Strategi OJK Ciptakan Ekosistem Industri Keuangan yang Terpercaya

OJK diberikan mandat di dalam Undang-undang untuk membangun sebuah ekosistem

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Nov 2022, 19:15 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2022, 19:15 WIB
20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, digital trust memiliki peran penting bagi pertumbuhan industri digital.

Semakin pelaku industri digital mampu menjamin keamanan data pengguna, maka akan semakin besar dampak positif yang ditimbulkan untuk keberlangsungan industri.

Kendati begitu, Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani mengatakan stressing dari pihaknya adalah memberikan layanan bagi masyarakat dengan harus memberikan kredibilitas dari layanan digital trust.

"Bagaimana caranya kita betul-betul harus memberikan kredibilitas dari layanan tersebut. untuk menjaga itu kita turunkan satu level menjadi bagaimana kita membuat digital trust," ujar Triyanto dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (7/11/2022).

Dia menjelaskan OJK diberikan mandat di dalam Undang-undang untuk membangun sebuah ekosistem. Ekosistem yang dikembangkan oleh OJK yakni ekosistem bagaimana mendukung terciptanya trust di sektor keuangan.

"Paling tidak ada beberapa langkah yang sudah kita capai. Pertama, kita melakukan review terhadap peraturan kiwaisi yang ada, kita melihat disitu masih ada beberapa gap yang sebenarnya kita akan pilih gap karena nuansa sekarang adalah bagaimana kita akan melakukan kiwaisi secara elektronik tidak secara person to person ketemu langsung tapi kita akan menciptakan peran elektronik dan perkuat peraturan di situ," terang dia.

 

Kerja Sama

Ilustrasi ekonomi digital. Freepik
Ilustrasi ekonomi digital. Freepik

Kemudian, kata dia, pihaknya juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait dengan penggunaan digital dalam transaksi jasa keuangan.

"Kita juga betul-betul menerima beberapa keluhan terkait dengan produk dan sebagainya, terutama bagaimana konfirmasi terhadap produk-produk menggunakan on digital signature, saya kira ini menjadi suatu hal yang tidak perlu data ulang dengan sendirinya menggunakan digital signature di dalam transaksi keuangan kita saya kira mungkin ini adalah prioritas yang sangat penting," kata dia.

Terkahi, pihaknya juga berbicara mengenai penggunaan digital id dengan rekan-rekan Dukcapil. Ini adalah suatu proyek yang bekerjasama dengan Dukcapil karena dengan mudah mendapatkan data para konsumen yang masuk ke dalam layanan sektor keuangan.

"Ini akan mudah dengan digital id bisa kita terapkan dengan baik dan benar ini juga akan menambah daya tarik penggunaan masyarakat untuk layanan digital," tambahnya.

Sri Mulyani Dapat Pemasukan Pajak Rp 130 Miliar dari Fintech

Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Negara mendapat berkah dari berjamurnya financial technology peer to peer lending (Fintech P2P) atau lebih dikenal dengan sebutan pinjaman online (pinjol). Dari kegiatan bisnis ini, negara mendapat penerimaan yang cukup konsisten. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, realisasi pajak dari sektor teknologi finansal atau fintech hingga akhir September 2022 senilai Rp 130,09 miliar.

"Penerimaan dari Fintech dan P2P dari sisi bunga pinjaman ini mungkin tidak banyak, tetapi ini merupakan treatment pajak yang konsisten," katanya dalam Konpers APBN Kita, dikutip dari Belasting.id, Jumat (21/10/2022).

Sri Mulyani memerinci realiasi penerimaan dari PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sejumlah Rp 90,05 miliar.

Kemudian penerimaan PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima oleh wajib pajak luar negeri dan BUT asing senilai Rp 40,04 miliar hingga akhir September 2022.

Dengan begitu, total penerimaan pajak dari fintech di angka Rp 130 miliar. 

Realisasi penerimaan mengalami peningkatan dibanding Agustus 2022 yang terkumpul Rp 107,25 miliar. Setoran itu terdiri dari PPh Pasal 23 sejumlah Rp 74,44 miliar dan PPh Pasal 26 senilai Rp 32,81 miliar.

Ketentuan pajak fintech dan P2P lending menjadi salah satu produk hukum UU No.7/2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan (HPP). Aturan teknis pemungutan pajak pinjol melalui PMK No.69/2022.

Beleid tersebut berlaku efektif pada 1 Mei 2022. Hasil penerimaan kemudian dilaporkan mulai Juni 2022.

Mekanisme pemungutan PPh dilakukan oleh platform P2P lending yang telah ditunjuk DJP sebagai pemotong PPh atas bunga pinjaman.

Beban tarif PPh Pasal 23 atas penghasilan bunga pinjaman sebesar 15 persen yang dipotong oleh platform P2P lending. Kemudian beban PPh Pasal 26 sebesar 20 persen atau berdasarkan tarif yang ditetapkan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) Indonesia dengan negara asal investor.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya