Ekonom Indef Beri Tahu Cara agar Indonesia Tak Terdampak Konflik Iran-Israel

Jika Indonesia tergantung dengan pasokan dari negara lain, seperti melakukan impor, maka dampaknya Indonesia akan menjadi lebih rentan.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 20 Apr 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2024, 20:00 WIB
Proyeksi Ekonomi Indonesia 2022
Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menyoroti dampak dari memanasnya konflik Iran-Israel. Namun, ada sejumlah cara yang dinilai bisa dilakukan oleh Indonesia agar mengurangi dampaknya terhadap ekonomi nasional.

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti mencatat Indonesia perlu memperkuat fundamental ekonomi nasional. Misalnya dengan meningkatkan rasio ekspor ke luar negeri dan menghasilkan devisa.

Kemudian, Indonesia juga perlu mengoptimalkan pendapatan dari sektor pariwisatanya. Serta, mengurangi ketergantungan dari negara lain.

"Yang harus dilakukan oleh Indonesia adalah memperkuat fundamental ekonomi dengan meningkatkan ekspor atau devisa negara yang lebih banyak dari sektor-sektor seperti pariwisata kemudian dari sisi pendekatan ekspor dari barang komoditas non migas dan yang satu lagi adalah kita harus mengurangi ketergantungan dari pihak luar," jelas Esther dalam diskusi Indef, Sabtu (20/4/2024).

Dia mencatat, jika Indonesia tergantung dengan pasokan dari negara lain, seperti melakukan impor, maka dampaknya Indonesia akan menjadi lebih rentan. 

"Jadi kalau kita semakin tergantung, maka ada shock sedikit dari global shock variable dari luar itu kita akan lebih rentan," kata dia.

"Tetapi kalau kita ketergantungannya itu makin kecil, maka saya rasa apapun yang terjadi diluar itu tidak ada berdampak perekonomian dalam negeri atau kita bisa meminumalkan dampak dar apa yang terjadi dari global," imbuh Esther.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kurangi Belanja Konsumtif

FOTO: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Diberitakan sebelumnya, Institute for Development of Economoc and Finance (Indef) menyoroti dampak memanasnya konflik Iran dan Israel yang mengerek harga komoditas. Hal ini dikhawatirkan turut membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti mengatakan APBN bisa terbebani dari tingginya harga komoditas. Maka, diperlukam upaya penghematan dari belanja yang menggunakan kas negara.

Esther menilik sejumlah belanja pemerintah perlu diarahkan pada sisi yang produktif alih-alih belanja pada pos yang konsumtif. Dia menyoroti salah satu yang dinilai konsumtif adalah anggaran bagi program makan siang gratis.

"Sehingga yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu yang pertama adalah melakukan melihat lagi berbagai anggaran belanja agar lebih efektif diarahkan ke belanja-belanja yang produktif yang tak hanya konsumstif, seperti makan siang gratis, itu saya rasa belanja yang konsumtif ya," jelas Esther dalam diskusi Indef, Sabtu (20/4/2024).

Dia berharap, belanja produktif yang dilakukan pemerintah mengarah pada munculnya geliat sektor bisnis. Alhasil pergerakan ekonomi nasional bisa tetap terjaga.

"Tetapi lebih baik diarahkan ke belanja yang produktif yang bisa men-generate income atau produktivitas dari sektor bisnis. Kemudian dan berdampak jangka panjang," tegasnya.

"Kalau belanja pemerintah ini bisa diarahkan ke belanja yang lebih produktif saya rasa akan membuat pertumbuhan ekonomi kita lebih sustain, lebih terpantau dalam jangka panjang," sambung Esther.


Defisit APBN

Esther menjelaskan, kenaikan harga minyak dunia akan berpengaruh pada biaya transportasi. Alhasil akan merembet pada kenaikan harga-harga barang lainnya.

"Karena kenaikan harga minyak tinggi maka kalau bicara APBN kan ada yang namanya asumsi makro, indikator makro ekonomi. Nah ini pasti akan berdampak pad aprmvrngkakan biaya-biaya atau anggaran, besaran anggaran yang ada di APBN," urainya.

Dia mencatat, adanya beban itu akan membuat adanya defisit APBN. Besarannya ditaksir sekitar 2-3 persen. Maka, diperlukan upaya untuk mengatur kembali penggunaan anggaran ditengah kondisi geopolitik global ini.

"Nah sehingga karena adanya kenaikan harga minyak ini diprediksi akan ada defisit fiskal sebesar 2-3 persen. Apa yg terjadi? Kalau kita tidak bisa memanage anggaran yang ada di APBN jadi kemungkinan fiscal space kita akan jauh lebih kecil lagi," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya