Liputan6.com, Jakarta - Pelaku pasar mengantispasi rilis hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) sebelum libur panjang menjadi katalis pergerakan nilai tukar rupiah pada perdagangan Rabu (22/5/2024).
Rupiah menguat 20 poin atau 0,12 persen menjadi 15.979 per dolar AS pada Rabu pagi, 22 Mei 2024, yang sebelumnya berada di posisi 15.999 per dolar AS. Demikian dikutip dari Antara.
Baca Juga
"Pelaku pasar akan mengantisipasi rilis RDG Bank Indonesia yang akan keluar Rabu sebelum libur bersama untuk pasar domestik," tutur analis pasar uang Bank Mandiri Reny Eka Putri kepada ANTARA.
Advertisement
Pada perdagangan Rabu pekan ini, Reny prediksi rupiah bergerak di kisaran 15.970-16.045 per dolar AS. Reny menuturkan, Bank Indonesia (BI) masih akan mempertahankan level suku bunga acuannya atau BI-Rate pada posisi 6,25 persen pada pertemuan Mei ini.
Di sisi eksternal, sentimen yang akan mempengaruhi pergerakan pasar uang meliputi ketidakpastian terkait waktu untuk memangkas suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed).
Pelaku pasar masih berspekulasi The Fed akan memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) September 2024 menjadi 5,25 persen sejalan dengan inflasi yang masih tinggi saat ini sehingga masih perlu tambahan waktu sebelum benar-benar memangkas suku bunga acuan.
Volatilitas rupiah yang terjadi beberapa hari terakhir dipengaruhi oleh pernyataan pejabat The Fed yang berpendapat suku bunga acuan AS masih harus dipertahankan pada level yang tinggi dan apabila ada kesempatan untuk menurunkan Fed Funds Rate, penurunannya cukup satu kali pada 2024.
The Fed Tak Pede Soal Inflasi, Rupiah Belum Lepas dari Belenggu 16.000
Sebelumnya, Indeks dolar Amerika Serikat (USD) terpantau menguat pada Selasa, 21 Mei 2024. Akibatnya, rupiah masih belum bisa keluar dari level 16.000 per dolar AS.
“Greenback didukung oleh lebih banyak komentar dari pejabat The Fed bahwa bank sentral masih perlu lebih diyakinkan bahwa inflasi sedang turun, dan bahwa suku bunga kemungkinan tidak akan berubah untuk sementara,” ungkap Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, dalam paparan tertulis, dikutip Selasa (21/5/2024).
Situasi ini membuat risalah pertemuan The Fed pada akhir bulan April, yang dijadwalkan pada hari Rabu, menjadi fokus utama, untuk mendapat gambaran lebih lanjut mengenai sikap bank tersebut terhadap suku bunga.
Sejauh ini, sejumlah pejabat The Fed mengatakan pihaknya belum siap untuk memutuskan bahwa bahwa inflasi AS sedang menuju target bank sentral sebesar 2%.
Data yang dirilis pekan lalu menunjukkan berkurangnya tekanan harga konsumen pada April, dan beberapa di antaranya pada hari Senin menyerukan kelanjutan kebijakan yang hati-hati.
Pada Senin, 20 Mei 2024, Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan pihaknya akan membutuhkan waktu untuk yakin bahwa inflasi berada pada jalurnya kembali ke tujuannya. Selain itu, Menurunnya optimisme terhadap Tiongkok juga mempengaruhi pasar, karena para pedagang menunggu untuk melihat bagaimana Beijing akan meluncurkan langkah-langkah stimulus yang baru-baru ini diumumkan.
Rupiah Ditutup Melemah
Rupiah kembali ditutup melemah 20 poin dalam perdagangan Selasa sore (21/5/2024), walaupun sebelumnya sempat melemah 50 poin. Rupiah melemah ke level 15.998 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level 15.978 per dolar AS.
“Sedangkan untuk besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang 15.980 per dolar AS - 16.040 per dolar AS,” bebernya.
Advertisement
Neraca Pembayaran Indonesia
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I 2024 tetap terjaga, menurut catatan Bank Indonesia (BI).
“ Defisit transaksi berjalan tetap rendah di tengah kondisi perlambatan ekonomi global. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat defisit yang terkendali seiring dampak peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global,” Ibrahim menyorotu,
Dengan perkembangan tersebut, Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan I 2024 mencatat defisit USD6,0 miliar dan posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2024 tercatat tetap tinggi sebesar USD140,4 miliar, atau setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Juga pada periode twrsebut, transaksi berjalan mencatat defisit USD2,2 miliar atau 0,6 persen dari PDB, lebih tinggi dibandingkan dengan defisit USD1,1 miliar atau 0,3 persen dari PDB pada triwulan IV 2023.