The Fed: Masih Butuh Beberapa Bulan Sebelum Pangkas Suku Bunga AS

Gubernur Federal Reserve (The Fed), Christopher Waller membagikan pandangan soal suku bunga dalam pidato di hadapan Peterson Institute for International Economics di Washington.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 23 Mei 2024, 12:00 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2024, 12:00 WIB
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Gubernur Federal Reserve (The Fed), Christopher Waller mulai memberi sinyal penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat sudah di depan mata. (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Federal Reserve (The Fed), Christopher Waller mulai memberi sinyal penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) sudah di depan mata.

Namun, ia masih perlu diyakinkan sebelum mendukung pemangkasan dilakukan dalam waktu dekat.

Dikutip dari CNBC International, Kamis (23/5/2024) Waller mengatakan ia tidak berpikir kenaikan suku bunga lebih lanjut akan diperlukan, melihat data inflasi AS yang menunjukkan kenaikkan harga telah mereda. 

"Para bankir sentral tidak boleh mengatakan tidak, namun data menunjukkan bahwa inflasi tidak meningkat, dan saya percaya bahwa kenaikan lebih lanjut dalam suku bunga kebijakan mungkin tidak diperlukan," kata Waller, yang baru-baru ini bersikap hawkish.

Komentar tersebut disampaikan dalam pidato yang telah disiapkan untuk pidato di hadapan Peterson Institute for International Economics di Washington.

Waller merujuk pada serangkaian data baru-baru ini, mulai dari penjualan ritel AS yang mendatar hingga penurunan sektor manufaktur dan jasa, yang menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga The Fed telah membantu meringankan sebagian permintaan yang berkontribusi pada tingkat inflasi tertinggi dalam lebih dari 40 tahun. 

Meskipun kenaikan upah cukup solid, pasar tenaga kerja AS telah menaikkan upah hingga mencapai tingkat yang konsisten dengan sasaran inflasi 2% yang ditetapkan the Fed, telah menunjukkan tanda-tanda penurunan.

Namun Waller mengatakan dia belum siap untuk mendukung penurunan suku bunga.

"Perekonomian sekarang tampaknya berkembang mendekati apa yang diharapkan oleh Komite"” katanya.

"Namun demikian, dengan tidak adanya pelemahan yang signifikan di pasar tenaga kerja, saya perlu melihat data inflasi yang baik selama beberapa bulan lagi sebelum saya dapat mendukung pelonggaran kebijakan moneter," bebernya.

 

The Fed Tak Pede Soal Inflasi, Rupiah Belum Lepas dari Belenggu 16.000

FOTO: Akhir Tahun, Nilai Tukar Rupiah Ditutup Menguat
Karyawan menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Indeks dolar Amerika Serikat (USD) terpantau menguat pada Selasa, 21 Mei 2024. Akibatnya, rupiah masih belum bisa keluar dari level 16.000 per dolar AS.

"Greenback didukung oleh lebih banyak komentar dari pejabat The Fed bahwa bank sentral masih perlu lebih diyakinkan bahwa inflasi sedang turun, dan bahwa suku bunga kemungkinan tidak akan berubah untuk sementara,” ungkap Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, dalam paparan tertulis, dikutip Selasa (21/5/2024).

Situasi ini membuat risalah pertemuan The Fed pada akhir bulan April, yang dijadwalkan pada hari Rabu, menjadi fokus utama, untuk mendapat gambaran lebih lanjut mengenai sikap bank tersebut terhadap suku bunga.

Sejauh ini, sejumlah pejabat The Fed mengatakan pihaknya belum siap untuk memutuskan bahwa bahwa inflasi AS sedang menuju target bank sentral sebesar 2%.

Data yang dirilis pekan lalu menunjukkan berkurangnya tekanan harga konsumen pada bulan April, dan beberapa di antaranya pada hari Senin menyerukan kelanjutan kebijakan yang hati-hati.

Pada Senin kemarin (20/5), Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan pihaknya akan membutuhkan waktu untuk yakin bahwa inflasi berada pada jalurnya kembali ke tujuannya.

Selain itu, Menurunnya optimisme terhadap Tiongkok juga mempengaruhi pasar, karena para pedagang menunggu untuk melihat bagaimana Beijing akan meluncurkan langkah-langkah stimulus yang baru-baru ini diumumkan.

Rupiah Ditutup Melemah

Rupiah kembali ditutup melemah 20 poin dalam perdagangan Selasa sore (21/5/2024), walaupun sebelumnya sempat melemah 50 poin. Rupiah melemah ke level 15.998 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level 15.978 per dolar AS.

"Sedangkan untuk besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang 15.980 per dolar AS - 16.040 per dolar AS," bebernya.

Neraca Pembayaran Indonesia

Donald Trump Kalah Pilpres AS, Rupiah Menguat
Petugas menghitung uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Senin (9/11/2020). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini Salah satu sentimen pendorong penguatan rupiah kali ini adalah kemenangan Joe Biden atas Donald Trump. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I 2024 tetap terjaga, menurut catatan Bank Indonesia (BI).

"Defisit transaksi berjalan tetap rendah di tengah kondisi perlambatan ekonomi global. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat defisit yang terkendali seiring dampak peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global," Ibrahim menyorotu,

Dengan perkembangan tersebut, Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan I 2024 mencatat defisit USD6,0 miliar dan posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2024 tercatat tetap tinggi sebesar USD140,4 miliar, atau setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Juga pada periode twrsebut, transaksi berjalan mencatat defisit USD2,2 miliar atau 0,6 persen dari PDB, lebih tinggi dibandingkan dengan defisit USD1,1 miliar atau 0,3 persen dari PDB pada triwulan IV 2023.

Bos The Fed Jerome Powell Positif Covid-19, Ekonomi AS Terganggu?

Wall Street
Pedagang bekerja di New York Stock Exchange saat Ketua Federal Reserve Jerome Powell berbicara setelah mengumumkan kenaikan suku bunga di New York, Amerika Serikat, 2 November 2022. (AP Photo/Seth Wenig)

Sebelumnya, Ketua Federal Reserve Jerome Powell dites positif COVID-19 dan mengalami gejala terkait, menurut keterangan dari juru bicara bank sentral Amerika Serikat.

Melansir Associated Press, Sabtu (18/5/2024) Powell dinyatakan positif pada Kamis malam, 16 Mei 2024  waktu setempat. Bos The Fed itu kini melaksanakan tugas dan pekerjaannya dari rumah.

"Mengikuti panduan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, dia menjauhi orang lain dan bekerja di rumah," kata juru bicara The Fed.

Dilaporkan, Powell sempat menjadi salah satu peserta diskusi panel di Amsterdam pada Selasa, 14 Mei 2024 , di mana ia mengatakan bahwa The Fed kemungkinan tidak akan menaikkan suku bunga utama sebagai respons terhadap tanda-tanda inflasi yang AS yang belum menunjukkan penurunan.

Namun, Powell tetap menggarisbawahi pandangannya bahwa kenaikan harga akan segera mereda kembali.

Powell, yang tadinya akan menyampaikan pidato pembukaan secara langsung di Pusat Hukum Universitas Georgetown, kini berencana menyampaikan pidatonya melalui rekaman video, demikian menurut juru bicara The Fed.

Seperti diketahui, ini bukan pertama kalinya pimpinan The Fed dites positif COVID-19.

Powell sebelumnya dinyatakan positif Covid-19 pada Januari 2023, dan menunjukkan gejala ringan, menurut The Fed.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya