Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak memperpanjang kenaikan pada perdagangan hari Senin. Kenaikan harga minyak ini terjadi karena peningkatan kekhawatiran turunnya pasokan gas Rusia dan pelemahan dolar AS.
Kedua sentimen tersebut mampu mengimbangi kekhawatiran turunnya permintaan dari China karena adanya kemungkinan resesi dan juga tindakan lockdown lagi.
Baca Juga
Mengutip CNBC, Selasa (19/7/2022), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September berakhir 5 persen lebih tinggi pada USD 106,27 per barel, setelah naik 2,1 persen pada perdagangan hari Jumat.
Advertisement
Sedangkan harga Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus naik 5,13 persen menjadi USD 102,60 per barel, setelah naik 1,9 persen pada sesi sebelumnya.
Perusahaan gas Rusia Gazprom yang menomopoli pasokan ke Eropa menyatakan force majeure pada pasokan untuk setidaknya satu pelanggan utama, menurut surat yang diketahui oleh Reuters. Hal ini tentu saja berpotensi meningkatkan krisis pasokan di benua itu.
"Minyak mentah Brent akan mendapat dukungan pada akhir minggu jika Rusia tidak mengembalikan gas ke Jerman setelah pemeliharaan Nord Stream 1," kata analis senior OANDA Jeffrey Halley.
Sebuah sumber mengatakan surat itu menyangkut pasokan melalui pipa Nord Stream 1, rute pasokan utama ke Jerman dan sekitarnya.
"Saat ini, belum jelas apakah ekspor gas dari Rusia ke Jerman akan dilanjutkan," kata ekonom energi senior ABN Amro Hans van Cleef.
“Dengan pemimpin Eropa yang bertekad untuk meningkatkan sanksi terhadap Kremlin, kemungkinan pemerintah Rusia akan mengumumkan langkah selanjutnya dalam mengurangi aliran gas ke Eropa sebagai reaksi balasan.” tambah Amro Hans van Cleef.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dolar AS dan China
Nilai tukar dolar AS mundur dari level tertinggi pada perdagangan hari Senin, mendukung harga komoditas mulai dari emas hingga minyak mentah. Dolar AS yang lebih lemah membuat komoditas berdenominasi dolar AS lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.
Baik harga minyak mentah Brent dan WTI pekan lalu mencatat penurunan mingguan terbesar mereka selama sekitar satu bulan di tengah kekhawatiran resesi yang akan memukul permintaan minyak.
Sementara itu, latihan pengujian massal COVID-19 berlanjut di beberapa bagian China minggu ini, meningkatkan kekhawatiran atas permintaan minyak dari konsumen minyak terbesar kedua di dunia.
Namun, persediaan masih terbatas. Seperti yang diharapkan, perjalanan Presiden AS Joe Biden ke Arab Saudi gagal menghasilkan janji dari produsen utama OPEC untuk meningkatkan pasokan minyak.
Biden ingin produsen minyak Teluk meningkatkan produksi untuk membantu menurunkan harga minyak dan menurunkan inflasi.
Advertisement
Krisis Energi Global Ancam Pemulihan Ekonomi Dunia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap saat ini dunia dihadapi krisis energi. Kondisi ini diyakini akan memperburuk upaya pemulihan ekonomi.
Dimana, menurut data yang dimilikinya, harga minyak dunia mengalami kenaikan 350 persen dalam dua tahun. Ini berdampak pada kenaikan harga energi di seluruh negara di dunia.
"Pada bulan Juni, kami menyaksikan harga gas alam di Eropa meningkat sebesar 60 persen, hanya dalam dua minggu. kelangkaan bahan bakar sedang berlangsung di seluruh dunia," kata Sri Mulyani dalam pembukaan 3rd Finance Minister and Central Bank Governors (FMCBG) di Bali International Convention Center, Jumat (15/7/2022).
Mengutip data Bank Dunia, ia menyebut harga minyak mentah dunia meningkat 350 persen dari April 2020 hingga April 2022. Padahal, di awal pandemi, ia melihat harga minyak mentah dunia sempat mendekati nol bahkan minus.
"Dan sekarang kita menghadapi situasi ekstrim yang sangat berbeda. Peningkatan 350 persen ini merupakan peningkatan terbesar untuk periode dua tahun sejak 1970-an," katanya.
Dengan adanya kenaikan komoditas energi ini, Menkeu Sri Mulyani menyebut ini berdampak pada kondisi sosial politik di beberapa negara. Sehingga, secara global, ini akan mengancam upaya pemulihan ekonomi.
"Dan kami melihat ini memiliki implikasi politik dan sosial yang besar di Sri Lanka, Ghana, Peru, Ekuador, dan di tempat lain. Kelangkaan ini karena harga gas yang tinggi benar-benar menjadi masalah, yang mengancam pemulihan kita. Dunia berada di tengah krisis energi global," kata dia.
Harga Pangan
Di sisi lain, bendahara negara ini mengatakan kenaikan harga juga terjadi di sektor pangan dunia. Dengan ini, ia menilai akan berdampak lebih luas pada kerawanan pangan yang menyangkut jutaan orang.
Menurut World Food Programme, jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan akut meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 2019 sebelum pandemi dari 135 juta menjadi 276 juta.
"Ada urgensi dimana krisis pangan harus ditangani. Pengerahan semua mekanisme pembiayaan yang tersedia segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan memperkuat stabilitas keuangan dan sosial," kata dia.
Kemudian, Menkeu Sri Mulyani mengatakan kebijakan ekonomi makro yang baik juga menjadi penting secara fundamental yang telah membantu banyak negara melewati krisis. Guna merespons kenaikan harga pangan dan energi dunia.
"Saya yakin Anda semua sebagai menteri keuangan sekaligus gubernur bank sentral melihat ini sebagai ancaman bagi stabilitas makro ekonomi kita serta lingkungan yang kondusif bagi kita untuk mempertahankan pemulihan.
Advertisement