Bahaya, Ternyata Kenaikan Suku Bunga The Fed Belum akan Berhenti

Jerome Powell : Inflasi AS belum berada di tingkat yang nyaman bagi para pengambil kebijakan dan The Fed.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 28 Agu 2023, 14:20 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2023, 14:20 WIB
Wall Street
Pedagang bekerja di New York Stock Exchange saat Ketua Federal Reserve Jerome Powell berbicara setelah mengumumkan kenaikan suku bunga di New York, Amerika Serikat, 2 November 2022. (AP Photo/Seth Wenig)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell memberikan sinyal bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Fed masih akan tetap waspada dengan kenaikan angka inflasi. Ia melihat bahwa kenaikan suku bunga tambahan mungkin masih bisa terjadi untuk menahan laju inflasi.

Melansir CNBC International, Senin (28/8/2023) Powell mengakui bahwa ada kemajuan telah dicapai dengan kebijakan yang telah dijalankan selama ini. Namun, The Fed akan berhati-hati dalam mengambil langkah selanjutnya.

Angka Inflasi AS saat ini memang belum berada di tingkat yang nyaman bagi para pengambil kebijakan sehingga pelaku pasar perlu mewaspadai berbagai kebijakan yang kemungkinan akan keluar.

Dia mencatat bahwa The Fed akan tetap fleksibel ketika mempertimbangkan langkah lebih lanjut. Sayangnya, Powell tidak memberikan indikasi bahwa mereka siap untuk memulai pelonggaran dalam waktu dekat.

"Meskipun inflasi telah turun dari puncaknya, sebuah perkembangan yang menggembirakan. Namun inflasi masih terlalu tinggi,” kata Powelll, dalam pidato yang disiapkan untuk pertemuan tahunan Bank Sentral Kansas City di Jackson Hole, Wyoming.

"Kami siap untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut jika diperlukan, dan bermaksud untuk mempertahankan kebijakan pada tingkat yang ketat sampai yakin bahwa inflasi akan bergerak turun secara berkelanjutan menuju tujuan kami," ungkapnya.

Pidato tersebut mirip dengan pernyataan Powell tahun lalu di Jackson Hole, di mana ia mengaku adanya sedikit kesulitan yang mungkin terjadi karena The Fed terus berupaya untuk menurunkan inflasi ke targetnya sebesar 2 persen.

"Angka inflasi inti bulanan yang lebih rendah pada bulan Juni dan Juli merupakan hal yang baik, namun data yang baik selama dua bulan hanyalah permulaan dari apa yang diperlukan untuk membangun keyakinan bahwa inflasi bergerak turun secara berkelanjutan menuju tujuan kami," katanya.


Risiko Dua Sisi

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Powell juga mengakui bahwa risiko dalam suku bunga mempunyai dua sisi, yaitu bahaya jika melakukan terlalu banyak dan terlalu sedikit.

"Melakukan tindakan yang terlalu sedikit akan membuat inflasi di atas target menjadi mengakar dan pada akhirnya memerlukan kebijakan moneter untuk menekan inflasi yang lebih persisten dari perekonomian yang berdampak tinggi terhadap lapangan kerja," kata Powell.

"Melakukan terlalu banyak hal juga dapat menimbulkan kerugian yang tidak perlu terhadap perekonomian. Seperti yang sering terjadi, kami bernavigasi berdasarkan bintang di bawah langit mendung," jelasnya.

Pasar bergejolak setelah pidato Powell, namun saham-saham du AS menguat di kemudian hari dan imbal hasil Treasury sebagian besar naik. Pada tahun 2022, saham anjlok setelah pidato Powell di Jackson Hole.


BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di 5,75%

BI Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen
Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan penjelasan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/6/2019). RDG Bank Indonesia 19-20 Juni 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 23-24 Agustus 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75% ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1% pada 2024.

"Fokus kebijakan moneter diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global," jelas dia Kamis (24/8/2023).

Sementara itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik, kebijakan makroprudensial longgar terus diarahkan untuk memperkuat efektivitas pemberian insentif likuiditas kepada perbankan guna mendorong kredit/pembiayaan dengan fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata dan pembiayaan inklusif dan hijau.

Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran terus didorong untuk perluasan inklusi ekonomi dan keuangan digital. Penguatan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran Bank Indonesia tersebut terus diarahkan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.


Bauran Kebijakan

BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5 Persen
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan sebagai berikut:

Memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas dengan fokus pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF);

Menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai instrumen OM (kontraksi) yang pro-market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying.

Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga perbankan pada Sektor Perumahan dan Pariwisata

Mengakselerasi digitalisasi sistem pembayaran untuk memperluas ekosistem ekonomi dan keuangan digital, dengan:Implementasi kebijakan QRIS Tarik Tunai, Transfer, dan Setor Tunai (TUNTAS) bersama dengan industri; dan

Implementasi uji coba QRIS antarnegara dengan Singapura;Menyukseskan Keketuaan ASEAN 2023 khususnya melalui jalur keuangan, dengan 5 (lima) fokus pencapaian, yaitu terkait bauran kebijakan, local currency transaction, regional payment connectivity, inklusi keuangan, dan strengthening ASEAN finance process.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya