Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menilai besaran tarif pajak hiburan termasuk untuk usaha spa di Pulau Dewata idealnya 15 persen agar tidak berbeda jauh dengan pajak hotel dan restoran yang 10 persen.
“Perbedaan itu jangan terlalu ekstrem, pajak hotel dan restoran itu 10 persen, sedangkan spa itu 40 persen. Kalau melihat rasionya itu 15 persen (pajak spa) sudah ideal,” kata Ketua PHRI Bali Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati dikutip dari Antara, Selasa (16/1/2024).
Ia menilai besaran tarif pajak itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) sehingga pemerintah daerah tidak dapat melakukan intervensi.
Untuk itu, upaya peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait besaran pajak spa dan klasifikasinya ke jasa hiburan, diharapkan merevisi besaran tarif pajak usaha spa.
Advertisement
“Kalau kabupaten/kota tidak menindaklanjuti (aturan turunan UU) nanti menjadi temuan juga. Kami sadari kesulitan bupati, kepala daerah, mereka tidak bisa berbuat apa,” ucap Wakil Gubernur Bali periode 2018-2023 itu.
Pengusaha Spa
Dia menjelaskan pengusaha spa yang tergabung dalam Bali Spa dan Wellness Association (BSWA) yang bernaung di bawah PHRI Bali mengajukan peninjauan kembali atau judicial review UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) terkait tarif dan klasifikasi usaha spa.
Dalam UU itu, spa dikategorikan masuk jasa hiburan sehingga tarif pajaknya naik menjadi minimal 40 persen dan maksimal 75 persen.
UU itu menjadi acuan pemerintah kabupaten/kota untuk ikut menaikkan pajak spa menjadi 40 persen dari sebelumnya 15 persen, seperti yang berlaku mulai 1 Januari 2024 di Kabupaten Badung.
Sedangkan pajak makan dan minuman serta jasa perhotelan besaran tarif pajak mencapai 10 persen.
Perda Sebelumnya
Pada perda sebelumnya yang kini sudah dicabut yakni Perda Badung Nomor 8 tahun 2020 tentang Pajak Hiburan, mengatur besaran tarif pajak spa/mandi uap yang mencapai 15 persen
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengakui sudah mendapatkan keluhan dari pelaku pariwisata khususnya sektor jasa hiburan dan spa.
Ia mengharapkan pelaku usaha tidak khawatir dan gusar karena pihaknya akan mencarikan solusi untuk memastikan kualitas dan keberlanjutan pariwisata.
Apalagi sektor pariwisata, lanjut dia, merupakan sektor utama untuk transformasi ekonomi negara.
“Oleh karena itu seluruh kebijakan termasuk pajak akan disesuaikan agar sektor (pariwisata) ini kuat,” katanya di sela konferensi pariwisata Asia Pasifik di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/1).
Advertisement
Pengusaha Spa di Bali Keberatan Dikenakan Pajak Hiburan, Ini Alasannya!
Sebelumnya, Pengenaan pajak hiburan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) sebesar 40-75% mendapat protes dari sejumlah pihak. Pengusaha yang tergabung dalam Bali Spa & Wellness Association (BSWA) yang bernaung di bawah PHRI Bali keberatan atas kenaikan pajak itu.
Ketua PHRI Bali, Cok Ace mengatakan bahwa amanat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) memasukkan usaha mandi uap atau spa sebagai hiburan adalah tidak tepat. Menurutnya, spa yang berkembang di Bali memiliki kekhasan dan telah diakui WTO sebagai usaha di bidang kesehatan.
"Cikal bakal terbentuknya BSWA yang mewadahi pengusaha Spa & Wellness di Pulau Dewata. Terbentuk pada tahun 2002, organisasi ini hadir untuk menepis stigma negatif panti pijat," katanya saat menemui Pj. Gubernur Bali S.M Mahendra Jaya bersama jajaran pengurus BSWA Bali, Senin (15/1/2024).
"Awal terbentuknya, BSWA Bali beranggotakan 13 pengusaha dan terus bertambah dan sekarang telah mencapai 185 anggota. Sejalan dengan penambahan anggota, BSWA terus berupaya meningkatkan kualitas layanan melalui pelatihan SDM sehingga usaha spa di Bali banyak meraih penghargaan,” jelas Cok Ace.
Punya Keunikan Sendiri
Cok Ace menjelaskan bahwa usaha Spa yang bekembang di Pulau Dewata memiliki keunikan karena dalam pengembangannya juga membawa misi penggalian dan pengembangan potensi lokal ‘boreh Bali’.
“Dengan memanfaatkan potensi dan kearifan lokal, Spa kita sangat disukai oleh wisatawan,” jelasnya.
"Sejalan dengan perkembangannya, sektor usaha ini makin banyak menyerap tenaga kerja dan BSWA Bali telah beranggotakan 12 ribu terapis," imbuh Wakil Gubernur Bali 2018-2023 tersebut.
Cok Ace menyebut bahwa saat berkunjung ke Polandia, dirinya memperoleh informasi sebanyak 337 terapis Bali bekerja di negara tersebut. Ia mengatakan, hal itu pertanda bahwa usaha spa menyerap banyak tenaga kerja dan mendongkrak PDRB Bali.
"Pada bagian lain, merujuk definisi WTO yang menyebutkan bahwa spa yang berkembang di Bali linier dengan usaha kesehatan, bukan hiburan. Karena Spa di Bali memang berbeda dengan yang berkembang di luar,” sebutnya.
"Atas dasar itu, kami menyampaikan keberatan kalau usaha spa di Bali dikenakan pajak hiburan 40-75%. BSWA Bali juga telah menempuh upaya mengajukan judicial review atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022," jelas Cok Ace.
Ia mengungkapkan bahwa judicial review telah diajukan 5 Januari dan tercatat telah terdaftar 22 pemohon, termasuk pengusaha dari luar Bali.
Advertisement