Revisi PP 1/2019 soal Devisa Hasil Ekspor Selesai Bulan Ini

Sri Mulyani mengatakan, revisi PP 1/2019 sedang dalam tahap pembahasan. Nantinya, desain kebijakan baru akan memuat cakupan sektor Devisa Hasil Ekspor (DHE) hingga ambang batas atau threshold.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Feb 2023, 08:18 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2023, 21:40 WIB
FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan mewajibkan eksportir untuk menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di dalam negeri selama tiga bulan. Langkah ini untuk mengantisipasi pengetatan likuiditas di tengah gelojak ekonomi dunia. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemerintah saat ini terus mengejar revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 yang mengatur devisa hasil ekspor (DHE). Diharapkan revisi tersebut bisa selesai pada Februari 2023 ini.

Sri Mulyani mengatakan, revisi PP 1/2019 sedang dalam tahap pembahasan. Nantinya, desain kebijakan baru akan memuat cakupan sektor DHE hingga ambang batas atau threshold.

“Kita akan terus meningkatkan koordinasi untuk mendesain revisi PP 1/2019 dan kita harap ini selesai pada bulan Februari ini [2023],” ujarnya dikutip dari Belasting.id, Kamis (2/2/2023).

Terkait perluasan cakupan sektor DHE, Sri Mulyani menjelaskan otoritas masih berdiskusi sektor mana saja yang wajib untuk memarkir DHE di dalam negeri. Termasuk mengkaji tentang DHE SDA di sektor manufaktur yang dicanangkan masuk di aturan baru.

Selanjutnya, Menkeu menerangkan para pembuat kebijakan tengah menilai kepantasan threshold dari nilai ekspor yang akan dikenakan DHE. Menurut dia, desain threshold itu penting agar tidak mengganggu kegiatan ekspor.

Sri Mulyani juga menyampaikan pemerintah berhati-hati dalam merevisi PP 1/2019. Tujuan utamanya, agar desain baru PP 1/2019 tidak bertentangan dengan rezim devisa bebas yang dianut Indonesia.

“Jadi kita akan tetap menjaga menjaga rambu-rambu. Di satu sisi Indonesia perlu meyakinkan ekspor kita tumbuh tinggi maka devisanya bisa memperkuat cadangan devisa kita. Di sisi lain Indonesia commit menjaga rezim devisa yang tidak men-discourage investasi dan kegiatan ekspor kita,” kata Menkeu.

Sebagai informasi, PP 1/2019 mengatur tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan SDA. Kini, pemerintah sedang mengatur kembali PP tersebut dengan maksud untuk meningkatkan cadangan devisa dan pertumbuhan ekspor. 

Eksportir Bakal Diwajibkan Simpan Devisa Hasil Ekspor 3 Bulan di Dalam Negeri

FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, pemerintah tengah mencari jalan untuk mengantisipasi pengetatan likuiditas di tengah gelojak ekonomi dunia. Salah satu cara yang tengah direncanakan adalah mewajibkan eksportir untuk menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di dalam negeri selama 3 bulan.

“Jadi kami bahas sekitar tiga bulan. Kami sedang bahas juga dengan Bank Indonesia (BI) dan lainnya,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip dari Antara,  Rabu (25/1/2023).

Pemerintah saat ini tengah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.

Di dalam revisi aturan tersebut terdapat kewajibkan bagi jangka waktu bagi eksportir untuk penyimpanan DHE. “Sedang disusun izin prakarsanya,” ujar Airlangga.

Pemerintah berencana menerapkan aturan terbaru mengenai jangka waktu penyimpanan DHE di dalam negeri pada semester I 2023. “Insya Allah (semester I 2023),” katanya.

Airlangga menjelaskan saat ini pemerintah perlu mengamankan DHE karena banyak negara yang berebut likuiditas dolar AS di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Terlebih, Indonesia telah menikmati pertumbuhan ekspor dan surplus neraca perdagangan selama 31 bulan terakhir. Peningkatan ekspor tersebut seharusnya sejalan dengan ketersediaan devisa di dalam negeri. “Kita harus mengelola bagaimana kebutuhan devisa asing itu tersedia di dalam negeri,” ujar Airlangga.

Kondisi ekonomi global, kata Airlangga, juga memperlihatkan risiko pelarian arus modal (capital flight) karena kebijakan peningkatan suku bunga negara-negara maju. Oleh karena itu, Indonesia berupaya untuk menjaga ketersediaan devisa atau likuiditas mata uang asing di dalam negeri agar menjaga keseimbangan permintaan dan ketersediaan valas sehingga stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga.

“AS terus meningkatkan tingkat suku bunga, kita mengkhawatirkan terjadi capital flight,” kata Airlangga Hartarto.

DPR Dukung Keingingan Pemerintah Ubah Kebijakan Devisa Hasil Ekspor

Neraca Perdagangan RI Alami Surplus
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati akan mengkaji perubahan cakupan dan jangka waktu penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri.

Terkait hal itu, Anggota Komisi XI DPR RI Putri Komaruddin mendukung kebijakan tersebut.

"Kami tentu mendukung rencana ini," kata dia.

Menurut politikus Partai Golkar itu, hingga saat ini masih banyak eksportir yang masih memarkirkan dana mereka di luar negeri, hingga pertumbuhan cadangan devisa Indonesia tidak sebanding.

"Karena selama ini masih banyak eksportir yang memarkirkan dananya di luar negeri. Belum lagi, ternyata pertumbuhan cadangan devisa kita tidak sebanding dengan pertumbuhan neraca perdagangan," jelas Putri.

Untuk itu, langkah Presiden merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) adalah langkah tepat untuk menggenjot DHE Indonesia demi meningkatkan nilai tukar rupiah.

“Makanya, perlu pengaturan lebih lanjut untuk menggenjot Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke dalam sistem keuangan Indonesia agar semakin meningkatkan cadangan devisa dan nilai tukar Rupiah,” jelasnya. 

Infografis Larangan Ekspor CPO, Bahan Baku Minyak Goreng dan Produk Turunannya. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Larangan Ekspor CPO, Bahan Baku Minyak Goreng dan Produk Turunannya. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya