Liputan6.com, Jakarta - Huayou Indonesia mencermati kesiapan Indonesia dalam menyambut tren kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di masa depan. Indonesia sendiri digadang-gadang bakal menjadi salah satu pemain terdepan di industri itu, khususnya dalam rantai pasok baterai EV.
Deputy Director of External Affairs Huayou Indonesia Stevanus menilai, setiap negara pastinya punya kesiapan berbeda-beda dalam menghadapi itu. Pasalnya kecepatan awal saat memulai pemasaran motor/mobil listrik pasti berbeda.
Baca Juga
"Supaya EV bisa ter-widespread dengan baik, itu juga butuh dukungan dari pemerintah untuk penyediaan infrastruktur awal," ujar Stevanus dalam sesi media gathering bersama Huayou Indonesia di Jakarta, dikutip Sabtu (13/1/2024).
Ia lantas menyoroti ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di daerah, hingga kesiapan PT PLN (Persero) untuk urusan penyediaan kebutuhan listrik
Advertisement
"Itu kan butuh campur tangan dari pemerintah untuk penyediaan infrastruktur dasar," pinta dia.
Indonesia Bisa Belajar ke China
Menurut dia, Indonesia bisa belajar ke China yang mampu membangun pasar pemakaian EV dalam waktu relatif singkat.
"Termasuk China sekarang, kita bicara China sudah banyak ev bener. Tapi beberapa tahun yang lalu, mereka juga deal with the same problem with us, dimana nge-charge ini barang susah," ungkapnya.
"Tapi sekarang tempat charge-nya udah mulai banyak. Terus EV bukan hanya di kota-kota besar, udah mulai masuk ke kota-kota kecil," kata Stevanus.
Oleh karenanya, ia menganggap kesiapan infrastruktur jadi aspek pertama yang wajib diperhatikan pemerintah. Tak melulu harus mengandalkan APBN, ia menyebut pemerintah juga bisa membangun kemitraan dengan investor.
"Kita sebagai industri juga membangun market, menyediakan resource yang dibutuhkan, bahan baku segala macam. Maka kolaborasi antara pemerintah dan dunia industri secara solid itu penting," tuturnya.
Â
Penjualan Kendaraan Listrik Global Diramal Tumbuh 30% di 2024, Melambat Dibanding 2023
Sebelumnya, penjualan global kendaraan listrik dan kendaraan hibrida plug-in (PHEV) tumbuh 31 persen pada tahun 2023. Namun, angka tersebut merupakan penurunan dari pertumbuhan 60 persen pada tahun 2022, menurut firma riset pasar Rho Motion.
"Laju pertumbuhan melambat, tapi itulah yang diharapkan di pasar berkembang seperti ini," kata manajer data Rho Motion Charles Lester,dikutip dari Market Screener, Jumat (12/1/2024).
"Anda tidak bisa menggandakannya setiap tahun," ujarnya.
Lester mengatakan, penjualan kendaraan listrik global tahun lalu sebagian besar sejalan dengan pertumbuhan 30 persen yang diperkirakan Rho Motion.
Sementara untuk tahun 2024, perusahaan memperkirakan pertumbuhan penjualan kendaraan listrik global antara 25 persen dan 30 persen.
Rho Motion mencatat, penjualan pada bulan Desember mencapai rekor bulanan sebesar 1,5 juta unit.
Kendaraan listrik penuh atau kendaraan listrik baterai (BEV) menyumbang 9,5 juta dari 13,6 juta kendaraan listrik yang terjual di seluruh dunia pada tahun 2023, dan PHEV menyumbang sisanya.
Â
Advertisement
Keputusan Jerman
Setelah bertahun-tahun mengalami percepatan pertumbuhan, beberapa produsen mobil khawatir penjualan mobil listrik di Eropa dan negara lain akan melambat karena para pengemudi menunggu model yang lebih baik, lebih kecil, dan lebih murah dalam waktu dua hingga tiga tahun ke depan.
Penjualan BEV melonjak 50 persen di AS dan Kanada, serta tumbuh masing-masing 27 persen dan 15 persen di Eropa dan China.
Lester mengungkapkan, penjualan EV di Eropa pada tahun 2024 dapat dipengaruhi oleh keputusan mendadak Jerman tahun lalu untuk menghapuskan subsidi kendaraan listrik.
Rho Motion mengatakan hanya 8 persen dari penjualan BEV Eropa berada di segmen mobil kecil, meskipun hal ini akan mulai berubah dengan hadirnya model EV yang lebih kecil seperti Citroen eC3 dari Stellantis yang akan mulai dijual tahun ini.Â