Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak kementerian Keuangan (Kemenkeu) tak main-main dengan para pengemplang pajak. Terbaru, Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil DJP) Bali melalui 8 kantor pelayanan pajak (KPP) melakukan blokir serentak sebanyak 91 rekening penunggak pajak.
Kepala Kanwil DJP Bali Nurbaeti Munawaroh menjelaskan, para penunggak pajak belum melunasi utang pajak senilai Rp71 miliar ke negara. Oleh karena itu, otoritas pajak memblokir rekening bank wajib pajak.
Baca Juga
“Kami melakukan tindakan penegakan hukum berupa pemblokiran serentak 91 rekening penunggak pajak dengan nilai tunggakan Rp 71 miliar,” ujarnya dikutip dari Belasting.id, Jumat (23/6/2023).
Advertisement
Aturan mengenai pemblokiran rekening diatur dalam PMK 189/2020. Adapun PMK itu kini digantikan oleh PMK 61/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar.
Dia menuturkan pemblokiran rekening serupa dengan penyitaan aset. Tujuannya sama, yakni menguasai barang milik penanggung pajak untuk dijadikan jaminan pelunasan utang pajak.
“Pemblokiran merupakan tindakan pengamanan barang milik penunggak pajak dengan tujuan agar terhadap barang dimaksud tidak terdapat perubahan apapun,” ungkap Nurbaeti.
Dia menyampaikan pihaknya telah menjalankan penagihan secara persuasif, tetapi wajib pajak tidak beritikad baik melunasi utang pajak. Petugas pajak pun menggelar penagihan aktif dengan melayangkan Surat Teguran hingga Surat Paksa.
Karena wajib pajak tidak melunasi piutang pajak, maka Kanwil DJP Bali memblokir rekening bank secara serentak. Dia menekankan blokir hanya bisa dicabut setelah wajib pajak membayar utang pajaknya.
“Kami harap kegiatan pemblokiran rekening ini dapat memberikan efek jera. Bagi wajib pajak yang memiliki utang pajak segera lunasi agar terhindar dari blokir rekening,” imbau Nurbaeti.
Kemenkeu Blokir Ratusan Perusahaan yang Tidak Bayar PNBP
Kementerian Keuangan terus menyisir daftar perusahaan yang menunggak pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari berbagai sektor.
Pada tahap pertama, Kementerian Keuangan telah memblokir 126 perusahaan yang wajib bayar di tahun 2022 dengan nilai Rp 137,67 miliar.
“Ditahap 1 Agustus 2022 kita memblokir 83 yang wajib bayar. Di bulan Oktober ditambah ada 43 dan akhirnya pada tahun 2022 itu Rp 137,67 miliar,” kata Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari, di Jakarta, Kamis (8/6).
Penyisiran yang sama juga dilanjutkan tahun ini. Kali ini menyasar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian ESDM.
Puspa membeberkan di KLHK sudah ada 150 wajib bayar yang terjaring dan harus menyelesaikan utangnya. Dari jumlah tersebut sudah ada 60 wajib bayar yang melakukan pembayaran PNBP.
“Yang telah menyelesaikan wajib bayar ada 60 dengan nilai Rp 390 miliar. Jadi kita tunggu saja sisanya,” kata Puspa.
Sementara itu, di Kementerian ESDM terjaring 169 wajib bayar PNBP. Dari jumlah tersebut sudah ada 18 wajib bayar sudah melakukan kewajibannya dengan nilai Rp 35,78 miliar. “Jadi target kita untuk tahun 2023 saja ada 150 wajib bayar untuk KLHK dan 169 dari ESDM,” kata dia.
Advertisement
Aturan Sebelumnya
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 58/2023 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, menggantikan beleid sebelumnya yakni PMK No. 155/2021.
Dalam beleid tersebut ada 7 perubahan yang salah satunya terkait dengan penghentian layanan dan implementasi automatic blocking system (ABS). Penghentian layanan dapat diinisiasi oleh instansi pengelola PNBP atau unit eselon I Kemenkeu.
ABS dapat digunakan sebagai upaya penyelesaian piutang negara lainnya, selain PNBP. Sementara itu, pembukaan blokir dapat dilakukan segera jika ditemukan bukti atau dokumen pelunasan atas kewajiban PNBP.
Adanya sistem ini memaksa perusahaan untuk melunasi kewajiban PNBP yang selama ini belum dibayarkan. Sebab jika tidak dilunasi, maka perusahaan tersebut tidak dapat melakukan kegiatan ekspor.