Liputan6.com, Jakarta Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia mengindikasikan penyaluran kredit baru pada triwulan II 2023 meningkat. Hal tersebut tecermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penyaluran kredit baru sebesar 94,0%.
"Pertumbuhan kredit baru tersebut terjadi pada hampir seluruh jenis kredit, kecuali Kredit Investasi yang sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono dalam keterangan tertulis Kamis (20/7/2023).
Baca Juga
Advertisement
Pada triwulan III 2023, penyaluran kredit baru diprakirakan tetap terjaga tumbuh positif, terindikasi dari SBT prakiraan penyaluran kredit baru sebesar 86,3%.
Standar Penyaluran Kredit
Standar penyaluran kredit pada triwulan III 2023 diprakirakan sedikit lebih ketat dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) positif sebesar 0,1%. Kebijakan penyaluran kredit diprakirakan lebih ketat, antara lain pada suku bunga kredit dan premi kredit berisiko.
Hasil survei menunjukkan responden tetap optimis terhadap pertumbuhan kredit ke depan. Responden memprakirakan pertumbuhan kredit untuk keseluruhan tahun 2023 sebesar 10,9% (yoy), tumbuh positif meski tidak setinggi realisasi pertumbuhan kredit pada 2022 sebesar 11,4% (yoy).
Optimisme tersebut antara lain didorong oleh prospek kondisi moneter dan ekonomi ke depan serta relatif terjaganya risiko penyaluran kredit.
Kebutuhan Kredit UMKM Diproyeksi Tembus Rp 4.300 Triliun di 2026
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bekerja sama dengan EY Parthenon Indonesia meluncurkan riset berjudul Studi Pasar dan Advokasi Kebijakan UMKM Indonesia.
Riset tersebut mengelompokkan UMKM di Indonesia menjadi empat segmentasi yang lebih rinci untuk mendukung pengambilan kebijakan bagi pemangku kepentingan demi memperkuat pertumbuhan ekonomi melalui peranan UMKM.
Sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko mengatakan, dari riset tersebut diperoleh beberapa temuan yang menarik, salah satunya mengenai kredit gap.
"Dari riset ini ada beberapa temuan menarik terkait segmentasi UMKM yang dapat mendukung pengambilan kebijakan berdasarkan tingkat literasi agar penyaluran pendanaan dapat tepat sasaran," kata Sunu dalam peluncuran riset, Jumat (14/7/2023).
Sunu mengungkapkan, berdasarkan hasil riset EY, total kebutuhan pembiayaan UMKM pada 2026 diproyeksikan mencapai Rp 4.300 triliun dengan kemampuan suplai saat ini sebesar Rp 1.900 triliun.
Artinya, masih terdapat selisih Rp 2.400 triliun total pembiayaan sektor UMKM. Sehingga pda sektor ini diprediksi memiliki pertumbuhan kurang lebih 7 persen dari periode 2022 hingga 2026. Hal ini menyebabkan kredit gap akan terus bertambah.
"Jadi, selama ini sebelum ada riset ini, AFPI pelaku usaha menilai kredit gap yang diterbitkan bank dunia itu semakin mengecil, karena kita beranggapan telah membantu memberikan pinjaman ke unbankable, ternyata hasil dari riset ini menyatakan sebaliknya gap itu semakin besar," ujarnya.
Kemudian riset ini juga menemukan kontribusi pembiayaan industri Fintech lending pada 2026 diprediksi hanya sebesar 1 persen dari total suplai dan tumbuh dengan laju 0,1 persen.
Advertisement
Fintech Lending
Dengan demikian, kemampuan fintech lending untuk industri ini masih kecil. Hal ini disebabkan karena belum merata dan rendahnya literasi keuangan dan literasi digital diberbagai daerah di Indonesia, serta belum terbentuk ekosistem regulasi dan operasi bagi Fintech lending untuk mendukung model bisnis dan pangsa pasar mereka.
"Untuk itu perlu ditingkatkan perubahan kebijakan seperti insentif pendanaan yang menarik atau peningkatan limit penyediaan pendanaan platform fintech untuk meningnkatkan pasokan pembiayaan," ujarnya.
Menurut dia, dengan adanya hasil riset UMKM ini, fintech lending diharapkan bisa memainkan pernananya lebih besar, karena aktivitas platformnya lebih cocok untuk UMKM, yakni mudah diakses.
"Para penyelenggara fintech lending AFPI bisa menyalurkan pendanaan tepat sasaran, seiring segementasi UMKM yang lebih rinci dengan menambahkan instrumen literasi digital dan literasi keuangan, sehingga menjadi sumbangsih nyata industri Fintech terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," pungkasnya.