aset tetap sebagian besar didorong oleh percepatan pengeluaran pemerintah," kata Xie Yaxuan, kepala analis makro di China Merchants Securities.
"Tapi investasi aset tetap juga menghadapi kendala seperti penurunan laba perusahaan yang diharapkan dan meningkatnya tekanan pada pendapatan pemerintah daerah," lanjut dia.
Advertisement