Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2023 turun 4 poin menjadi 34 dari sebelumnya 38 pada 2021. Dengan penurunan Indeks Persepsi Korupsi tersebut, Indonesia berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.
"Indeks persepsi korupsi Indonesia seperti yang tadi disampaikan dalam video kaledoskop juga menurun. Jadi, di tahun 2023 itu skornya 34, kita turun dari 2021 dan 2022 dan peringkat kita juga turun di level ASEAN," kata Ketua Dewan Audit OJK, Sophia Wattimena, dalam acara RISK & GOVERNANCE SUMMIT TAHUN 2023 di Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Baca Juga
Sebagai informasi, skor IPK mulai dari 0 hingga 100. 0 artinya sangat korup sementara 100 sangat bersih.
Advertisement
Menurutnya, melihat skor IPK di Indonesia tahun 2023 turun diperlukan perhatian bersama, dan diperlukan kolaborasi dengan Kementerian lembaga dan seluruh pihak yang terkait untuk memperbaiki hal tersebut agar lebih baik.
Adapun berdasarkan data KPK sejak tahun 2004 hingga November 2023 terdapat 1.479 tindak pidana korupsi yang telah ditangani. Dari jumlah kasus tersebut, didominasi oleh kasus penyuapan 65,34 persen.
Sementara, sisanya adalah tindakan korupsi pengadaan barang dan jasa 22,36 persen, penyalahgunaan anggaran 3,85 persen, pencucian uang 3,99 persen, pemerasan 1,89 persen, perizinan 1,9 persen, dan perintangan penyidikan 0,88 persen.
Lebih lanjut, Sophia menyebutkan terdapat 5 faktor psikologis yang mempengaruhi seseorang melakukan tindak pidana korupsi atau pelanggaran integritas.
"Kalau kita melihat apa triggernya. Nah, kita melihat dari penelitian yang salah satunya diterbitkan di tahun 2020 oleh Rahayu Ningsih suharyadi, dan Hadi, faktor psikologis yang mempengaruhi pelanggaran integritas ini Top 5," ujarnya.
Diantaranya, pertama, rendahnya religiusitas. Kedua, nilai dan integritas moral yang rendah. Ketiga, motivasi eksternal atau kekuasaan yang tinggi. Keempat, gaya hidup mewah hedonis. Kelima, kebahagiaan yang rendah.
"Hal ini menandakan bahwa nilai moral dan etika masih menjadi tantangan utama di negara kita yang tercinta ini dan khususnya juga industri jasa keuangan," pungkasnya.
Jaksa Agung Ungkap 10 Sektor Rawan Korupsi, Ini Daftarnya
Sebelumnya, Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah mengindentifikasi 10 sektor yang rawan terjadinya tindak pidana korupsi.
Hal ini disampaikan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rapat konsultasi dengan Anggota Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (BAP DPD RI) di Jakarta, Rabu, 15 November 2023.
Jaksa Agung merinci kesepuluh sektor yang dimaksud yakni, sektor perdagangan barang dan jasa, keuangan dan perbankan, perpajakan, minyak dan gas (migas), sektor BUMN/BUMD, kepabeanan dan cukai, penggunaan APBN/APBD dan APBN-P/APBD-P, aset negara/daerah, kehutanan dan pertambangan, dan sektor pelayanan umum.
"Ini menjadi perhatian utama bagi kami di Kejaksaan Agung beserta jajaran di daerah," kata Burhanuddin dalam keterangannya dilansir Antara, Kamis, 16 November 2023.
Meski demikian, kata Burhanuddin, dalam pencegahan tindak pidana korupsi yang terpenting adalah mitigasi terhadap kerugian negara.
"Sehingga tidak diperlukan adanya penindakan yang selama ini kami lakukan," ujar ST Burhanuddin.
Â
Advertisement
Mitigasi Kerugian Negara
Jaksa Agung Burhanuddin menuturkan, pola pencegahan terhadap kerugian negara dapat menggunakan instrumen Legal Assistance, Legal Opinion, dan Legal Audit. Selain itu, pengamanan dari bidang intelijen turut dilakukan sebagai bentuk mitigasi terkait munculnya potensi kerugian negara.
Seperti yang dibahas dalam rapat konsultasi dengan BAP DPD RI dalam rangka menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHPÂ BPK) yang berindikasi kerugian negara.
Dalam pertemuan tersebut, Jaksa Agung menerima rombongan anggota BAP DPD RI yang dipimpin olah Tamsil Linrung.
Burhanuddin menyambut baik dan mengapresiasi kedatangan anggota BAP DPD RI dalam rangka pertukaran informasi mengenai penegakan hukum yang terkait dengan tindak pidana korupsi yang merugikan negara.
"Selama ini dalam hal perhitungan kerugian negara, Kejaksaan telah bersinergi dengan BPK RI dan BPKP yang telah berjalan lancar, sehingga tugas-tugas penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi dapat berjalan dengan baik," ujar Jaksa Agung.
Kehadiran BAP DPD RI menambah harapan Jaksa Agung agar semua pihak mendukung Kejaksaan RI dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja Kejaksaan.