Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan komposisi pemegang saham terbaru PT Vale Indonesia Tbk (INCO), selepas Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co Ltd (SMN) sepakat melepas 14 persen kepemilikannya kepada Holding BUMN Pertambangan, MIND ID.
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengatakan, angka 14 persen tersebut sesuai dengan proposal divestasi yang disodorkan Vale Indonesia.
Baca Juga
"Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining memiliki kewajiban sebesar 11 persen, dan menawarkan lebih tinggi menjadi 14 persen," ujar Wafid dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (29/8/2023).
Advertisement
Komposisi Pemegang Saham PT Vale Indonesia
Berikut komposisi pemegang saham PT Vale Indonesia Tbk selepas Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining mendivestasi 14 persen kepemilikannya:
- MIND ID dari 20 persen menjadi 34 persen sebagai pemegang saham terbesar
- Vale Canada Ltd sebanyak 43,79 persen menjadi 33,29 persen
- Publik sebesar 20,64 persen
- Sumitomo Metal Mining dari 15,03 persen menjadi 11,53 persen
- Vale Japan Limited, 0,54 persen
Lebih lanjut, Wafid mengutarakan, proses pengembangan usaha akan berada di bawah dewan komisaris untuk mempercepat pengembangan proyek ke depan.
"Vale Canada memberikan kendali operasional PT Vale, direktur operasi dan kesepakatan rencana bisnis jangka panjang," imbuhnya.
Namun, ia mengabarkan, sejauh ini belum tercapai kesepakatan harga dari pelepasan 14 persen saham Vale Indonesia tersebut. "Sepanjang para pihak belum mendiskusikan terkait dengan harga, Vale Canada dan SMN fleksibel mengenai harga sebagai bagian dari paket kesepakatan yang luas," kata Wafid.
Mineral Kritis Kunci Energi Masa Depan, Sayang Pasokan Tipis
Sebelumnya, Direktur Program Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno, menilai mineral kritis akan memegang peranan yang sangat vital dan strategis bagi seluruh negara. Khususnya dalam mendukung era transisi energi dari energi fosil menjadi energi terbarukan.
"Mineral Kritis sebagai bahan baku industri pembuatan panel surya, turbin angin, dan industri baterai yang digunakan untuk kendaraan listrik, dan juga storage untuk pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT)," jelasnya dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (27/8/2023).
Mineral Kritis, sambung Tri, juga memiliki nilai yang sangat tinggi karena sulit ditemukan, diekstraksi dalam jumlah yang ekonomis, serta tidak mudah digantikan dengan logam atau bahan lain.
Dengan vital dan tingginya nilai mineral kritis tersebut, Tri mengatakan, kebutuhan mineral kritis akan meningkat secara signifikan. Sehingga timbul menjadi suatu tantangan dalam hal penyediaan pasokan mineral kritis di tingkat global.
"Tantangan lainnya adalah bagimana kita dapat eksplorasi lebih jauh sumber daya mineral kritis yang ada, dengan konfigurasi geologi di Kawasan ASEAN," ujar Tri.
Menurut dia, hilirisasi mineral di ASEAN juga menjadi tantangan lain, dimana negara-negara ASEAN harus menguasai teknologi pemurnian mineral untuk membantu pengembangan hilirisasi di masa depan.
Â
Advertisement
Kolaborasi ASEAN
Untuk menghadapi hal tersebut, maka diperlukan kolaborasi negara-negara di ASEAN. Mengingat negara anggota ASEAN merupakan negara yang dikenal memiliki beragam jenis deposit mineral dan potensi yang sangat besar, untuk berbagi praktik kebijakan, mengidentifikasi bidang-bidang utama, memaksimalkan sumber daya alam dan cadangan yang dimiliki.
"Serta dengan mendiskusikan peluang kerja sama regional yang lebih besar, dengan tujuan untuk membuka potensi mineral kritis di kawasan ASEAN," imbuh dia.
Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan, pihaknya selaku Holding BUMN industri pertambangan di Indonesia ditugaskan pemerintah untuk mengelola dan hilirisasi sumber daya mineral mineral. Kemudian, ikut menjadi bagian dalam transisi energi, dengan menjaga rantai pasok komoditas yang dihasilkan dari mineral kritis, yang merupakan bahan baku dalam pengembangan EBT.
Oleh karena itu, Hendi menyatakan, tantangan yang ada dalam pengelolaan mineral kritis harus bisa dijadikan peluang besar untuk mewujudkan ketahanan energi ke depan.
"Dalam menghadapi tantangan geografis dan teknologi dari mineral kritis dan ekonomi sirkular untuk ekstraksi total, kolaborasi dan/atau aliansi negara-negara yang kaya akan mineral dan teknologi diperlukan untuk membangun industri energi bersih yang tangguh dan berkelanjutan," tuturnya.