Liputan6.com, Jakarta Nasib penumpang KRL Jabodetabek kini bertumpu pada putusan soal 10 rangkaian kereta (trainset) yang habis masa pakai pada tahun ini.
Pasalnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tidak mengizinkan impor KRL bekas Jepang, dengan dalih program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN).
Baca Juga
Namun, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menilai impor kereta bekas dari Jepang tetap diperlukan guna menjaga kelanjutan operasi KRL Jabodetabek. Di sisi lain, perseroan juga telah memesan 16 kereta produk lokal dari PT INKA (Persero). Hanya saja, itu tidak bisa selesai dalam waktu dekat ini.
Advertisement
Lantas, kapan 16 KRL made in Indonesia tersebut bisa selesai?
Senior Manager TJSL & Stakeholder Relationship PT INKA (Persero) Bambang Ramadhiarto mengatakan, pihaknya bersama KCI harus terlebih dahulu membuat kesepakatan kontrak sebelum bisa memproduksi 16 rangkaian kereta rel listrik.
"Koordinasi dan persiapan terus dilakukan antara INKA dan KCI, dan akan segera tanda tangan kontrak dalam waktu dekat," ujar Bambang kepada Liputan6.com, Kamis (2/3/2023).
Bambang memproyeksikan, INKA dan KCI bakal teken kontrak pengadaan 16 trainset untuk KRL Jabodetabek pada Maret 2023 ini, dengan nilai komtimen hampir Rp 4 triliun dari kas PT Kereta Commuter Indonesia.
Secara timeline, INKA nantinya akan mengirimkan rangkaian kereta pertama kepada KCI pada bulan ke-22 pasca tanggal efektif kontrak. Pengiriman akan berlangsung bertahap di sepanjang 2025-2026.
"Delivery rangkaian pertama bulan ke-22 setelah effective date of contract (EDC). Delivery rangkaian ke 16 adalah bulan ke-31 setelah EDC," jelas Bambang.
Kemenhub: Impor KRL Bekas dari Jepang Saat Ini Keputusan Tepat
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan, pengadaan rangkaian kereta (trainset) atau KRL bekas menjadi solusi bijak di tengah jumlah penumpang KRL Jabodetabek saat ini.
Namun, Adita juga menegaskan Kemenhub tetap mendukung pengadaan KRL baru yang dipesan PT KCI kepada PT INKA Persero.
"Masa produksi sarana kereta KRL baru oleh INKA membutuhkan waktu 2-3 tahun, sejak sekarang. Sehingga, sarana KRL bukan baru menjadi pilihan yang bijak menurut kami, sembari menunggu proses produksi dari INKA selesai,” ujar Adita, Rabu (1/3/2023).
Adita juga menekankan, salah satu rekomendasi Kemenhub untuk pengadaan sarana KRL bekas adalah, PT KCI harus memastikan kelayakan komponen-komponen sarana yang berhubungan langsung dengan keselamatan.
Jika sudah diputuskan akan dilakukan pengadaan sarana bukan baru, Adita yang mewakili Kementerian Perhubungan, berharap PT KCI dapat memperhatikan komponen seperti bogie, roda, kelistrikan, dan pengereman agar dapat diperbaiki atau diganti dengan komponen baru.
Dia juga mengingatkan agar pengujian pertama dan penerbitan sertifikat kelayakan operasional harus melalui prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh DJKA Kementerian Perhubungan.
Revitalisasi
Nantinya, sarana bukan baru yang didatangkan dari Jepang nantinya dapat direvitalisasi menggunakan komponen-komponen produksi dalam negeri untuk tetap mendukung industri lokal.
Sebagaimana diketahui, sejumlah rangkaian KRL akan memasuki masa pensiun. Di satu sisi, kebutuhan rangkaian KRL Jabodetabek semakin tinggi diikuti jumlah penumpang.
Berdasarkan data yang dilaporkan oleh PT KCI, realisasi penumpang tertinggi sebelum pandemi sudah menyentuh angka 336,3 juta orang penumpang pada 2019.
Jumlah penumpang diproyeksikan akan terus meningkat hingga 523,6 juta orang pada 2040. Guna mengakomodasi pertumbuhan tersebut, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas angkut dari 436 juta orang penumpang pada 2023, menjadi 517 juta orang pada 2026.
"Semoga upaya ini tetap membuat KCI dapat memberikan layanan terbaik bagi masyarakat,” ujar Adita.
Advertisement
Impor KRL dari Jepang Lebih Murah Daripada Beli Dalam Negeri, Kok Bisa?
PT KCI atau KAI Commuter menyiapkan anggaran Rp4 triliun untuk membeli 16 rangkaian kereta baru sebagai pengganti rangkaian KRL Jabodetabek yang akan pensiun tahun ini. Jika membandingkan dengan impor kereta bekas dari Jepang, harga kereta baru lebih mahal.
Pengamat transportasi sekaligus akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan, biaya untuk impor kereta bekas yang diimpor dari Jepang adalah biaya angkut. Sehingga, jika dilihat dari sisi pengeluaran pengadaan kereta impor bekas lebih murah.
"Namanya juga bekas. Kemarin yang Jepang itu cuma kasih uang angkut saja, mereka enggak jualan. Diangkut ke Indonesia, ongkos angkutnya ke Indonesia Rp1 miliar untuk 1 kereta yah," ujar Djoko kepada merdeka.com, Rabu (1/3/2023).
Memang, jika melihat sisi ekonomi, mengimpor kereta bekas dapat menekan anggaran yang dikeluarkan oleh KAI Commuter untuk pengadaan KRL Jabodetabek. Namun di satu sisi, menurut Djoko, kereta bekas tidak selalu tersedia setiap tahun.
Di samping itu, melihat mobilitas masyarakat Jabodetabek yang menggunakan layanan KRL, Djoko menilai mau tidak mau PT KCI harus memenuhi kebutuhan, meski dengan harga lebih mahal.
Penumpang Terdampak
Jika PT KCI tidak memenuhi kebutuhan transit, Djoko khawatir terhadap keamanan dan keselamatan perjalanan KRL. Sebab, pada beberapa rangkaian yang sudah berusia tua potensi mengalami gangguan cukup tinggi.
Atau, risiko lainnya jika PT KCI tidak mengadakan rangkaian kereta baru, penumpang KRL akan terlantar karena minimnya rangkaian.
"Kalau dilihat kondisi sekarang harus dipenuhi," pungkasnya.
Advertisement