Liputan6.com, Jakarta CEO JPMorgan Chase & Co Jamie Dimon mengingatkan bahwa kebuntuan kongres atas penentuan plafon utang dan potensi gagal bayar Amerika Serikat, dapat menciptakan kepanikan finansial di sektor keuangan.
"Panik belum tentu merupakan hal yang rasional,"ujar Dimon, dikutip dari US News, Kamis (11/5/2023).
"Orang-orang panik. Dan (ketika) Anda melihat orang-orang panik, dikhawatirkan (krisis) tahun 2008, 2009 (terulang) lagi, dan itulah yang ingin Anda hindari," ujarnya dalam sebuah wawancara dengan Punchbowl News .
Advertisement
Sementara itu, pihak JPMorgan menolak berkomentar terkait wawancara tersebut. Dimon menyebut, "ada kemungkinan kesalahan yang lebih tinggi di sini karena situasi politik" dengan konsekuensi pada ekonomi.
Sebelumnya, Menteri keuangan AS Janet Yellen telah mengingatkan bahwa default AS bisa terjadi paling cepat pada 1 Juni mendatang jika kongres tidak segera menaikkan batas utang.
Pertemuan Presiden Joe Biden dan Ketua DPR AS dari Partai Republik Kevin McCarthy belum menghasilkan keputusan terkait utang AS yang telah mencapai ambang batas.
Pembicaraan mendetail tentang peningkatan plafon utang AS sebesar USD 31,4 triliun akan kembali dimulai dengan Partai Republik terus bersikeras pada pemotongan pengeluaran, sehari setelah pertemuan pertama Biden dan McCarthy.
Pertemuan selanjutnya akan melibatkan staf Biden, McCarthy, Pemimpin Mayoritas Senat Demokrat Chuck Schumer, Senat Republik Mitch McConnell, dilaksanakan pada Rabu sore (10/5) dan Kamis (11/5) waktu setempat.
"Default bukanlah pilihan," kata Biden kepada wartawan setelah pertemuan dengan McCarthy.
"Saya memberi tahu para pemimpin kongres bahwa saya siap untuk memulai diskusi terpisah tentang anggaran saya," ungkapnya.
Awas, 3 Dampak Ini Bakal Dirasakan Indonesia Jika AS Gagal Bayar Utang
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengungkapkan terkait potensi Amerika Serikat gagal bayar utang, dinilai akan berdampak perekonomian Indonesia.
"Tidak hanya pasar saham yang terkoreksi tajam, potensi gagal bayar utang AS punya dampak yang cukup signifikan bagi indikator makro ekonomi negara berkembang seperti Indonesia," kata Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (10/5/2023).
Bhima pun menyebut ada 3 dampak yang akan dirasakan Indonesia, jika AS gagal bayar utang. Pertama, suku bunga jadi lebih mahal, karena AS akan naikkan suku bunga untuk jaga agar investor tetap membeli US Treasury bill.
"Ini artinya bunga pinjaman semakin menghimpit pelaku usaha dan konsumen di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh dibawah 4 persen dalam situasi gagal bayar utang AS terealisasi," ujarnya.
Kedua, adanya capital flight dari Indonesia mencari aset aset yang aman, karena investor mempersepsikan aset sekelas utang AS saja bisa gagal bayar, apalagi aset berisiko tinggi. Ditambah keluarnya modal asing akan lemahkan kurs rupiah.
"Tidak menutup kemungkinan rupiah melemah hingga Rp 16.500 per dollar," katanya.
Kinerja Ekspor
Ketiga, dari kinerja ekspor akan terpengaruh terlebih AS memegang porsi yang penting sebagai mitra dagang tradisional. Produk seperti tekstil, alas kaki, pakaian jadi dan bahan baku industri tujuan AS bisa melemah kinerjanya.
"PHK massal menjadi konsekuensi atas merosotnya kinerja ekspor padat karya," ujarnya.
Disisi lain, situasi risiko utang juga perlu dicermati untuk kondisi Indonesia, dimana porsi utang saat ini 88 persen lebih bentuknya SBN, yang artinya tergantung pada bunga pasar.
Advertisement
AS Terancam Gagal Bayar Utang, Sri Mulyani Jamin Ekonomi Indonesia Aman
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan ekonomi Amerika Serikat yang terancam karena potensi gagal bayar utang, tidak berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.
"Untuk pertanyaan gagal bayar, sampai hari ini sebenarnya kalo kita liat dari perkembangan, tidak ada pengaruh kepada perekonomian kita," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor LPS, Jakarta, Senin (8/5/2023).
Sejauh ini belum terlihat sinyal dari potensi gagal bayar utang tersebut terhadap pasar secara global. Menurut Menkeu, kemungkinan Amerika Serikat bisa bayar utang jika debt ceiling atau pagu utangnya dibuka, namun hal itu terhalang oleh dinamika politik.
"Terutama kalo kita lihat pasar blm memberikan sinyal thd kemungkinan dinamika politik itu. Itu kan dinamika politik sebetulnya. AS bisa bayar utangnya kalo debt ceilingnya dibuka, ini kan untuk membuka debt ceilingnya ada dinamika politiknya," ujarnya.
Menurutnya, banyak yang menilai hal itu akan berdampak pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia. Tapi, nyatanya pasar SBN RI masih menarik.
"Untuk Indonesia rambatannya biasanya apakah ke pasar SBN kita, pasar SBN kita masih menarik, yieldnya masih baggus, dan prospek ekonomi kita bagus, inflasi rendah, menguat itu smuanya jadi daya tarik yang cukup baik," ujarnya.
Kinerja Ekonomi Indonesia Membaik
Disisi lain, dari sekian banyak negara termasuk negara emerging, Indonesia termasuk memiliki kinerja yang baik, yakni pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen tepatnya 5,03 persen di triwulan I-2023, inflasi turun dengan cepat.
"Dan dari sisi fiskal kita membaik, monetary nya juga pruden. Ini semua kombinasi agak langka, jadi makanya kita mendapatkan suatu sentimen, support positif karna memang kinerja ekonominya membaik," pungkasnya.
Advertisement