Akhirnya Rupiah Menguat ke Posisi 15.343 per Dolar AS Dampak Fed Tahan Diri

Rupiah menguat 14 poin atau 0,09 persen ke posisi 15.343 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.357 per dolar AS.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Okt 2022, 10:15 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2022, 10:15 WIB
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Terus Melemah
Petugas menunjukkan mata uang kertas berbagai negara di jasa penukaran uang, Melawai, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Nilai tukar rupiah tembus Rp15.236 per dolar AS pukul 10.41 WIB pada perdagangan Rabu (28/9/2022). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada Kamis pagi ini. Penguatan nilai tukar rupiah hari ini terjadi usai bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) mengindikasikan akan menahan diri untuk menaikkan suku bunga secara agresif.

Pada Kamis (13/10/2022), rupiah menguat 14 poin atau 0,09 persen ke posisi 15.343 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.357 per dolar AS.

Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menjelaskan, nilai tukar rupiah masih berpeluang menguat hari ini terhadap dolar AS setelah notulen rapat bank sentral AS keluar.

"Para petinggi The Fed menginginkan pengambilan keputusan pengetatan moneter mempertimbangkan risiko pelambatan ekonomi AS," kata Ariston dikutip dari Antara.

Hal itu memberikan kesan ke pasar bahwa The Fed mungkin akan menahan diri melakukan pengetatan moneter yang agresif dan indikasi tersebut membantu pelemahan dolar AS untuk sementara.

"Pasar masih menunggu data inflasi konsumen AS nanti malam, dimana hasil yang lebih tinggi dari proyeksi 8,1 persen bisa mendorong penguatan dolar AS lagi terhadap nilai tukar lainnya, dan sebaliknya," ujar Ariston.

Di sisi lain, lanjut Ariston, beberapa sentimen negatif terkait potensi resesi masih memberikan tekanan ke aset berisiko termasuk rupiah, seperti pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh Dana Moneter Internasional (IMF), perang Rusia-Ukraina yang masih berlanjut, dan inflasi global yang terus naik.

"Kondisi tersebut memberi peluang pelemahan rupiah kembali," kata Ariston.

Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) terbaru, IMF memproyeksikan ekonomi global tumbuh sebesar 3,2 persen tahun ini dan 2,7 persen pada 2023, dengan revisi turun 0,2 persen poin untuk 2023 dari perkiraan Juli.

Ariston memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak di kisaran level 15.300 per dolar AS hingga 15.380 per dolar AS.

Masih Lebih Baik

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Terus Melemah
Mata uang kertas berbagai negara terlihat di jasa penukaran uang, Melawai, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Nilai tukar rupiah tembus Rp15.236 per dolar AS pukul 10.41 WIB pada perdagangan Rabu (28/9/2022). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, rupiah mengalami tekanan dalam beberapa pekan terakhir. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, nilai tukar rupiah saat ini masih lebih baik dibanding mata uang negara lainnya.

Kendati begitu, Airlangga melanjutkan, Indonesia sejauh ini telah menunjukan punya tingkat resiliensi lebih tinggi dari negara lain. Salah satunya terkait angka inflasi tahunan per Agustus 2022 yang mencapai 5,95 persen.

"Dari segi inflasi harus kita lihat, faktor utama di sektor energi dan saat kita sesuaikan harga BBM efeknya 4 bulan. Dari pengalaman di beberapa tahun lalu inflasi akan naik 4 bulan, tapi akan melandai kembali kemudian," bebernya.

Airlangga lantas menyimpulkan, Indonesia terhitung masih lebih tahan banting dari krisis ekonomi yang kini terjadi di tingkat global dibanding banyak negara lain.

"Beberapa lembaga S&P dan lain-lain melihat ekonomi Indonesia relatif stabil di tengah banyak negara ratingnya turun. Ini sekali lagi menunjukkan fundamental ekonomi kuat dan dari keuangan, utang, fiskal dan moneter cukup prudent," tegasnya.

 

Jika Resesi Global Terjadi, Ekonom Sepakat Pelemahan Rupiah Tak Bakal Dalam

Nilai Tukar Rupiah Menguat Atas Dolar
Teller tengah menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memprediksi kondisi perekonomian dunia ke depan terancam semakin kelam, dimana banyak negara akan jatuh ke dalam lubang resesi global. Namun, sejumlah ekonom sepakat kondisi tersebut tidak akan banyak memukul nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).

Ekonom Bank Permata Josua Pardede tak memungkiri, tren penguatan dolar AS terhadap mata uang global terus berlanjut. Sehingga mendorong pelemahan seluruh mata uang Asia, termasuk rupiah. Namun, ia mencatat, tingkat Depresiasi rupiah terhadap USD sebesar -6,6 persen secara tahun berjalan atau year to date (ytd).

"Cenderung tingkat pelemahan rupiah lebih rendah jika dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya Rupee India (-9,3 persen ytd), Ringgit Malaysia (-10 persen ytd), Peso Filipina (-13,6 persen ytd), Bath Thailand (-13 persen ytd)," terang Josua kepada Liputan6.com, Jumat (30/9/2022).

"Mempertimbangkan kondisi yang terjadi adalah sentimen penguatan dolar AS terhadap mata uang global termasuk rupiah, maka diperkirakan sifatnya sementara dan belum menggambarkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia," sambungya.

Bank Indonesia juga berpotensi untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya. Tujuannya, kata Josua, di satu sisi untuk menjangkar inflasi yang cenderung meningkat, sekaligus disaat bersamaan untuk mendorong stabilitas nilai tukar rupiah.

"Oleh sebab itu mempertimbangkan faktor fundamentalnya, rupiah diperkirakan berpotensi untuk menguat kembali di bawah level 15.000 per USD pada akhir tahun 2022 ini," ungkapnya.

 

Lebih Volatile

FOTO: Akhir Tahun, Nilai Tukar Rupiah Ditutup Menguat
Karyawan menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menyebut nilai tukar rupiah ke depan memang masih akan lebih volatile. Tapi, ia menambahkan, itu masih relatif lebih terkendali.

"Kalau kita melihat daripada rupiah sudah melemah ke atas 15.000 per dolar AS. Tapi sebetulnya kalau kita bandingkan presentase pelemahannya dibandingkan awal tahun year to date, itu tidak terlalu besar dibandingkan negara atau mata uang lain," kata Faisal kepada Liputan6.com.

Menurut dia, dampak arus modal keluar (capital outflow) juga relatif masih bisa diredam untuk rupiah. Itu lantaran kondisi makro ekonomi Indonesia yang lebih stabil dibandingkan negara-negara lain.

Selanjutnya, dari sisi foreign reserve atau cadangan devisa juga relatif lebih kuat. Untuk kemudian kalau ada pelemahan rupiah bisa diperangi dengan menggelontorkan cadangan devisa..

"Jadi dorongan Capital outflow sebenarnya sudah mulai terjadi, tapi tidak masif, dan bisa diredam dengan berbagai instrumen. Kalau kita melihat masih akan di kisaran 15.000 per dolar AS sampai akhir tahun ini," pungkasnya.

  

Infografis Nilai Tukar Rupiah
Infografis Nilai Tukar Rupiah (Liputan6.com/Trie Yas)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya