Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi merilis Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembunaan, dan Pengawasan Pelaku Isaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Aturan ini melarang social commerce atau media sosial yang sekaligus beroperasi menjadi wadah transaksi jual beli online seperti TikTok Shop untuk beroperasi. Jika TikTok Shop ingin melanjutkan usaha maka wajib untuk mengurus izin baru.
Baca Juga
Staf Khusus Menteri koperasi dan UKM (MenKopUKM) Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari menjelaskan, platform seperti TikTok menjalankan bisnis media sosial dengan e-commerce secara bersamaan sangat berbahaya. Setidaknya ada empat alasan, yang membuat sebuah platform dilarang menjalankan bisnis tersebut secara bersamaan.
Advertisement
Pertama, sebuah platform bisa memonopoli pasar. Ironisnya, monopoli alur traffic dijalankan tanpa disadari oleh pengguna. Mereka diarahkan untuk membeli produk tertentu tanpa mereka sadar.
"Monopoli terjadi apabila ada platform yang mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pasar, penetapan harga yang tidak adil, perlakuan yang berbeda, dan penetapan harga diskriminatif berdasarkan data yang dipunyai," kata Fiki lewat keterangan resminya di Jakarta, Senin (2/10/2023).
Kedua, platform seperti TikTok Shop bisa memanipulasi algoritma. Platform yang memiliki media sosial dan e-commerce secara bersamaan bisa dengan mudah mendorong produk asing tertentu untuk muncul terus menerus di media sosial pengguna dan di saat bersamaan mempersulit produk lokal untuk muncul di media sosial.
"Manipulasi algoritma ini memungkinkan platform untuk menguntungkan satu produk dan di saat bersamaan mendiskriminasi produk lainnya," tegas Fiki.
Ketiga, platform layaknya TikTok Shop bisa memanfaatkan traffic. Mengingat,. edia sosial mempunyai traffic yang sangat besar dan saat ini dapat dimanfaatkan menjadi navigasi atau trigger dalam pembelian di e-commerce. Trigger pembelian ini tidak boleh ditangkap oleh e-commerce yang berada dalam satu platform dengan media sosial. Jika ini terjadi, maka tidak ada equal playing field dalam industri digital di Indonesia.
Keempat, perlindungan data. Jika berkaca kepada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, pemrosesan data pribadi dilakukan sesuai dengan tujuannya. Karena media sosial tujuannya untuk hiburan, maka data yang didapat dari situ tidak untuk diperdagangkan.
"Data demografi pengguna dan agregat pembelian sangat memungkinkan untuk diduplikasi sebagai basis pembuatan produk sendiri atau terafiliasi oleh platform yang menjalankan bisnis secara bersamaan," ucap Fiki.
Â
Persaingan Dagang Tidak Sehat
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan hal senada. Bhima menyebut, sebuah platform memang sudah sewajarnya untuk dilarang menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan. Jika tidak diatur, berpotensi menghadirkan persaingan dagang yang tidak sehat.
"Kalau di luar negeri memang dipisah, jadi sosial media dan e-commerce itu dipisah atau tidak jadi satu," kata dia.
Bhima menekankan, pemisahan ini diperlukan salah satunya untuk menjaga keamanan data. Penyalahgunaan data akan lebih sulit dilakukan jika terbagi di dua platform berbeda. Selain itu, pengawasan yang dilakukan juga dapat lebih optimal karena tidak tumpang tindih.
Tak hanya itu, pemisahan platform TikTok Shop juga tidak bisa lagi memanfaatkan algoritma media sosialnya untuk berjualan. “Setidaknya algoritma media sosial tidak diarahkan untuk kepentingan penjualan barang di e-commerce," jelas Bhima.
Diketahui, Pemerintah baru saja mengesahkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Regulasi anyar ini salah satunya mengatur tentang pemisahan bisnis antara media sosial dan e-commerce atau social commerce.
Dengan disahkannya regulasi ini, sosial commerce seperti TikTok Shop hanya diperbolehkan sebagai sarana untuk memberikan penawaran barang dan atau jasa. "PPMSE dengan model bisnis Social-Commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada Sistem Elektroniknya," bunyi Pasal 21 ayat (3).
Advertisement
TikTok Shop Harus Tutup 3 Oktober 2023, Ini Sanksinya Jika Ngeyel
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah merilis Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembunaan, dan Pengawasan Pelaku Isaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Dalam aturan ini dipastikan melarang social commerce atau media sosial yang sekaligus beroperasi menjadi wadah transaksi jual beli online seperti TikTok Shop untuk beroperasi jika tak mengurus izin baru. Mendag memberikan toleransi selama satu pekan sejak aturan tersebut diundangkan pada Selasa 26 September 2023.
Lantas apa sanksi bagi TikTok Shop jika tetap nekat berjualan di platform TikTok pada 3 Oktober 2023?
Zulkifli Hasan mengaku akan melayangkan surat kepada TikTok Shop untuk diproses lebih lanjut jika nekat mengabaikan ultimatum tersebut. "Ya tentu kita kirim surat dan nanti untuk diproses," ujarnya kepada awak media di Pasar Asemka, Jakarta Barat, Jumat (29/9/2023).
Ia meyakini TikTok Shop akan taat terhadap aturan pemerintah sebagaimana diatur dalam Permendag 31 tahun 2023. Dia menekankan, pemerintah tidak menutup TikTok Shop berjualan, namun tidak memperbolehkan melakukan aktivitas penjualan dalam satu platform bersama TikTok.
"Saya percaya semua akan ikut aturan," ujarnya meninggalkan awak media.
Mengutip Pasal 50 ayat 2 Permendag 31 2023, berikut alur pemberian sanksi bagi pelaku perdagangan elektronik yang melanggar ketentuan pemerintah:
- peringatan tertulis;
- dimasukkan dalam daftar prioritas pengawasan;
- dimasukkan dalam daftar hitam;
- pemblokiran sementara layanan PPMSE dalam negeri dan/atau PPMSE luar negeri oleh instansi terkait yang berwenang; dan/atau
- pencabutan izin usaha.