Anak Buah Sri Mulyani Jelaskan Beda Subsidi BBM dengan Kompensasi

Antara subsidi BBM dan kompensasi BBM tidak jauh berbeda yang semuanya adalah dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk masyarakat.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Agu 2022, 14:30 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2022, 14:30 WIB
Aksi HMI Tolak Kenaikan BBM
Sejumlah massa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) membentangkan spanduk besar bertuliskan tuntutan saat menggelar aksi di depan Patung Kuda, Jakarta, Senin (29/8/2022). Mereka menolak rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi karena akan mengorbankan kondisi ekonomi rakyat, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), yang belum sepenuhnya pulih akibat terpaan pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah menganggarkan subsidi energi dan kompensasi energi di tahun 2022 sebesar Rp 502,4 triliun. Subsidi tersebut untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), Elpiji dan juga listrik.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan, angka subsidi energi dan kompensasi energi di 2022 ini sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022.

"Kami jawab dengan tegas, betul. Angka itu ada di Perpres 98 Tahun 2022. Seringkali disebut subsidi energi atau BBM karena yang paling besarm" kata Yustinus seperti dikutip dari akun Twitter resminya,Senin (29/8/2022).

Subsidi BBM di 2022 mencapai Rp 14,6 triliun. Angka tersebut naik dari ketetapan sebelumnya yang sebesar Rp 11 triliun. Sedangkan kompensasi untuk BBM disebut naik sembilan kali lipat, dari Rp 18,5 triliun menjadi Rp 252,5 triliun.

Yustinus melanjutkan, untuk subsidi Elpiji tercatat Rp 134,8 triliun dan subsidi listrik mencapai Rp 100,5 triliun.

Menurutnya, antara subsidi dan kompensasi tidak jauh berbeda yang semuanya adalah dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk masyarakat. 

“Subsidi atau kompensasi itu esensinya sama. Sama-sama dukungan dari APBN. Bedanya, kalau subsidi itu klaim dan pembayaran bulanan. Sedangkan untuk kompensasi itu klaim dan pembayaran itu semesteran atau satu tahun,” kata Yustinus.

Ia menegaskan, seluruh subsidi tersebut dikucurkan secara transparan sehingga tidak perlu meributkan antara perbedaan subsidi dan kompensasi, atau meributkan antara BBM dan energi.

“Esensinya sama, ini dukungan APBN. Ini bahasa komunikasi publik saja. karena faktanya BBM mendapatkan porsi besar 53,2 persen atau Rp 267 triliun dan lonjakan kompensasi juga paling besar, sembilan kali lipat," kata Yustinus.

Membandingkan Besaran Subsidi dan Kompensasi Energi 5 Tahun Terakhir

Aksi HMI Tolak Kenaikan BBM
Massa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memegang kawat berduri saat menggelar aksi di depan Patung Kuda, Jakarta, Senin (29/8/2022). Mereka menolak rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi karena akan mengorbankan kondisi ekonomi rakyat, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), yang belum sepenuhnya pulih akibat terpaan pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pemerintah telah menyiapkan alokasi subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502,4 trilun di 2022. Namun ternyata subsidi dan kompensasi tersebut tidak mencukupi.

hal tersebut jika melihat pola konsumsi masyarakat. Dimana, terjadi tren peningkatan yang cukup besar apalagi yang mengkonsumsi Pertalite dan Solar.

"Ini jadi persoalan, Rp 502 triliun akan habis di bulan Oktober," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers Tindak Lanjut Hasil Rakor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Jumat 26 Agustus 2022 lalu.

Sri Mulyani mengatakan, sebenarnya belanja subsidi dan kompensasi energi yang memang sebagian besar untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut sudah disesuaikan.

Sebelumnya atau di APBN 2022, pemerintah hanya menganggarkan subsidi dan kompensasi untuk BBM, LPG dan listrik sebesar Rp 152,5 triliun.

Lalu jumlah tersebut dinaikkan Rp 349,9 triliun atau meningkat tiga kali lipat melalui Perpres Nomor 98 Tahun 2022. Jumlahnya subsidi dan kompensasi tersebut mencapai menjadi Rp 502,4 triliun.

Menengok ke belakang. Dari data yang ditampilkan Sri Mulyani, memang anggaran subsidi dan kompensasi energi di 2022 ini merupakan rekor terbesar dalam lima tahun terakhir.

Di tahun-tahun sebelumnya, subsidi dan kompensasi energi selalu berada di bawah Rp 200 triliun.

Rinciannya sebagai berikut:

- Tahun 20218: Rp 153,5 triliun.

- Tahun 2019: Rp 144,4 triliun

- Tahun 2020 Rp 199,9 triliun

- Tahun 2021 Rp 188,3 triliun.

- Tahun 2022 Rp 152,5 triliun yang disesuaikan menjadi Rp 502,4 triliun.

 

80 Persen Pengguna Pertalite adalah Orang Mampu

Pembeli BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar diminta mendaftarkan diri ke dalam sistem MyPertamina mulai 1 Juli 2022 mendatang. Dok Pertamina
Pembeli BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar diminta mendaftarkan diri ke dalam sistem MyPertamina mulai 1 Juli 2022 mendatang. Dok Pertamina

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Rp 502,4 triliun subsidi energi termasuk subsidi BBM, khususnya Pertalite dinikmati masyarakat mampu. Ini jadi corak tidak tepat sasarannya subsidi yang digelontorkan pemerintah.

Ini mengacu pada pola konsumsi BBM bersubsidi jenis Solar dan Pertalite yang dihimpun pemerintah. Angkanya, 95 persen dari konsumen kategori rumah tangga mengakses Solar. Dan 80 persen rumah tangga mampu mengonsumsi Pertalite.

"Ini artinya dengan ratusan triliun yang kita berikan, yang nikmati adalah kelompok mampu karena mereka yang konsumai BBM itu. Belum ktia bicara LPG," katanya dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jumat (26/8/2022).

Ia menjabarkan, dari total kuota Solar yang ditetapkan pemerintah, 89 persen dinikmati dunia usaha. Sementara 11 persen dinikmati kelompok rumah tangga.

Dengan rincian, 95 persen kelompok rumah tangga kategori mampu, menggunakan Solar subsidi. Sementara, hanya 5 persen rumah tangga miskin seperti petani dan nelayan yang mengonsumsi solar subsidi.

"Kalau kita lihat (dari sisi nominal subsidi) rupiahnya juga sama, 95 persen dari subsidi solar yang tadi disampaikan itu dinikmati oleh rumah tangga mampu, subsidi solar mencapai Rp 149 triliun untuk solar snediri. Jadi dari Rp 149 triliun hanya 5 persen rumah tangg tak mampu, selebihnya dunia usaha dna rumah tangga yang mampu," terang dia.

Perlu Tambahan

Bendahara negara membeberkan hitungannya. Jika tren konsumsi dibiarkan terus seperti ini, pemerintah perlu menambah anggaran sebesar Rp 195,6 triliun. Sehingga totalnya menjasi Rp 698 triliun untuk subsidi energi.

Catatannya, mengikuti tren konsumsi serta mempertimbangkan kurs rupiah sebesar 14.700 per dolar AS. Serta memperhitungkan juga acuan harga minyak mentah (ICP) di sekitar USD 105 per barel.

"Artinya jumlah subsidi kita akan mencapai Ep 698 triliun dengan volume, kurs dan harga minyak yang sekarang terjadi, dan tren sampai akhir tahun," kata dia. 

Reporter: Firda Makarimah

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya