Liputan6.com, Jakarta - Jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencapai 252,1 juta jiwa per 1 Maret 2023. Artinya, lebih dari 90 persen penduduk Indonesia sudah mendapat akses layanan kesehatan Program JKN-KIS.
"BPJS Kesehatan bekerja keras melakukan berbagai advokasi kepada Pemerintah Daerah agar seluruh penduduk di masing-masing wilayah dapat diintegrasikan dengan Program JKN-KIS," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam acara Universal Health Coverage (UHC) Award 2023 di Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (14/4/2023).
Baca Juga
Ghufron menyampaikan, BPJS Kesehatan melalui Program JKN-KIS telah menjadi episentrum baru di dunia jaminan sosial dan menjadi contoh negara lain. Ini karena memiliki jumlah kepesertaan terbanyak dan pencapaian UHC tercepat di dunia untuk satu skema yang terintegrasi.
Advertisement
"Dengan bertumbuhnya cakupan kepesertaan JKN-KIS, angka pemanfaatan pelayanan kesehatan pun turut meningkat. Dari 92,3 juta pemanfaatan pada tahun 2014, menjadi 502,8 juta pemanfaatan pada tahun 2022," jelasnya.
Target 2024
Pada tahun 2024, BPJS Kesehatan menargetkan jumlah kepesertaan mencapai 98 persen dari total penduduk Indonesia. Target ini sesuai Inpres Nomor 1 tahun 2022, yang merupakan salah satu instruksi Presiden kepada Gubernur dan Bupati/Walikota adalah mendorong target RPJMN.
Oleh karena itu, BPJS Kesehatan mendorong Pemda lain untuk dapat segera mengejar cakupan kepesertaan di daerahnya dan diintegrasikan dengan Program JKN-KIS. Mengingat, salah satu keuntungan Program JKN-KIS adalah memiliki asas portabilitas dan dapat dimanfaatkan meskipun dalam keadaan sehat.
"Masyarakat bisa berobat di seluruh wilayah Indonesia ketika membutuhkan. Perwakilan kantor kami di tiap kabupaten/kota diharapkan mempermudah sinergi dengan Pemda, kami sangat siap berkolaborasi dan bersama mewujudkan UHC di Indonesia," pungkasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Temuan Ombudsman RI: Ada Praktik Pembatasan Kuota Layanan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit
Ombudsman RI menemukan kenyataan kalau ada praktik pembatasan berdasarkan kuota dalam pelayanan bagi peserta BPJS Kesehatan. Padahal, tak ada regulasi resmi yang mengatur mengenai hal tersebut.
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengungkap temuan tersebut. Dia merujuk pada laporan masyarakat mengenai layanan bagi peserta BPJS Kesehatan di berbagai rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta.
Dia mencatat, masalah yang melingkupi BPJS Kesehatan kerap berkaitan dengan kepesertaan, pembiayaan, dan pelayanan. Kini fokusnya mengenai pelayanan.
"Kita diskusikan dimensi masalah yang ketiga terkait dengan masalah pelayanan yang baru-baru ini juga Ombudsman baru mendapatkan laporan masyarakat terkait dengan sisi pelayanan khususnya ada semacam, dalam tanda kutip, kuota layanan yang dialami oleh masyarakat," kata dia dalam Diskusi Publik Ombudsman RI bertajuk 'Rupa-Rupa Masalah Kuota Layanan BPJS Kesehatan', Selasa (28/2/2023).
Advertisement
Tak Ada Aturannya
Robert menegaskan kalau tidak ada regulasi mengenai kuota layanan yang diberikan bagi pasien BPJS Kesehatan. Termasuk aturan di peraturan perundang-undangan maupun aturan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan. Nyatanya, praktik itu ditemukan kerap terjadi di lingkaran masyarakat.
"Tapi fakta dan praktik di lapangan kuota itu ada. Kuota, baik terkait dengan sisi waktu layanannya artinya durasi layanan yang dialokasikan maupun juga jenis layanan yang diterima oleh pasien," urainya.
Informasi, Ombudsman mengantongi 400 laporan dari masyarakat mengenai pelayanan BPJS Kesehatan di 2022. Angka ini meningkat dari jumlah aduan pada 2021 dengan 300 aduan dengan topik yang serupa.
Persoalan Serius
Lebih lanjut, Robert menerangkan kalau ini menjadi persoalan serius bagi berbagai pihak. Ini berkaitan dengan kemampuan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, hingga rumah sakit penyedia layanan.
"Ini menjadi persoalan serius, ketika kemudian kita hadapkan dengan tadi, bahwa ini bagian dari hak masyarakat untuk dapat layanan, dan tanggung jawab negara untuk memenuhi, menjamin hak kesehatan masyarakat," kata dia.
"Sementara disisi lain kita menyadari benar menghadapi realitas keterbatasan dalam hal durasi, dalam hal jenis, dalam hal kualitas layanan yang diterima oleh pasien dan khususnya para pasien BPJS Kesehatan," sambung dia.
Dia berharap ada strategi yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Baik di tingkat operasional pada fasilitas kesehatan pertama, puskesmas, puskesmas pembantu, hingga klinik penyedia layanan. Utamanya menuju pada akses masyarakat terhadap layanan kesehatan.
Advertisement