Liputan6.com, Jakarta Goldman Sachs dan Bank of America mengatakan mereka memperkirakan Federal Reserve akan kembali menaikkan suku bunga hingga tiga kali lagi tahun ini.Â
Melansir CGTN, Senin (20/2/2023) perkiraan Goldman Sachs dan Bank of America datang menyusul data infasi AS yang persisten meski pasar tenaga kerja tangguh.
Baca Juga
Harga produsen di AS meningkat pada bulan Januari dengan margin terbesar dalam tujuh bulan, menurut data resmi, sementara laporan Departemen Tenaga Kerja menunjukkan jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran secara tak terduga turun pekan lalu.
Advertisement
Karena inflasi AS masih tinggi, The Fed diperkirakan akan menambah kenaikan suku bunga hingga 25 basis poin pada bulan Juni, untuk puncak 5,2 persen menjadi 5,5 persen, kata ekonom Goldman Sachs yang dipimpin oleh Jan Hatzius dalam sebuah catatan.
Sementara itu, pasar keuangan saat ini memperkirakan tingkat suku bunga The Fed akan mencapai sebesar 5,3 persen pada Juli 2023.
Adapun riset Bank of America yang juga memperkirakan kenaikan suku bunga The Fed hingga 25Â basis poin dalam pertemuan The Fed pada bulan Juni mendatang, mendorongnya naik ke kisaran 5,25 persen hingga 5,5 persen.
Senada, bank investasi Eropa UBS juga mengatakan pihaknya memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada pertemuan antara bulan Maret dan Mei, yang dapat mempertahankan suku bunga pada kisaran lima persen hingga 5,25 persen.
Berbeda dengan bank bank di AS, bagaimanapun, UBS memperkirakan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada pertemuan bulan September tahun ini.
Â
Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen. Sementara itu suku bunga Deposit Facility juga tetap sebesar 5 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,5 persen.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15-16 Februari 2023 untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 5,75 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Februari 2023, Kamis (16/2/2023).
Perry menegaskan, keputusan tersebut tetap konsisten dengan kebijakan moneter yang pre-emptive, dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.
Bank Indonesia meyakini kenaikan BI7DRR sebesar 5,75 persen ini memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1 persen pada semester I 2023 dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen pada semester II 2023.
Selain itu, kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) diperkuat dengan operasi moneter valas, termasuk implementasi instrumen berupa term deposit (TD) valas dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) sesuai mekanisme pasar.
Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan sebagai berikut. Pertama, memperkuat operasi moneter untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter.
Advertisement
Nilai Tukar Rupiah
Kedua, memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation, melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Ketiga, melanjutkan twist operation melalui penjualan SBN di pasar sekunder untuk tenor pendek guna meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN khususnya bagi masuknya investor portofolio asing dalam rangka memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah.
Keempat, memperkuat pengelolaan devisa hasil ekspor melalui implementasi instrumen operasi moneter valas DHE berupa term deposit (TD) valas DHE sebagai instrumen penempatan DHE oleh eksportir melalui bank kepada Bank Indonesia sesuai dengan mekanisme pasar mulai berlaku per 1 Maret 2023.
Kelima, melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan fokus kepada dampak suku bunga kebijakan terhadap suku bunga kredit investasi dan kredit modal kerja.
Alasan BI Tahan Suku Bunga Acuan di Level 5,75 Persen
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen. Suku bunga Deposit Facility juga tetap sebesar 5 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,5 persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, mengungkapkan alasan BI mempertahankan suku bunga di angka tersebut, karena tekanan inflasi berlanjut turun dan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Perry menjelaskan, dasar utama Bank Indonesia dalam menentukan untuk menaikkan atau mempertahankan suku bunga mengacu pada inflasi inti dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK), begitupun dalam memprediksi pertumbuhan ekonomi.
"Dasar inflasi inti yang menurun lebih cepat dari perkiraan dan bahkan lebih rendah yang kita perkirakan, dan inflasi inti di bawah 4 persen di semester I dan inflasi IHK juga dibawah 4 persen, maka kita memandang bahwa suku bunga BI rate memadai, suatu kenaikan tidak dibutuhkan lagi, itulah stand dari kebijakan moneter," jelas Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Februari 2023, Kamis (16/2/2023).
Adapun Bank Indonesia mencatat, Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Januari 2023 tercatat rendah 0,34 persen (mtm) atau 5,28 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 5,51 persen (yoy).
Penurunan inflasi didorong oleh inflasi inti dan administered prices yang menurun serta inflasi bahan pangan bergejolak (volatile food) yang terjaga.
Perkembangan ini sebagai dampak positif kebijakan moneter Bank Indonesia yang front loaded, pre-emptive, dan forward looking dalam mengendalikan inflasi dengan didukung pengendalian inflasi volatile food melalui GNPIP.
Advertisement