Awas, Masalah Ketahanan Energi Bisa Bikin Kacau Negara ASEAN

Kepentingan negara anggota ASEAN adalah mengamankan ketahanan energi, agar tidak terjadi kekacauan di semua negara Asia Tenggara.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Jul 2023, 11:30 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2023, 11:30 WIB
Ilustrasi energi.
Kepentingan negara anggota ASEAN adalah mengamankan ketahanan energi, agar tidak terjadi kekacauan di semua negara Asia Tenggara. (Photo by Pixabay on Pexels)

Liputan6.com, Jakarta Untuk membahas kolaborasi terkait pertumbuhan bisnis energi di kawasan Asia Tenggara, Kementerian ESDM RI bekerja sama dengan ASEAN Centre for Energy (ACE) menginisiasi acara tahunan ASEAN Energy Business Forum (AEBF) 2023 di Bali, Indonesia pada 24-26 Agustus 2023.

Forum yang mengambil tema "Percepatan Konektivitas Energi untuk Mencapai Pertumbuhan Berkelanjutan ASEAN" in penting karena sejalan dengan visi Keketuaan Indonesia yang ingin menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan dan dunia.

Executive Director of ACE Nuki Agya Utama mengatakan di tengah menguatnya arus transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan (EBT), peran ACE sebagai think tank ASEAN di bidang energi menjadi semakin relevan dan penting, utamanya untuk membahas mengenai membahas isu-isu energi yang krusial dan punya dampak penting bagi Asia Tenggara.

“Melalui AEBF ini, kami menjadi jembatan untuk mempertemukan pebisnis dan industri bidang energi dengan pemerintah negara anggota ASEAN sekaligus akademisi untuk membahas isu dan melakukan kerja sama serta kolaborasi terkait energi, baik itu soal teknologi, suplai, keamanan maupun pengetahuan baru demi kepentingan kawasan,” jelasnya, Kamis (27/7/2023).

Lebih lanjut, Nuki mengatakan, kepentingan negara anggota ASEAN adalah mengamankan ketahanan energi, agar tidak terjadi kekacauan di semua negara Asia Tenggara. Negara anggota ASEAN, kata Dr. Nuki, harus terus meningkatkan ekosistem investasi dan menjadikan prioritas transisi di negara masing-masing dan di regional sehingga terwujud ketahanan energi.

“Hal ini penting karena kita akan menjadi kawasan terbesar keempat di dunia 10-15 tahun ke depan. Jadi kita gak bisa mengabaikan suplai energi yang stabil, murah dan aksesnya mudah. Jadi, AEBF ini ingin mencari solusi terkait keamanan energi, keterjangkauan dan akses energi serta energi yang berkelanjutan,” kata Dr. Nuki.

Energi Nuklir

Soal energi berkelanjutan, ACE melihat tidak harus energi baru terbarukan (EBT). Nuklir yang aman dan punya kemungkinan untuk digunakan juga menjadi pembahasan.

Pasalnya, hasil studi ACE, beberapa teknologi EBT seperti solar cell dan energi angin belum cocok digunakan sebagai sumber utama energi di ASEAN, karena sifatnya yang intermiten serta kendala utama tentang kesiapan infrastruktur grid yang masih belum cukup besar kapasitasnya dan belum terkoneksi secara masif.

“Jadi ini juga soal suplai dan keberlangsungan. Untuk Asia Tenggara, kami menyepakati persoalan energi ini harus diselesaikan melalui keunggulan sumber energi di masing-masing negara dan kawasan. Asia Tenggara ini kaya akan sumber air dan geothermal, ini yang bisa dikembangkan, juga biofuel dan biomassa,” jelas Dr. Nuki.

 

Energi Berkelanjutan

Ilustrasi turbin angin, salah satu sumber energi hijau.
Ilustrasi turbin angin, salah satu sumber energi hijau. Dok: Kedubes Inggris di Jakarta

Forum AEBF ini juga untuk mengkomunikasikan kepada masyarakat ASEAN, bahwa kita memiliki banyak pilihan energi berkelanjutan, yang tidak harus mengikuti tren EBT di Eropa atau kawasan luar untuk secara perlahan melepaskan diri dari ketergantungan akan migas. Selain diikuti oleh orang-orang penting terkait energi dari Asia Tenggara, AEBF ini juga mengundang perusahaan raksasa dari Rusia, AS, China dan Jepang.

Menurut Dr. Nuki, strategi mengundang mitra dari luar kawasan untuk alih teknologi atau belajar pengetahuan baru. Perang antara negara besar, katanya, punya dampak geopolitik dan geoekonomi. Asia Tenggara ini jadi tempat yang netral sehingga kita bisa mengundang semua negara yang berseteru demi keuntungan kawasan.

Pasalnya, transisi energi yang berkelanjutan di ASEAN membutuhkan pendanaan yang besar sehingga perlu investasi dan kerja sama bisnis. Selain itu, tantangan lainnya seperti bagaimana memobilisasi investasi sistem energi yang besar, memastikan transisi berhasil secara teknis, dan bagaimana memaksimalkan peluang ekonomi, dan meminimalkan gangguan sosial.

Pelaksanaan AEBF juga bersamaan dengan the 41st ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) dan the 3rd ASEAN International Conference on Energy and Environment (AICEE). Penyatuan konferensi-konferensi ini untuk memperkuat dampak dan signifikansinya, terutama dalam membangun hubungan, dan upaya kerja sama yang memperkuat posisi ASEAN sebagai wilayah yang dinamis dan berpengaruh dalam lanskap energi global.

Untuk melengkapi penyelenggaraan AEBF, ACE juga menggelar Green Transport Rally (GTR) yang memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran akan dampak positif lingkungan dan efisiensi energi dari kendaraan listrik dan opsi transportasi berkelanjutan lainnya, seperti kendaraan berbahan bakar biofuel.

Dr. Andy Tirta, Manager of Corporate Affair ACE yang juga Chairman of AEBF mengatakan dalam GTR ini berbagai jenis kendaraan akan melakukan perjalanan darat dari Jakarta ke Bali, mempromosikan inovasi dan memajukan perjalanan ASEAN menuju lanskap transportasi yang lebih hijau.

 

Penghargaan Energi ASEAN

Kementerian ESDM RI bekerja sama dengan ASEAN Centre for Energy (ACE) menginisiasi acara tahunan ASEAN Energy Business Forum (AEBF) 2023 di Bali, Indonesia pada 24-26 Agustus 2023.
Kementerian ESDM RI bekerja sama dengan ASEAN Centre for Energy (ACE) menginisiasi acara tahunan ASEAN Energy Business Forum (AEBF) 2023 di Bali, Indonesia pada 24-26 Agustus 2023.

Tidak hanya itu saja, AEBF juga akan menyelenggarakan pemberian Penghargaan Energi ASEAN untuk mengakui para pelaku industri atas kontribusi mereka terhadap pengembangan sektor energi serta ASEAN Energy Youth Award yang memberikan penghargaan bagi anak-anak muda yang juga sudah mengembangkan energi berkelanjutan di kawasan.

Menurut Dr. Andy, di tengah ketegangan yang terjadi di Eropa, Asia Tenggara tetap harus menjaga stabilitas politik dan ekonominya. Mengedepankan kolaborasi, kerja sama dan interkonektivitas menjadi hal yang sangat penting demi kemajuan Asia Tenggara, terutama di bidang energi.

“Energi menjadi katalis damai, bukan untuk alasan perang. Jika kita mengedepankan interkonektivitas. Ketahanan energi yang murah dan terjangkau akan kita dapatkan. Untuk itu, juga diperlukan analisis pembiayaan inovatif dan skala besar, mulai dari sumber pembiayaan publik dan swasta, dialog dan aksi lebih lanjut antara investor institusional, Multilateral Development Banks, institusi pembiayaan lain dan industri. AEBF ini merupakan wadahnya, jadi nanti juga bisa ada Business Matching antara pebisnis dan pemerintah atau sesama pebisnis,” tambah Dr. Andy.

Senada dengan Dr Nuki dan Dr Andy, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Ir. Wanhar mengatakan sangat mendukung adanya upaya kerja sama antarnegara dalam menciptakan kerja sama dan interkonektivitas terkait ketahanan energi yang berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara, terutama melalui AEBF ini.

"AEBF adalah satu-satunya pameran dan konferensi resmi ASEAN terkait energi yang melibatkan pembuat kebijakan regional, internasional, maupun pelaku bisnis. Potensi sumber daya energi yang beragam dan melimpah di kawasan ASEAN harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat serta menjaga ketahanan serta keamanan energi agar ekonomi dan bisnis kawasan terus bertumbuh," jelas Ir. Wanhar.

Infografis
Infografis Hemat Listrik, Kantong Aman Bumi Senang. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya