Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia mengungkapkan penelitian bahwa harga beras di Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) dalam satu dekade terakhir. Lembaga keuangan internasional itu menyebut, harga beras di Indonesia lebih mahal dibandingkan Filipina, Vietnam, Kamboja, hingga Thailand.
Staf Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Rio Priambodo, mengatakan bahwa laporan Bank Dunia terkait mahalnya beras di Indonesia harus menjadi evaluasi pemerintah untuk memperkuat swasembada pangan di Indonesia.
Baca Juga
"Mengevaluasi lagi produksi beras dalam negeri yang harus ditingkatkan, untuk mencukupi kebutuhan nasional," kata Rio kepada Liputan6.com, Rabu (21/12/2022).
Advertisement
Menurut YLKI, tentunya harga tinggi berdampak pada daya beli masyarakat yang menurun. Konsumen berpotensi beralih ke beras yang lebih murah dan kualitas yang lebih rendah.
"Harga mahal harus sebanding dengan kualitas beras yang dibeli konsumen. Jangan sampai konsumen beli beras harga mahal tapi kualitasnya lebih rendah," ungkapnya.
Sebagai informasi, Bank Dunia mengungkapkan, harga beras di Indonesia 28 persen lebih tinggi dibanding harga di Filipina, juga dua kali lipat lebih mahal dari negara tetangga lainnya yaitu Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand.
Bank Dunia menyebutkan penyebab tingginya harga beras di Indonesia karena adanya masalah dalam harga pasar bagi produsen pertanian seperti pembatasan perdagangan melalui tarif impor, monopoli impor BUMN untuk komoditas utama, dan tindakan non-tarif lainnya.
Selain itu, kurangnya investasi jangka panjang dalam penelitian dan pembangunan pertanian, layanan penyuluhan, dan pengembangan sumber daya menahan peningkatan produktivitas yang dapat menurunkan harga pangan dalam jangka panjang.
Di sisi lain, rantai pasokan yang panjang dan biaya distribusi yang tinggi, sebagian karena geografi negara yang kompleks, juga menaikkan harga pangan bagi konsumen di Indonesia.
Stok Kritis, Harga Beras Medium di Pasar Induk Cipinang Tembus Rp 10.500
Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli Rasyid menyayangkan kekosongan pasokan beras nasional yang terjadi di penghujung tahun 2022 ini. Alhasil, stok kritis tersebut menyebabkan harga beras di Pasar Induk Cipinang bengkak jadi Rp 10.500 per kg.
"Jadi sekarang beras medium di pasar induk saja rata-rata Rp 9.500-10.500 per kg, itu medium. Biasanya medium tertinggi Rp 8.500 per kg," jelas Zulkifli kepada Liputan6.com, Jumat (9/12/2022).
Sementara untuk beras premium, ia melanjutkan, harganya masih cenderung terjaga. Namun, Zulkifli tetap mempermasalahkan lonjakan harga beras medium yang jadi konsumsi utama mayoritas masyarakat.
"Kalau premium masih bertahan harganya, masih Rp 11.500-12.500 per kg. Medium yang naik. Itu kan kebutuhan masyarakat banyak, rakyat menengah bawah," tegasnya.
Zulkifli lantas membocorkan kondisi ketersediaan beras di pasar induk yang kian kritis. Akan tetapi, ia tak bisa berbuat banyak lantaran pasokan beras dari Perum Bulog pun kini sangat terbatas.
"Untuk stok sekarang ini sangat kritis, perlu pasokan dari Bulog. Tapi Bulog sendiri kelihatannya kurang mencukupi stok untuk memenuhi permintaan pasar," kata Zulkifli.
"Sekarang yang jelas beras di Pasar Induk itu sangat prihatin lah," tegas dia.
Â
Advertisement
Separuh Jumlah Normal
Menurut perkiraannya, jumlah stok beras di Pasar Induk Cipinang hanya berada di kisaran 20-25 ribu ton per hari. Angka tersebut tidak mencapai separuh dari jumlah normal.
"Kalau dalam perkiraan biasanya untuk pasar induk itu stok per hari rata-rata 40-45 ribu ton per hari. Itu normalnya. Sekarang mungkin kurang dari separuhnya. Sangat kurang lah. Permintaan pasar di konsumen tinggi, barang kurang, tetapi harganya melambung," ungkapnya.
Â