Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menanggapi penundaan penerapan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS) dan dampaknya terhadap industri jasa keuangan Indonesia.
Mahendra menekankan pentingnya respons cepat dan terkoordinasi untuk mengantisipasi potensi risiko yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut.
Baca Juga
OJK bersama kementerian dan lembaga terkait, di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, segera melakukan langkah proaktif meski keputusan akhir dari tarif tersebut masih menunggu tiga bulan ke depan.
Advertisement
Fokus utama adalah sektor-sektor yang terdampak langsung dari kebijakan ini, atau yang memiliki potensi besar untuk terdampak, yang disebut sebagai "first round effect".
"Tanpa menunggu hasil dari 3 bulan itu kami melakukan kebijakan ataupun langkah-langkah bersama di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian untuk sektor-sektor yang terkena kalau mau dikatakan first round effect dari kebijakan tarif ini," kata Mahendra dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan, secara virtual, Jumat (11/4/2025).
Lebih lanjut, Mahendra menegaskan bahwa OJK tidak hanya mengawasi dampak langsung, tetapi juga menyiapkan strategi mitigasi menyeluruh. Salah satunya adalah dengan meninjau ulang proses pembiayaan dan perjanjian yang telah ada, agar tetap dapat menopang sektor yang terdampak.
Selain itu, OJK mencatat komitmen pemerintah dalam memperbaiki ekosistem industri melalui berbagai kebijakan, seperti insentif fiskal dan perlindungan pasar dalam negeri.
"Di lain sisi juga tentu kami mencatat komitmen dari pemerintah untuk memperbaiki ekosistem dari industri yang terpengaruh tadi. Apakah terkait dengan insentif fiskal atau kebijakan untuk pelindungan pasar dalam negeri atau untuk mendukung lebih lanjut perbaikan dalam iklim investasi, sehingga tidak lagi terus harus berhadapan dengan kondisi biaya tinggi," ujarnya.
Dorongan Investasi Domestik di Pasar Modal
OJK juga menyoroti pentingnya penguatan investasi domestik, terutama dari investor institusional seperti lembaga jasa keuangan milik pemerintah (BUMN).
"Juga yang kami ingin dorong dilihat ke depan adalah penguatan dari investasi domestik di pasar modal kita khususnya juga oleh atau institutional investor. Termasuk di dalamnya adalah dari lembaga jasa keuangan milik pemerintah atau BUMN," ujarnya.
Dalam hal ini, koordinasi dengan Danantara selaku holding dari lembaga jasa keuangan BUMN telah dilakukan untuk meningkatkan kontribusi investasi mereka di pasar modal Indonesia.
"Dalam kaitan ini koordinasi dengan Danantara yang menjadi holding dari lembaga jasa keuangan pemerintah dilakukan untuk juga mendorong kemungkinan lebih besar lagi bagi lembaga jasa keuangan yang berada di bawah Danantara melakukan investasi di pasar modal," katanya.
Advertisement
Penguatan Sektor Riil dan Pendalaman Sektor Keuangan
Mahendra mengatakan langkah ini diharapkan bisa mendukung pendalaman pasar keuangan nasional serta menciptakan sektor riil yang lebih tangguh.
"Jadi intinya berbagai hal yang akan dan telah dilakukan ini akan membuahkan hasil-hasil yang lebih konkret dan membuahkan kemungkinan untuk penguatan sektor riil yang lebih tangguh dan juga pendalaman sektor keuangan yang kita inginkan. Dan pada akhirnya itu akan menjadi tambahan keuntungan dengan adanya momentum dari pengenaan tarif resipokal ini," pungkasnya.
