Liputan6.com, Jakarta Harga batu bara ICE Newcastle kontrak Januari 2024 melemah 0,36 persen menjadi USD 153,1 per ton. Penurunan harga batu bara ini diprediksi akan terus terjadi di tahun depan akibat beberapa faktor.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Indonesia (UI) Berly Martawardaya mengatakan, program transisi energi tampaknya baru akan terasa dampaknya setelah 2025. Pasalnya, beberapa negara besar seperti Amerika Serikat dan India masih harus menahan kenaikan harga saat hajatan pemilu.
Baca Juga
"Prediksi awal saya sih harga masih sekitar USD 110-130. Jadi tidak di bawah USD 100," ujar Berly dalam webinar Road to IMEC 2023, Selasa (12/12/2023).
Advertisement
Berly menilai, harga puncak batu bara sudah dilalui ketika terjadi kenaikan di atas USD 300 per ton pada masa pandemi Covid-19. Namun, tensi geopolitik khususnya antara Ukraina dan Rusia membuat harga batu bara perlahan melorot.
"Kita sudah memasuki di post peak. Jadi peak-nya biasanya lebih lama, tapi dipercepat kemarin karena kombinasi dengan tensi-tensi geopolitik khususnya di Ukraina," terang dia.
Selain itu, ia turut menyoroti rencana barat untuk melepas relasi ekonomi dengan China atau decoupling. Kendati begitu, kekuatan mekanisme pasar tidak serta merta mendukung rencana pemisahan ekonomi itu.
"Jadi saat ini posisi dimana produksi meningkat, tapi exces dan penned up demand-nya sudah lewat. Walaupun, dengan movement out of China juga membutuhkan energi, tapi turunnya tidak jauh. Tapi tren menurun saya amati akan terjadi di 2024," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia juga mencermati proses pemulihan pasca pandemi di negara berkembang yang masih ditenagai oleh energi fosil. Meskipun negara seperti Indonesia juga sudah berkomitmen untuk beralih menuju renewable energy, namun itu masih memerlukan waktu lebih lama ketimbang Uni Eropa atau Amerika Serikat yang punya kekuatan dana.
"Jadi ini warning, bahwa memang transisi itu real dan akan jadi tren global walaupun negara berkembang belakangan. Prediksi kasar saya, peak production atau export demand itu 5 tahun ke depan. Setelah itu negara berkembang akan ikut transisi ke renewable setelah harganya juga semakin murah," tuturnya.
Kejar Target EBT 35% di 2025, PLN Dapat Pasokan Biomassa Pengganti Batu Bara
Sebelumnya, PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) menjaga stabilitas pasokan biomassa sebagai substitusi bahan bakar batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal ini merupakan upaya dalam membantu pemerintah dalam meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025
Direktur Utama PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) Iwan Agung Firstantara mengatakan, dalam menjaga stabilitas pasokan biomassa PLN EPI telah menggandeng sejumlah mitra, yang tersebut adalah PT Maharaksa Biru Energi Tbk (MBE).
Hal tersebut telah diwujudkan dalam penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pengembangan dan pengelolaan Biomassa Socio Tropical Agriculture-waste Biomassa (STAB) sebagai substitusi bahan bakar batu bara pada PLTU PLN.
“PLN EPI sebagai subholding dari PLN Group terus berupaya mengejar target bauran EBT itu, dan salah satu alternatifnya adalah dari sisi Biomassa,” kata Iwan, di Jakarta, Senin (11/12/2023).
Ruang lingkup kerjasama dalam nota kesepahaman ini adalah pengembangan ekosistem, bisnis, teknologi, pengelolaan, pemasaran dan pemanfaatan biomassa/bioenergy dalam bentuk wood pellet, woodchip atau sawdust, dengan mengoptimalkan residu pertanian, perkebunan, kehutanan, produk samping perkebunan kelapa sawit dan area pengelolaan lain yang berbasis pemberdayaan dan/atau keterlibatan masyarakat.
Menurut Iwan, kerja sama ini sejalan dengan upaya nasional dalam meningkatkan bauran EBT sebesar 23 persen di tahun 2025, serta mengejar target Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2030 dan Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060.
Iwan melanjutkan, nantinya MBE akan menyediakan pasokan biomassa untuk seluruh PLTU milik PLN Grup. Biomassa yang khususnya berasal dari sawdust dan limbah pertanian ini akan menambah bauran energi PLN.
Advertisement
Bauran EBT
Iwan mengungkapkan, biomassa merupakan salah satu sektor vital yang berperan besar dalam meningkatkan bauran EBT di Indonesia. Sektor ini pun diharapkan mampu menyumbang akselerasinya sebesar 3,6 persen dari total target bauran EBT 23 persen di tahun 2025.
”Untuk itu kami sangat konsen dalam akselerasi Biomassa STAB ini. Kami terus berinovasi serta menjalin kerja sama dengan para stake holder. Hari ini kita bersyukur di gelaran COP 28, yang merupakan konferensi global dalam pencegahan perubahan iklim dunia kita berhasil menjajaki kerja sama pemanfaatan Biomassa dengan PT Maharaksa Biru Energi Tbk,” lanjut Iwan.
Lewat kerja sama semacam ini, Iwan optimis bauran EBT dari sektor Biomassa akan lebih terakselerasi secara signifikan. Pasalnya, sejalan dengan komitmen Pemerintah dalam mengejar target Co-Firing pada tahun 2025, diproyeksi kebutuhan Biomassa dari PLN akan meningkat tajam sebesar 10,2 juta ton atau sebesar 300 persen guna menyediakan energi bersih sebesar 12,7 Terawatt hour (TWh).
”Oleh karena itu, PLN EPI terus mencari sumber-sumber biomassa lainnya, terutama yang bersumber dari potensi sumber daya setempat,” ujar Iwan.