Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Transportasi Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengusulkan, agar Pemerintah segera melakukan revisi Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Usulan tersebut muncul lantaran di Indonesia kerap terjadi kecelakaan lalu lintas yang memakan korban cukup besar, diantaranya angkutan bus umum, dan bus pariwisata.
Baca Juga
Seperti Perempatan Muara Rapak, Balikpapan, Jumat (21/01/2022), Bus Pariwisata Ardiansyah Plat Nomor Kendaraan S 7322 UW di KM 712.400A Tol Surabaya-Mojokerto, Senin (16/5/2022), Bus Pariwisata PO Pandawa di Jalan Raya Payungsari, Dusun Pari, Desa Payungsari, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis, Sabtu, 21 Mei 2024.
Advertisement
Kemudian, yang terbaru kecelakaan Bus Trans Putera Fajar nomor polisi AD 7524 OG di Ciater, Subang, Jawa Barat, Sabtu.
Namun, dari peristiwa tersebut tidak ada kabar kelanjutannya, hanya sopir dijadikan tersangka. Tangan hukum jangan hanya terbatas tegas dengan menindak sopir.
"Demi kepentingan bangsa ini, perlu segera dilakukan revisi UU LLAJ agar pada setiap kecelakaan perlakuannya sama dengan 3 moda transportasi lainnya, yaitu penerbangan, pelayaran, perkeretaapian," kata Djoko dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/5/2024).
Dalam hal ini supaya Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dapat bekerja dilindungi oleh Undang-Undang dan memberikan kemasalahatan bagi keselamatan jalan (road safety) di negara ini.
Dia menuturkan, di semua negara sudah lazim kalau terjadi kecelakaan dilanjutkan dengan investigasi untuk dicari penyebabnya. Mungkin hanya di Indonesia yang hal itu dilarang.
UU LLAJ Tak Kenal Investigasi
"Jangan sampai negara ini rusak oleh ambisi segelintir atau sekelompok orang yang ingin menguasai tertentu dengan mengorbankan kepentingan orang banyak," ujarnya.
Adapun dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) tidak dikenal istilah investigasi, seperti halnya pada 3 Undang-Undang Transportasi yang lain (UU Perkeretaapian, UU Pelayaran dan UU Penerbangan).
"Yang ada adalah tindakan pro justisia untuk mencari tersangka pada suatu kejadian kecelakaan," ujarnya.
Ia menilai UU LLAJ sama sekali tidak mengatur adanya upaya untuk mencegah peristiwa ini terulang kembali melalui proses investigasi kecelakaan transportasi. "Hal ini sering menyulitkan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam melaksanakan investigasi, karena akan berbenturan dengan UU LLAJ. Proses investigasi baru dapat dijalankan setelah proses pro justisia selesai," pungkasnya.
Advertisement
Pengamat Transportasi Soroti Aturan Batas Usia Kendaraan Bus
Sebelumnya, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengungkapkan semua bus pariwisata yang alami kecelakaan lalu lintas adalah bus bekas AKAP/AKDP.
Adapun menurut dia, korban-korban fatal dengan polanya sama, yaitu tidak adanya sabuk keselamatan dan body bus yang keropos, sehingga saat terjadi laka terjadi deformasi yang membuat korban tergencet.
Selain itu, Djoko menuturkan dari sisi pemerintah dalam membuat aturan batas usia kendaraan bus tapi setengah hati sehingga keadaan seperti ini terus terjadi dan tidak bisa dikendalikan.
"Pemerintah membuat aturan batas usia kendaraan bus tapi setengah hati. Bus yang lama tidak di scrapping. Akan tetapi dijual kembali sebagai kendaraan umum, karena masih plat kuning, sehingga bisa di kir tapi tidak memiliki izin,” kata Djoko dalam keterangan tertulis, Minggu (12/5/2024).
Djoko mencontohkan hal ini pada kasus kecelakaan rem blong di Pamijahan (Cianjur) pada 2022. Pada saat itu Dirjen Hubdat dan Kasubdit Angkutan Orang menemukan bus wisata yang parkir di sana mengantar wisatawan ziarah, semuanya plat kuning, kir hidup tapi tidak ada satupun yang terdaftar di SPIONAM alias tidak berizin.
Masalah Pengemudi
Seperti diketahui dalam temuan terbaru, Bus pariwisata berisi pelajar SMK Lingga Kencana Depok yaitu Bus Trans Putra Fajar AD-7524-OG ini tidak terdaftar dan kir nya sudah habis pada 6 Desember 2023.
Masalah Krusial Pengemudi di Indonesia
Adapun Djoko mengatakan, berdasarkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), ada beberapa masalah krusial pada pengemudi di Indonesia.
Pertama, jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia mengalami penurunan, dan ratio dengan jumlah kendaraan yang beroperasi sudah masuk dalam zona berbahaya (danger). Ini jelas sangat beresiko tinggi terhadap keselamatan.
Kedua, kecakapan pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan di jalan di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi yang ada pada bus dan truk, serta kemampuan melakukan pendeteksian dini atas kondisi kendaraan yang mengalami bad condition sangat rendah.
Advertisement
Waktu Kerja
"Hal ini teridentifikasi dari faktor faktor penyebab kecelakaan bus dan truk yang terkait dengan kecakapan pengemudi ternyata tidak ter captured pada mekanisme pengambilan SIM B1/B2 kita serta mekanisme pelatihan Defensive Driving Training (DDT) yang selama ini dijadikan persyaratan wajib Kemenhub untuk memberi ijin,” ujarnya.
Ketiga, waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur dan tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk.
"Tidak ada regulasi yang melindungi mereka, sehingga performance mereka beresiko tinggi terhadap kelelahan dan bisa berujung pada micro sleep,” lanjutnya.
Ketiga, masalah tersebut, menurut Djoko sampai saat ini belum sistem mitigasi yang terstruktur dan sistematis, sehingga ke depan kecelakaan bus dan truk di Indonesia bisa akan terus terjadi, bahkan cenderung akan mengalami peningkatan karena jika tidak ditangani hal ini akan semakin memburuk.