IMF Minta Bank Sentral di Asia Pertahankan Kebijakan Moneter Buat Tahan Inflasi

IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia-Pasifik akan mencapai 4,6 persen di 2023.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Apr 2023, 12:15 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2023, 12:15 WIB
Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta Bank sentral di negara Asia kemungkinan perlu mempertahankan kebijakan moneter mereka ebih lama lagi untuk menahan risiko inflasi yang masih besar. Hal itu disampaikan oleh direktur Departemen Asia dan Pasifik Dana Moneter Internasional (IMF), Krishna Srinivasan.

Beberapa bank sentral di Asia Pasifik, salah satunya Australia, mulai menghentikan kenaikan suku bunga karena mereka melihat ekonomi dan pertumbuhan pekerjaan yang moderat.

 "Inflasi inti tetap kaku dan telah menjadi pendorong inflasi utama yang lebih penting baru-baru ini, yang dapat menyebabkan inflasi dan tekanan upah yang lebih persisten," kata Srinivasan, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (14/4/2023).

"Kesenjangan output untuk ekonomi Asia sedang atau sudah ditutup, dan depresiasi mata uang tahun lalu masih melewati harga domestik. Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk menahan inflasi belum berakhir," jelasnya.

Sementara prospek ekonomi global tetap suram, dibukanya kembali China akan mendukung ekonomi Asia melalui peningkatan perdagangan dan konsumsi, ungkap Srinivasan dalam sebuah konferensi pers pada Kamis 13 April 2023.

IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia-Pasifik akan mencapai 4,6 persen tahun ini, naik 0,3 poin dari perkiraan pada bulan Oktober dan lebih cepat dari kenaikan 3,8 persen pada 2022 lalu.

Perkiraan terbaru menyiratkan bahwa wilayah tersebut akan memberikan kontribusi lebih dari 70 persen pertumbuhan ekonomi global tahun ini.

IMF Proyeksi Ekonomi China Tumbuh 5,2 Persen di 2023

Badai Pasir Terjang China, Kualitas Udara Memburuk
Para komuter yang mengenakan masker berjalan saat badai debu dan pasir di kawasan pusat bisnis di Ibu Kota Beijing, China, Selasa (11/4/2023). Serangkaian badai debu dan pasir terbaru membuat indeks kualitas udara memburuk di Beijing pada Senin malam hingga Selasa. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Sementara itu, IMF memperkirakan ekonomi China tumbuh sebesar 5,2 persen pada 2023, lebih tinggi dari pertumbuhan 3,0 persen tahun sebelumnya.

"Ekonomi China yang dibuka kembali pulih dengan kuat, dan ini akan menghasilkan dampak positif bagi mitra dagangnya, memberikan momentum baru untuk pertumbuhan Asia," kata Srinivasan.

Namun IMF mengingatkan dampak keruntuhan sektor perbankan di Amerika Serikat dan Eropa yang telah menambah ketidakpastian atas prospek ekonomi global, di mana kerentanan sistem keuangan dapat meletus menjadi krisis baru dan membanting pertumbuhan global tahun ini.

Meskipun demikian, dampak dari tekanan perbankan global baru-baru ini di Asia sejauh ini terbatas, dengan paparan langsung bank dan investor Asia ke Silicon Valley Bank cukup minim, kata Srinivasan.

"Kecuali ketegangan meningkat dan menimbulkan kekhawatiran stabilitas berbasis luas, bank sentral harus memisahkan tujuan kebijakan moneter dari tujuan stabilitas keuangan," katanya.

IMF : Inggris jadi Negara G20 dengan Ekonomi Terburuk

Inflasi Januari Inggris Turun Tiga Bulan Berturut-turut
Seorang pembelanja melihat barang-barang di kios suvenir di Oxford Street di London, Rabu (15/2/2023). Angka inflasi awal tahun ini juga berada di bawah ekspektasi pada ekonomi, tetapi harga pangan dan energi yang semakin tinggi menekan daya beli rumah tangga Inggris. (AP Photo/Kirsty Wigglesworth)

Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi Inggris akan menjadi salah satu negara dengan kinerja ekonomi terburuk di dunia tahun ini.

Melansir BBC, Rabu (12/4/2023) IMF mengatakan bahwa kinerja ekonomi Inggris pada tahun 2023 akan menjadi yang terburuk di antara negara G20, termasuk Rusia yang terkena sanksi.

IMF memperkirakan ekonomi Inggris akan menyusut tahun ini, meskipun mencatat sedikit peningkatan dari perkiraan terakhirnya.

Badan itu sekarang memproyeksikan ekonomi Inggris akan menyusut 0,3 persen di 2023 dan tumbuh hanya 1 persen tahun depan.

Meskipun Inggris diperkirakan memiliki kinerja ekonomi terburuk tahun ini, prediksi terbaru IMF sedikit lebih baik dari ekspektasi sebelumnya, yang sempat meramal kontraksi 0,6 persen pada bulan Januari.

Lemahnya kinerja ekonomi Inggris, menurut IMF, didorong oleh tingginya harga gas, kenaikan suku bunga dan kinerja perdagangan yang lamban.

Menanggapi prediksi IMF terbaru, Kanselir Jeremy Hunt Inggris mengatakan bahwa "Perkiraan pertumbuhan IMF kami telah ditingkatkan lebih dari negara G7 lainnya".

"IMF sekarang mengatakan kami berada di jalur yang benar untuk pertumbuhan ekonomi. Dengan tetap berpegang pada rencana kami untuk mengurangi lebih dari separuh inflasi tahun ini, mengurangi tekanan pada masyarakat," ujarnya.

Adapun Gubernur Bank of England Andrew Bailey yang juga mengatakan baru-baru ini bahwa dia "jauh lebih optimis" pada ekonomi, dan yakin Inggris tidak lagi menuju resesi langsung.

Suku Bunga Diprediksi Bakal Turun

Tingkat Inflasi Inggris di Februari Melonjak Jadi 10,4 Persen
Data inflasi Inggris yang diterbitkan Rabu pagi menunjukkan inflasi harga konsumen tembus 10,4 persen pada Februari dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). (AP Photo/Alberto Pezzali)

Secara terpisah, IMF memperkirakan suku bunga riil - yang memperhitungkan inflasi - di negara ekonomi maju akan turun ke tingkat pra-pandemi karena produktivitas yang rendah dan populasi yang menua.

Seperti diketahui, bank-bank sentral di Inggris, AS, Eropa, dan negara-negara lain telah menaikkan suku bunga untuk melawan laju kenaikan harga, atau dikenal sebagai inflasi.

Di Inggris, inflasi berada pada titik tertinggi selama hampir 40 tahun karena kenaikan biaya energi dan melonjaknya harga pangan.

Sebagai tanggapan, Bank of England telah menaikkan suku bunga, dan bulan lalu menaikkannya menjadi 4,25 persen.

Namun, dalam sebuah blog IMF mengatakan bahwa "peningkatan suku bunga riil baru-baru ini cenderung bersifat sementara". 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya