Rupiah Masih Loyo, Hari Ini di Kisaran 16.244 per Dolar AS

Pada perdagangan hari ini, ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri memproyeksikan rupiah akan bergerak ke kisaran 16.194 per dolar AS sampai dengan 16.268 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 23 Apr 2024, 10:15 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2024, 10:15 WIB
Nilai Tukar Rupiah Menguat Atas Dolar
Pada Selasa (23/4/2024), rupiah turun 7 poin atau 0,04 persen menjadi 16.244 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.237 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Selasa ini. Rupiah masih di bawah 16.000 per dolar AS. Pelemahan ini terjadi jelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang diadakan pada 24-25 April 2024.

Pada Selasa (23/4/2024), rupiah turun 7 poin atau 0,04 persen menjadi 16.244 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.237 per dolar AS.

"Pelaku pasar wait and see terhadap hasil RDG BI untuk memastikan kebijakan suku bunga ke depan," kata ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri dikutip dari Antara. 

Ia memperkirakan BI masih akan tetap mempertahankan BI-Rate sebesar 6 persen pada pengumuman hasil RDG BI pekan ini.

Aliran dana asing yang masih terus keluar dari pasar domestik turut mempengaruhi pelemahan rupiah yang masih bertengger di atas 16.000 per dolar AS.

Dana asing yang keluar dari pasar saham dan obligasi dalam negeri saat ini telah mencapai Rp31,3 triliun.

Selain itu, jika dilihat dari faktor-faktor pergerakan rupiah akhir-akhir ini masih dipengaruhi oleh sentimen eksternal dengan spekulasi bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed masih akan mempertahankan suku bunga tingginya untuk beberapa waktu ke depan.

Pasar memperkirakan The Fed baru akan menurunkan suku bunga paling cepat September 2024.

Pada perdagangan hari ini, Reny memproyeksikan rupiah akan bergerak ke kisaran 16.194 per dolar AS sampai dengan 16.268 per dolar AS.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Rupiah Masih di Atas 16.000 per USD, Ternyata Ini Biang Keroknya

nilai rupiah melemah terhadap dollar
Pegawai memperlihatkan mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup turun 0,22 persen atau 34 poin ke Rp15.616,5 per dolar AS. Hal tersebut terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS 0,16 persen ke 104,41. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS masih di atas Rp 16.000. Berdasarkan data Google Finance, Senin, 22 April 2024 pukul 17.30, Rupiah menyentuh level Rp 16.245 per dolar AS). 

Terkait melemahnya Rupiah terhadap USD, Presiden Direktur Bank BCA, Jahja Setiaatmadja mengatakan faktor utama dari melemahnya Rupiah tak hanya konflik di Timur Tengah, melainkan permintaan Dolar AS yang meningkat pada kuartal I 2024. 

“Demand Dolar AS meningkat pada kuartal I karena persiapan lebaran masa liburan. Banyak masyarakat terbang ke luar negeri, membeli tiket dan berbelanja, mereka butuh Dolar AS,” kata Jahja dalam konferensi pers Kinerja PT Bank Central Asia Tbk Triwulan I 2024, Senin (22/4/2024). 

Adapun menurut Jahja banyaknya dividen payout pada kuartal I 2024 oleh perusahaan besar juga menjadi faktor melemahnya Rupiah. Hal ini disebabkan banyaknya investor asing dari perusahaan besar. 

“Adanya pengurangan investasi di saham dan obligasi oleh asing dan adanya dumping dari asing semua ini butuh Dolar, mau tidak mau exchange rate kita melampaui Rp 16.000,” lanjut Jahja. 

 


Dampak Timur Tengah

FOTO: Akhir Tahun, Nilai Tukar Rupiah Ditutup Menguat
Karyawan menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Jahja menambahkan adanya eskalasi konflik di Timur Tengah dampaknya sementara. Hal ini ia lihat dari harga emas yang sempat melonjak ketika terjadi konflik dan sudah mulai kembali terkoreksi. Hal ini menurut Jahja pergerakan harga emas dipengaruhi banyak faktor.

Terkait penurunan suku bunga The Fed, Jahja menuturkan Amerika Serikat memiliki beberapa skenario. Awalnya suku bunga The Fed diprediksi turun pada Mei, tetapi prediksi tersebut bergeser menjadi Juni.

“Terakhir yang saya dengar The Fed melihat ekonomi AS cukup baik hanya inflasi yang belum mencapai target. Mungkin akan menunggu hingga Desember atau lebih ekstrem tahun depan menurunkan suku bunga, ini yg perlu kita amati,” pungkasnya.  

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya