Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menilai, sumbangsih sektor makanan dan minuman akan semakin terlihat pada pertumbuhan ekonomi 2023. Khususnya saat momen pertarungan politik makin terrasa di tahun ini.
Berkaca pada pertumbuhan ekonomi 2022, Roy melihat kontribusi konsumsi rumah tangga pada Indeks Penjualan Riil (IPR) tahun lalu tercatat sebesar 51,6 persen. Sepertiga darinya turut disumbangkan sektor food and beverage (F&B).
Baca Juga
"Hampir 37 persen adalah dari F&B. Artinya, ketika kita sudah masuk ke masa PPKM dicabut dan menuju endemi, F&B akan cemerlang," ujar Roy Mandey di Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Advertisement
Ia pun memperkirakan, kontribusi makanan dan minuman pada sektor konsumsi di tahun ini bisa naik hingga 40 persen. Pasalnya, itu kerap digunakan sebagai alat politik untuk menarik suara.
"Tahun politik, namanya partai, kita lihat pemilu 2019 lah. Mereka akan melayani konstituennya dengan memberi sembako, makanan dan minuman. Itu wajar saja untuk mencari simpati masyarakat," imbuhnya.
Sehingga, Roy meyakini pertumbuhan kelompok makanan dan minuman akan semakin cemerlang pada tahun ini hingga 2024 mendatang.
"Konsumsi rumah tangga tahun lalu 51,6 persen, jadi 37 persennya dari makanan dan minuman. Ya itu bisa naik sampai 40 persen tahun ini," tukas Roy Mandey.
Pemilu Jadi Senjata RI Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
Pemerintah menjamin, hajatan politik yang sudah dimulai tahun ini tidak akan mengganggu kinerja pertumbuhan ekonomi nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan kondisi ekonomi akan baik-baik saja, karena tahun politik ini bukan yang pertama kali dialami Indonesia.
“Pemilu itu proses 5 tahunan, bukan yang pertama kali kita hadapi. Ini pasca reformasi, mungkin sudah mendekati 5 kali dan selama pemilu selalu berjalan dengan baik,” ungkap Airlangga dalam konferensi pers daring, Jakarta, Senin (6/2/2023).
Airlangga menjelaskan, proses demokrasi yang dianut Indonesia dalam setiap pergantian kepemimpinan menjadi menguat masuknya investasi ke dalam negeri. Tidak pernah ada bagian demokrasi yang membuat stabilitas negara terganggu.
“Justru karena berjalan demokrasi tidak dan tidak pernah ada hal yang luar biasa pasca reformasi,” kata dia.
Sebaliknya, tahun politik bagi Airlangga menjadi booster bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang dibayangi ketidakpastian global. Tahun politik menjadi momentum bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Tahun politik ini jadi vitamin baru buat pemulihan ekonomi 2023 dan kita lepas dari ketergantungan tekanan-tekanan,” kata dia.
Advertisement
Belanja Politik
Airlangga menambahkan, belanja-belanja politik justru akan menjadi penopang konsumsi masyarakat. Hal ini akan mulai terasa dampaknya di akhir tahun 2023.
“Belanja politik ini akan mendorong masyarakat dan engine ini bergerak di kuartal IV,” kata dia.
Dia menegaskan, Presiden Joko Widodo memiliki mandat hingga 80 persen. Sekalipun terjadi guncangan ekonomi akibat pandemi Covid-19, basis fundamental ekonomi dan stabilitas politik masih bisa terjaga.
Airlangga pun membandingkan beberapa negara yang carut-marut karena pandemi. Pemerintahannya goyang hingga menjadi pasien IMF lantaran gagal mengelola negara dalam keadaan krisis.
“Bandingkan dengan negara lain politik mereka gamang, beberapa negara mengalami kerusuhan, kekurangan pangan, kekurangan energi hingga masuk dalam daftar pasien IMF,” ungkapnya.
Sementara itu, Indonesia masih bisa bertahan dan tumbuh menghadapi dampak pandemi, termasuk berbagai tekananan global. Tercermin dari pertumbuhan di tahun 2022 mencapai 5,31 persen (yoy).