Skill Ini Penting Tetapi Jarang Dimiliki Orang Sukses di Karier, Begini Kata Ahli!

Melalui pengajaran dan penelitiannya selama sekitar 1 dekade di Sekolah Bisnis dan Hukum Harvard, Gardner menemukan satu wawasan penting yang seringkali diabaikan.

oleh Jessica Sheridan diperbarui 16 Mar 2023, 07:00 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2023, 07:00 WIB
Ilustrasi sukses. Credit: unsplash.com/Campaign
Ilustrasi sukses. Credit: unsplash.com/Campaign

Liputan6.com, Jakarta “Jangan hanya fokus pada pencapaian Anda sendiri, tetapi jadilah kolaborator.”

Kalimat tersebut berasal dari seorang mantan Profesor di Harvard Business School Heidi K. Gardner, PhD. sebagai jawaban yang dilontarkan ketika ditanya mengenai nasihat karier oleh para para anak muda.

Melalui pengajaran dan penelitiannya selama sekitar 1 dekade di Sekolah Bisnis dan Hukum Harvard, Gardner menemukan satu wawasan penting yang seringkali diabaikan.

Menurutnya, orang-orang yang paham cara berkolaborasi lintas kelompok mendapatkan keunggulan yang besar secara kompetitif dibandingkan mereka tanpa keahlian tersebut.

Dalam hal perekrutan kerja pun kolaborator yang cerdas menjadi kandidat yang sangat diinginkan. Mereka memberikan pencapaian dengan kualitas yang lebih tinggi, ini dapat memberi mereka promosi ke jabatan yang lebih tinggi, klein yang lebih puas, dan menjadi sosok andalan atasan.

Sayangnya, Gardner menyatakan bahwa keterampilan kolaborasi masih sangat jarang ditemukan apalagi di kalangan pria. Hal ini pun membuatnya terkejut.

Menurut studi McKinsey tahun 2021, pemimpin wanita dua kali lebih mungkin menghabiskan banyak waktu untuk upaya kolaboratif yang berada di luar pekerjaan formal mereka, jika dibandingkan dengan pria pada level yang sama.

Memang nyatanya, menjadi seorang kolaborator tidaklah mudah meski tujuan utamanya sederhana, yaitu menyatukan orang untuk memecahkan masalah dan mempelajari sesuatu yang baru.

Berikut beberapa cara untuk mengembangkan keterampilan tersebut menurut Heidi K. Gardner, melansir laman CNBC, Kamis (16/3/2023).

 

Caranya

Berusaha Bersikap Netral
Ilustrasi Rekan Kerja yang Toxic Credit: unsplash.com/Linkedin

1. Jadilah pemimpin yang inklusif

Sekalipun Anda bukanlah pemimpin, ambil langkah untuk menyatukan beragam orang. Penting untuk menggabungkan orang dari latar belakang profesional, usia, dan pengalaman hidup yang berbeda karena akan selalu ada orang yang mengetahui sesuatu yang tidak Anda ketahui.

2. Tunjukkan apresiasi dan pengakuan

Berdasarkan studi terobosan yang dilakukan profesor Harvard Business School Boris Groysberg, pekerja, terutama laki-laki, sering menganggap remeh jaringan profesional mereka. Claire Hughes Johnson, mantan VP Google selama 10 tahun pun mengatakan dia mencari kesadaran diri dan keterampilan kolaborasi sebelum hal lainnya di dalam seorang calon pekerja.

3. Minta Bantuan

Jika dalam menyajikan setiap hal Anda hanya mengerjakannya sendiri, itu bisa menunjukkan bahwa hanya pendapat Anda yang paling berharga.

Cobalah untuk menghubungi atau bekerja sama dengan departemen lainnya untuk mendapat wawasan. Jangan lupa sebutkan nama-nama orang yang ikut berkontribusi beserta tugasnya. Hal ini akan membuat laporan Anda lebih dipercaya.

 

Skill Lain

Menghindar dan Membatasi Interaksi
Ilustrasi Rekan Kerja Credit: unsplash.com/Mimi

4. Crowdsource

Kumpulkan berbagai sumber dan tenaga tanpa harus menjadikan mereka tim, di sisi lain dapat memberi mereka kesempatan belajar bagi mereka. Penelitian Gardner menemukan bahwa keinginan untuk belajar sering menjadi pendorong komitmen sukarela.

5. Bagikan aliran data

Ketika informasi dibagikan secara publik akan menciptakan rasa tekanan antar rekan, dengan kemungkinan hasil pemimpin dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh rekan-rekan mereka. Hal ini membuat informasi penting dapat diakses, dan dengan demikian membuat proses inklusi lebih transparan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya