Punya Pasar Domestik Kuat, Indonesia Lebih Kebal Terhadap Resesi Global

Ketergantungan pada pasar ekspor yang relatif rendah atau kurang dari 50 persen menjadikan negara-negara seperti Indonesia, Jepang, Brasil, Tiongkok, dan Amerika Serikat memiliki resiliensi yang tinggi melalui dukungan pasar domestik yang kuat.

oleh Tira Santia diperbarui 12 Jan 2023, 15:30 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2023, 15:30 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kembali memamerkan kesuksesan program kartu prakerja pada ajang Plenary Session of the CONFINTEA VII "Preparing Adults for the Future of Work."
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kembali memamerkan kesuksesan program kartu prakerja pada ajang Plenary Session of the CONFINTEA VII "Preparing Adults for the Future of Work."

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan meski kondisi ekonomi global diprediksi masih dilanda ketidakpastian pada tahun ini. Namun, sejumlah negara diproyeksikan masih akan menikmati pertumbuhan ekonomi yang positif.

Ketergantungan pada pasar ekspor yang relatif rendah atau kurang dari 50 persen menjadikan negara-negara seperti Indonesia, Jepang, Brasil, Tiongkok, dan Amerika Serikat memiliki resiliensi yang tinggi melalui dukungan pasar domestik yang kuat.

Harga komoditas yang tinggi di pasar dunia dalam beberapa tahun terakhir telah mendorong peningkatan nilai ekspor Indonesia. Namun sejak pertengahan 2022 telah mengalami perlambatan dan kemudian menunjukkan penurunan di akhir 2022, termasuk 3 komoditas utama ekspor Indonesia yakni logam, CPO, dan batu bara.

Beberapa komoditas utama perdagangan global lainnya seperti gas alam, minyak brent, dan gandum juga memperlihatkan tren penurunan.

“Kalau kita lihat beberapa negara yang manufakturnya ekspansif yaitu Jepang, Prancis, Meksiko, Indonesia, Brasil, India dan Arab Saudi, sehingga menunjukkan sektornya masih kuat. Tetapi hampir beberapa negara besar seperti Italia, Jerman, Korea PMI-nya di bawah 50 persen," kata Airlangga dalam konferensi pers usai Ratas terkait Evaluasi Ekspor dan Investasi 2022 di Istana Kepresidenan Jakarta, dilansir dari laman Kemenko Perekonomian, Kamis (12/1/2023).

Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa dunia masih (dalam) ketidakpastian dan kita juga melihat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan perdagangan yang tahun lalu ekspansinya 3,5 persen, maka di tahun ini diperkirakan hanya 1 persen.

Kendati begitu, Menko mencatat hingga akhir 2022, nilai ekspor Indonesia mencapai USD299,57 miliar atau tumbuh 29,40 persen (yoy). Sedangkan sisi impor juga mengalami pertumbuhan yang hampir setara yakni 25,37 persen (yoy) atau sebesar USD245,98 miliar.

Lebih lanjut, Airlangga optimis kinerja ekspor dalam perdagangan internasional Indonesia pada tahun 2023 diproyeksikan akan tumbuh sebesar 12,8 persen (yoy) dan impor akan tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 14,9 persen (yoy).

 

 

 

 

Jaga Cadangan Devisa, Menko Airlangga Bakal Revisi Aturan Devisa Hasil Ekspor

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat mendampingi Presiden Jokowi menggelar konferensi pers larangan ekspor bauksit, Rabu (21/12/2022).
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat mendampingi Presiden Jokowi menggelar konferensi pers larangan ekspor bauksit, Rabu (21/12/2022).

Pemerintah memproyeksikan Ekspor Indonesia di 2023 masih akan tumbuh positif. Namun memang bisa dipastikan kinerja ekspor Indonesia akan melambat dibanding tahun lalu.

Hal ini disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Rabu 11 Januari 2023 usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) Evaluasi Capaian Ekspor Tahun 2022 dan Target Tahun 2023.

Menko Airlangga mengungkapkan, pemerintah memproyeksikan nilai ekspor naik di 12,8 persen dan nilai impor naik di 14,9 persen.

"Tahun 2022 ekspor kita tumbuh 29,4 persen, impor tumbuh 25,37 persen. Tahun depan (2023) diproyeksikan ekspornya, karena kita basisnya sudah tinggi, itu ekspornya naik di 12,8 (persen), impornya 14,9 persen," kata Airlangga, dikutip dari laman resmi Sekretariat Presiden, Kamis (12/1/2023).

Pada 2022 lalu nilai perdagangan ekspor Indonesia meningkat signifikan, mencapai Rp 268 miliar. Peningkatan ekspor tersebut ditunjang oleh berbagai komoditas utama seperti besi baja, bahan bakar fosil, dan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).

"Batu bara bisa mengompensasi impor dari minyak sehingga kita di bidang energi ini positif sebesar hampir USD 6,8 billion secara year to date, sedangkan iron and steel USD 29 billion, dan CPO sekitar USD 30 billion. Sehingga tentu ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia relatif kuat," beber Airlangga.

Dalam ratas bersama, Presiden Jokowi menginstruksikan agar pertumbuhan ekspor yang positif ini diikuti dengan peningkatan cadangan devisa, ungkap Airlagga.

Selain itu, Presiden juga meminta agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam dapat diperbaiki.

"Saat ini hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang diwajibkan masuk dalam negeri. Nah ini kita akan masukkan juga beberapa sektor termasuk sektor manufaktur. Jadi dengan demikian, kita akan melakukan revisi [PP Nomor 1 Tahun 2019], sehingga tentu kita berharap peningkatan ekspor dan juga surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan dari cadangan devisa," jelas Menko.

Negara Tujuan

Neraca Perdagangan RI Alami Surplus
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Terkait negara tujuan ekspor, Airlangga menyampaikan bahwa China masih menjadi negara dengan pangsa pasar yang tertinggi, diikuti Amerika Serikat, India, Jepang, serta Malaysia.

Kabar baik lainnya, nilai perdagangan antarnegara anggota ASEAN (intra-ASEAN trade) juga masih cukup tinggi.

"Ini menjadi potensi bagi Indonesia untuk memperkuat pangsa pasar Indonesia di negara ASEAN dan berketetapan dengan Bapak Presiden memegang keketuaan ASEAN. Jadi ini menjadi prioritas yang diarahkan Bapak Presiden," imbuhnya.

Selain itu, Presiden juga mendorong jajarannya untuk mengeksplorasi dan membuka pasar nontradisional.

"Bapak Presiden sudah mendorong pasar nontradisional, seperti di Afrika juga untuk dibuat dan dikejar, terutama di pantai timur melalui Nigeria dan di pantai barat itu Kenya. Dan, tentu LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor [Indonesia]) untuk didorong agar bisa membantu ekspor kita," pungkas Airlangga.

Pidato di HUT PDIP ke-50, Jokowi: Kita Setop Ekspor Tembaga Pertengahan 2023

Presiden Jokowi memberi sambutan di acara HUT ke-50 PDIP. (Foto: Youtube PDI Perjuangan)
Presiden Jokowi memberi sambutan di acara HUT ke-50 PDIP. (Foto: Youtube PDI Perjuangan)

Saat menyampaikan pidato di acara perayaan HUT ke-50 PDIP, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kemungkinan melarang ekspor tembaga pada pertengahan tahun ini.

Hal ini dilakukan untuk mendorong nilai tambah dari bahan mentah dan mineral bagi ekonomi Indonesia.

Jokowi kembali membahas tantangan yang dihadapi Indonesia dalam melakukan hilirisasi, salah satunya gugatan oleh Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan pada ekspor nikel.

"Meskipun kita ditakut-takuti masalah nikel kalah di WTO, kita tetap terus (pantang menyerah). Justru kita tambah stop bauksit, nanti mungkin pertengahan tahun akan kita stop lagi (ekspor) tembaga," ujar Jokowi dalam acara HUT ke-50 PDIP, dikutip dari Youtube PDI Perjuangan Selasa (10/1/2023).

"Kita harus berani seperti itu. Kita tidak boleh mundur, tidak boleh takut, karena kekayaan alam itu ada di Indonesia. Ini kedaulatan kita dan kita ingin (kekayaan alam) dinikmati oleh rakyat dan masyarakat kita" tandasnya.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya