Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani mengapresiasi, capaian Presiden Prabowo Subianto dalam 100 hari masa kerjanya. Prabowo diklaim sudah peka terhadap segala situasi yang ada, terutama menyangkut soal ekonomi.Â
Shinta menilai Prabowo sebagai presiden yang mau bergerak cepat di masa awal jabatannya. Meskipun kondisi saat ini tidak baik-baik saja lantaran beberapa faktor.
Baca Juga
Semisal dengan adanya ketegangan geopolitik yang masih berlanjut, hingga dampak kebijakan Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump yang baru saja dilantik.
Advertisement
"Tapi yang penting kita memang harus terus menguatkan pasar domestik kita. Oleh karenanya dalam 100 hari ini kita melihat bahwa Presiden Prabowo sudah peka," kata Shinta di Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Ia lantas mencontohkan pembatalan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen, sebagai salah satu kepekaan dari Prabowo. Seperti diketahui, Prabowo mengeluarkan instruksi agar PPN 12 persen pada 2025 dibatalkan, hanya beberapa jam sebelum memasuki 1 Januari 2025.
"Bahwa kita memang melihat dari sisi kenaikan PPN kemarin, berhasil hanya difokuskan untuk ke produk-produk mewah. Berarti beliau kan memang mau memastikan daya beli masyarakat menengah ini bisa terjaga," tuturnya.Â
Peka terhadap Investasi
Selain itu, Shinta juga melihat Prabowo sudah sangat peka terhadap kebutuhan investasi sebagai modal pembangunan negara. Menurut dia, RI 1 tak kenal lelah terus mendorong kerjasama dengan banyak calon-calon investor agar bisa masuk ke Indonesia.
Â
Investasi Jadi Jawaban Utama
"Ini kita melihat, beliau diplomasinya sangat baik. Sudah berkeliling ke luar negeri, baru terpilih langsung ke luar negeri, tapi juga bisa membawa banyak sekali calon investor ke Indonesia," ungkap dia.Â
Menurut dia, Prabowo sudah mengerti investasi merupakan salah satu jawaban utama guna mengejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Namun, secara praktik di lapangan, Shinta menilai masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
"Oleh karenanya, perbaikan iklim investasi kami harap terus dilanjutkan. Karena kami melihat masih banyak tantangan-tantangan implementasi di lapangan, dengan inkonsistensi kebijakan dan lain-lain," sebutnya.
"Ini yang saya rasa menjadi salah satu pekerjaan rumah untuk perbaikan daripada iklim investasi dan cost of doing business," Shinta menambahkan.Â
Â
Advertisement
Sektor EBTKE Jadi Kunci Target Investasi RI Rp 2.200 Triliun pada 2025
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung, mendorong sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) dalam mendukung pencapaian target investasi pemerintah yang ditargetkan mencapai Rp1.900 triliun hingga Rp2.200 triliun pada tahun 2025.Â
Menurut Yuliot, pada 2024, target investasi secara keseluruhan adalah Rp1.650 triliun, di mana kontribusi dari EBTKE lebih dari Rp1,3 miliar. Hal itu memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia, baik dari sisi nilai tambah, produktivitas, lapangan pekerjaan, maupun penerimaan negara.
Dari jumlah tersebut, sektor EBTKE diharapkan memberikan kontribusi yang besar, tidak hanya dalam peningkatan ekonomi tetapi juga dalam memperluas ruang fiskal pemerintah. Sektor ini, menurut Yuliot, sangat strategis dalam meningkatkan ketahanan energi dan memberikan peluang bagi pelaku usaha, baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, maupun koperasi.
Target Investasi
Kemudian, Pemerintah menargetkan pada 2025, investasi total dapat mencapai Rp1.900 triliun hingga Rp2.200 triliun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekitar 8%. Untuk mencapai target ini, sektor EBTKE menjadi salah satu kunci utama.Â
"Tentu kita harus mendorong lebih banyak lagi investasi di sektor EBTKE. Karena kalau kita kaitkan dengan ketahanan energi yang menjadi prioritas pemerintah itu adalah bagaimana kita memberikan peluang sebanyak-banyaknya kepada pelaku usaha, baik BUMN maupun badan usaha swasta termasuk koperasi," kata Yuliot di Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Yuliot menyebut Indonesia memiliki potensi besar dalam sumber daya energi terbarukan seperti surya, hidro, angin, panas bumi, dan bioenergi, dengan total kapasitas lebih dari 3.600 gigawatt. Namun, baru sekitar 1,4 gigawatt yang dimanfaatkan, atau sekitar 0,38 persen dari potensi tersebut.
Tantangan Investasi
Untuk memaksimalkan potensi ini, diperlukan dorongan investasi yang lebih besar. Yuliot menyampaikan bahwa biasanya investor lebih tertarik untuk berinvestasi di lokasi yang dekat dengan sumber daya alam yang tersedia, sehingga pemanfaatan potensi energi terbarukan akan semakin intensif seiring dengan semakin banyaknya investasi di sektor ini.
"Kita mengharapkan ini dari potensi ini kita bisa memanfaatkan secara maksimal karena kalau kita lihat dari sisi pelaksanaan kegiatan investasi, biasanya investor akan melakukan kegiatan investasi, akan mendekatkan dengan sumber daya alam yang tersedia," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga fokus pada hilirisasi sektor minerba (mineral dan batubara), terutama untuk produk nikel.
Dengan mengubah teknologi dari RKEF menjadi EXPAL, Indonesia dapat memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi, seperti kobalt dan logam tanah jarang, yang berpotensi memperkuat hilirisasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Maka dengan upaya yang lebih terkoordinasi dan memaksimalkan potensi yang ada, Yuliot berharap sektor EBTKE dapat menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Â
Advertisement