Bank Dunia Peringatkan Ancaman Resesi Global Kian Dekat

Bank Dunia memperingatkan bahwa ancaman resesi global semakin dekat dengan sejumlah negara menghadapi lonjakan inflasi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 16 Sep 2022, 12:46 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2022, 12:46 WIB
Ekonomi dunia ilustrasi (foto: pixabay)
Ekonomi dunia ilustrasi (foto: pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia memperingatkan bahwa ancaman resesi global tumbuh karena bank sentral fokus untuk menurunkan tingkat inflasi yang melonjak.

Badan tersebut menghimbau negara-negara di dunia membantu meningkatkan pasokan untuk mengurangi kendala di balik kenaikan harga.

"Pertumbuhan global melambat tajam, dengan kemungkinan perlambatan lebih lanjut karena lebih banyak negara jatuh ke dalam resesi," kata Presiden Bank Dunia David Malpass dalam pernyataannya, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (16/9/2022).

"Kekhawatiran mendalam saya adalah bahwa tren ini akan bertahan, dengan konsekuensi jangka panjang yang menghancurkan orang-orang di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang," ungkapnya.

Dia mendesak pembuat kebijakan untuk "mengalihkan fokus mereka dari mengurangi konsumsi ke meningkatkan produksi."

Bank Dunia pada awal Juni 2022 memangkas perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,9 persen, lebih dari satu poin penuh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang diterbitkan pada bulan Januari.

Seperti diketahui, inflasi di berbagai negara elah meningkat pada laju tercepat yang terlihat dalam beberapa dekade, karena kendala pasokan di tengah permintaan yang tinggi ketika sejumlah negara mulai pulih dari pandemi. Masalah ini diperburuk oleh oerang Rusia-Ukraina dan locdown Covid-19 di China.

Bank Dunia : Banyak Negara Akan Sulit Hindari Resesi

Ilustrasi resesi. Foto: Freepik
Ilustrasi resesi. Foto: Freepik

Bank-bank sentral di negara maju telah merespons inflasi dengan keras, salah satunya menaikkan biaya pinjaman untuk mendinginkan permintaan dan meredam inflasi yang membara.

Namun dalam sebuah makalah terbarunya, para ekonom Bank Dunia memperingatkan bahwa tindakan tersebut mungkin tidak cukup untuk mengendalikan harga yang tinggi, yang mengarah pada kebutuhan untuk lebih banyak kenaikan suku bunga, yang pada gilirannya akan mengerem pertumbuhan.

Laporan Bank Dunia menyebut, banyak negara tidak akan dapat menghindari resesi, tetapi perlambatan di seluruh dunia dan pengetatan kebijakan moneter "dapat menimbulkan tekanan keuangan yang signifikan dan memicu resesi global pada 2023".

Dalam skenario itu, pertumbuhan PDB global akan melambat menjadi 0,5 persen pada 2023 - kontraksi 0,4 persen dalam pertumbuhan per kapita, memenuhi definisi teknis dari resesi global.

Menkeu Janet Yellen Akui Resesi Bayangi Ekonomi AS

Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sesi House Financial Services Committee. (AP)
Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sesi House Financial Services Committee. (AP)

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengungkapkan bahwa AS menghadapi risiko resesi karena pertempurannya melawan inflasi dapat memperlambat ekonomi negara.

Tetapi Yellen juga menambahkan bahwa penurunan ekonomi yang serius masih dapat dihindari. 

 

"Jadi itu tentu risiko yang kami pantau," tuturnya, seraya menambahkan bahwa AS memiliki pasar tenaga kerja yang kuat yang dapat dipertahankan.

Dihadapkan dengan lonjakan inflasi, yang mencapai level tertinggi dalam 40 tahun pada Juni 2022 di 9,1 persen, The Fed secara bertahap menaikkan suku bunga utamanya untuk mengurangi tekanan pada harga konsumen, serta berharap langkah tersebut tidak menurunkan ekonomi AS.

Bank komersial menggunakan suku bunga utama The Fed untuk menetapkan ketentuan suku bunga yang mereka tawarkan kepada klien individu dan korporat mereka. Tarif yang lebih tinggi mengurangi konsumsi dan investasi.

"Inflasi terlalu tinggi, dan penting bagi kita untuk menurunkannya," kata Yellen.

The Fed pun berusaha menargetkan inflasi kembali 2 persen - tanpa memunculkan resesi, sebuah langkah yang dapat menyebabkan angka pengangguran melonjak.

"Saya percaya ada jalan untuk mencapai itu," jelas Yellen. "Dalam jangka panjang, kita tidak bisa memiliki pasar tenaga kerja yang kuat tanpa inflasi terkendali," sebutnya.

"Kami tidak dalam resesi. Pasar tenaga kerja sangat kuat ... Ada hampir dua lowongan pekerjaan untuk setiap pekerja yang mencari pekerjaan," dia menekankan.

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya