Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan membatasi penangkapan ikan berbasis kuota mulai musim tangkapan tahun 2025 mendatang. Langkah ini disebut-sebut sebagai upaya untuk menjaga keberlanjutan dari sumber daya yang ada di Indonesia.
KKP setidaknya merujuk pada China yang dinilai sukses dalam menjalankan kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota. Maka, upaya serupa rencananya diterapkan juga di Tanah Air.
Baca Juga
Analis Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita melihat perlu ada perhatian serius dari pemerintah menjelang penerapan kebijakan ini. Pasalnya, penangkapan ikan yang dilakukan nelayan saat ini sudah menjadi kebiasaan dan kenyamanan. Khawatirnya, ketika dibatasi malah akan mengganggu siklus tadi.
Advertisement
"Karena di Indonesia, membatasi tangkapan melayan sama dengan mengganggu kehidupan ekonomi nelayan. Artinya, tidak bisa ujuk-ujuk dilarang atas nama keberlanjutan atau sustainability," kata dia kepada Liputan6.com, Sabtu (9/12/2023).
"Pemerintah harus bisa menelurkan kebijakan ekonomi biru yang justru bisa menyejahterakan nelayan, bukan malah memiskinkan mereka," imbuhnya.
Ronny memandang, upaya yang bisa dilakukan pemerintah pada tahap awal adalah mendalami persoalan perikanan dan kelautan secara lebih serius. Misalnya, dalam konteks pembatasan, pemerintah bisa lebih dulu membatasi dengan kuota penangkapan di salah satu jenis ikan.
Guna menentukan jenis ikan mana yang dibatasi lebih dulu, perlu juga didasari dengan kajian yang lebih mendalam.
"Bisa dimulai dengan satu jenis ikan dulu, yang jumlahnya sudah sangat sedikit, tapi sangat dibutuhkan. Untuk mengetahui itu, tentu diperlukan penelitian mendalam. Sementara untuk jenis ikan yang suplainya berlimpah, regenerasi dan reproduksinya cepat, bahkan lebih banyak dibanding demand, rasanya tak perlu dibatasi dulu," tutur dia.
Sasar Ikan yang Terancam Punah
Ronny memberi contoh, pembatasan penangkapan ikan jenis tuna sirip biru di Amerika Serikat yang sukses jadi cara menjaga populasi ikan tersebut. Berkaca dari situ, pembatasan di Indonesia dinilai perlu lebih dulu melihat jenis ikan yang terancam punah tapi tetap dibutuhkan.
"Jadi pendeknya menurut saya, pembatasan sebaiknya diberlakukan untuk jenis ikan yang memang sedang terancam punah, yang regenerasi dan reproduksinya juga lama di satu sisi," kata dia.
"Tapi di sisi lain, pemerintah harus bisa memberikan solusi untuk nelayan yang terimbas karena pembatasan penangkapan ikan tersebut, solusinya di berbagai sisi, agar nelayannya tetap bisa sejahtera," sambung Ronny.
Â
Penangkapan Dibatasi 2025
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunda pembatasan penangkapan ikan dengan kuota menjadi 2025 mendatang. Langkah ini disebut jadi relaksasi dan memperluas upaya sosialisasi.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.1954/MEN-KP/XI/2023 tentang Relaksasi Kebijakan pada Masa Transisi Pelaksanaan Penangkapan Ikan Terukur.
Plt. Dirjen Perikanan Tangkap, Agus Suherman menjelaskan, relaksasi kebijakan penangkapan ikan terukur dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan pelaksanaan, masa transisi dan masukan dari para pemangku kepentingan.
Tujuannya agar perbaikan tata kelola perikanan tangkap yang dilaksanakan dapat memberikan dampak bagi keberlanjutan dari aspek biologi, ekologi, sosial dan ekonomi.
"Penerapan ketentuan mengenai kuota penangkapan ikan dan sertifikat penangkapan ikan terukur tahun 2024 ditunda dan akan dilaksanakan pada musim penangkapan ikan tahun 2025," kata dia dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Sabtu (9/12/2023).
Maka, pengelolaan penangkapan ikan dan pemungutan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) berdasarkan kuota untuk kapal perikanan yang perizinanannya diterbitkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan Gubernur belum dilaksanakan di tahun 2024. Awalnya, aturan ini bakal diterapkan pada 2024 dengan pengenalan regulasi sejak awal 2023 lalu.
KKP sendiri memandang penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) bisa menjaga keberlangsungan ikan di wilayah tangkap. Lebih dari itu, hal ini sebagai upaya pencegahan terjadi eksploitasi berlebih.
Â
Advertisement
Ketentuannya
Dalam beleid surat efara tadi, ada beberapa ketentuan yang masih diperbolehkan selama periode relaksasi kebijakan.
Pertama, Penggunaan Pelabuhan Pangkalan masih dapat menggunakan pelabuhan pangkalan sesuai dengan domisili usaha atau domisili tempat tinggal.
Kedua, Ketentuan alih muatan berdasarkan SE Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: B.1049/MEN-KP/VII/2023
Pangajuan perubahan format Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) untuk perizinan yang diterbitkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan paling lambat 31 Desember 2023, sedangkan untuk kewenangan Gubernur dilakulan secara bertahap paling lambat 31 Desember 2024.