Ragam Cara Bangun Kepercayaan Pelanggan Demi Genjot Omzet Bisnis

Forbes melansir bahwa sekitar 58 persen pelanggan akan berbelanja lebih banyak pada brand yang mereka loyal.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Nov 2022, 20:41 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2022, 20:40 WIB
Ilustrasi struk belanja. (Foto: Pixabay/Obsahovka)
Struk belanja. Forbes melansir bahwa sekitar 58 persen pelanggan akan berbelanja lebih banyak pada brand yang mereka loyal.

Liputan6.com, Jakarta Berbagai macam cara bisa dilakukan untuk membangun kepercayaan pelanggan. Misalnya dengan memberikan pelayanan terbaik, memberikan nilai yang tidak bisa mereka dapatkan di tempat lain, memberikan reward, serta menjadikan pelanggan baru sebagai pelanggan setia. 

Pada 2020, Forbes melansir bahwa sekitar 58 persen pelanggan akan belanja lebih banyak pada brand yang mereka loyal. Hal itu diperkuat survey Customer Engagement & Loyalty Stats dari Access Development, yang menyebutkan 61 persen yang membuat pelanggan loyal adalah dengan memberikan hadiah dan penawaran menarik.

"Angka statistik ini menunjukkan bahwa program loyalitas pelanggan merupakan cara dan strategi untuk meningkatkan retention atau pembelian selanjutnya, dan juga bisa menarik pelanggan baru sehingga angka penjualan bisa meningkat," ujar Direktur Utama PT Poin Sukses Makmur (OttoPoint) James Hamdani dikutip dari Antara, Selasa (8/11/2022).

Dia pun menyatakan akan terus mendorong dan membantu usaha kecil agar dapat meningkatkan penjualan sekaligus mengembangkan bisnisnya melalui program loyalitas pelanggan yang disediakan oleh perseroan.

"OttoPoint ingin membuat usaha kecil bisa bersaing dengan brand-brand besar melalui loyalty program yang mudah dan bisa disesuaikan," kata dia.

Menurut James, untuk membangun kepercayaan pelanggan, cara yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pelayanan terbaik, memberikan nilai yang tidak bisa mereka dapatkan di tempat lain, memberikan reward, serta menjadikan pelanggan baru sebagai pelanggan setia.

OttoPoint telah memiliki ratusan mitra dari berbagai berbagai bisnis dan berbagai industri, antara lain Bank Jambi, OttoPay, Bali United, Jeji Puff, Dum dum, dan bisnis lainnya.

"Kami membutuhkan solusi loyalitas pelanggan yang terjangkau, fun dan menarik bagi pelanggan kami, mudah dioperasikan, dan dapat memberikan dampak positif bagi bisnis. Itu semua kami dapatkan dengan menggunakan OttoPoint," kata Vanie CJ selaku marketing manager Dum Dum Thai Drinks.

 

 

Beri Layanan Sesuai Kebutuhan

Ilustrasi Belanja Tanaman Hias Online
Perhatikan ulasan produk dari pembeli sebelumnya. (dok. Unsplash.com/John Schnobrich)

OttoPoint sendiri berusaha memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan masing-masing bisnis, salah satunya yaitu OttoStamp yang memudahkan pelaku bisnis untuk memiliki stamp digital yang dapat membantu meningkatkan traffic dan penjualan tempat usaha.

Selanjutnya ada OttoGifts yang memenuhi kebutuhan terkait pengadaan hingga distribusi voucher digital dan OttoPoint loyalty program berbasis koalisi yang memudahkan pelanggan menggunakan point yang didapatkan dengan point dari merchant lain yang terintegrasi dalam OttoPoint.

Sebagai channel marketing tambahan, layanan tersebut dapat menjangkau pelanggan lebih luas dan memberikan kesempatan berpromosi dan cross-selling lebih banyak lagi yang menguntungkan baik untuk bisnis berskala besar maupun kecil.

James menuturkan, OttoPoint telah berhasil membantu pebisnis meningkatkan 10x jumlah Gross Transaction Value (GTV), 6x frekuensi transaksi, dan 268 persen peningkatan customer loyal dalam waktu kurang dari satu tahun.

"Kami berharap OttoPoint ke depannya bisa menjadi one stop solution paling unggul bagi para pelaku bisnis dalam menawarkan solusi bisnis yang paling komprehensif," ujar James.

Jarang Ada Promo Belanja, Era Bakar Duit Industri E-Commerce Berakhir

Ilustrasi Belanja Online, e-Commerce, eCommerce, Online Marketplace, Bisnis Online
Ilustrasi Belanja Online, e-Commerce, eCommerce, Online Marketplace, Bisnis Online

Era 'bakar uang' di industri Platform belanja online atau e-commerce telah habis. Hal ini dilihat dari banyaknya platform e-commerce yang mulai melakukan penyesuaian dalam seluruh rantai pasok bisnisnya. Termasuk dalam hal promosi dan pemasaran, serta lebih fokus pada keberlanjutan bisnis.

Lihat saja, sejak 23 Oktober lalu e-commerce asal Singapura yaitu Shopee mulai memberlakukan biaya layanan sebesar Rp 1.000 untuk setiap transaksi yang dilakukan oleh pelanggannya.

Selain itu juga para pelanggan Shopee juga sudah dibebankan biaya administrasi transfer sebesar Rp 1.000 untuk setiap kali melakukan top up ke dompet ShopeePay.

Terkait hal ini, perwakilan Shopee turut buka suara. "Dalam dunia start-up yang berhubungan dengan teknologi dan customer, langkah seperti yang Shopee ambil ini wajar terjadi, mengingat perkembangan teknologi dan kita sebagai customer sangat dinamis,” jelasnya.

Contoh lainnya adalah Tokopedia yang baru-baru ini juga mengharuskan pembeli untuk memilih hanya 1 tipe promo yang paling sesuai dan relevan dengan kebutuhan mereka saat melakukan checkout.

E-commerce yang menerapkan adanya biaya tambahan atau penyesuain dari sisi strategi promosi bukan hanya Shopee dan Tokopedia saja, tetapi platform lain seperti Blibli, hingga Lazada juga menerapkan hal yang kurang lebih serupa.

Menanggapi hal ini, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, penyesuaian strategi bisnis ini merupakan hal yang wajar meskipun di kondisi yang penuh ketidakpastian.

Menurutnya, era bakar duit tidak mungkin selamanya, pasti ada akhirnya dimana pengusaha akan mulai mengharuskannya adanya profit dan investasi bisa kembali.

"Bukan masalah tepat atau tidak tepat (dilakukan saat ini), investor juga mengalami banyak masalah dan tidak mungkin lagi melakukan bakar duit. Mereka justru mengharapkan investasi mereka segera menghasilkan keuntungan untuk mereka," ujar Piter di Jakarta, Jumat (4/11/2022).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya