Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Pemilihan Umum atau Ketua KPU Hasyim Asy'ari tengah menjadi sorotan publik. Bukan karena hasil Pemilu yang sudah selesai, melainkan dugaan tindakan asusila yang dilakukan Ketua KPU itu.
Kasus ini bermula dari aduan wanita berinisial CAT kepada DKPP lantaran Hasyim Asy'ari mengutamakan kepentingan pribadi dan memberikan perlakukan khusus kepada pengadu yang bekerja sebagai Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
Selain itu, Hasyim juga diduga telah menggunakan relasi kuasa untuk mendekati dan menjalin hubungan dengan CAT.
Advertisement
Terlepas dari masalah yang tengah menimpa Hasyim Asy'ari, ternyata ada fakta menarik bahwa gaji Ketua KPU ternyata lebih besar dari Presiden. Berikut faktanya:
Gaji Ketua KPU
Rincian gaji ketua dan anggota KPU mulai dari tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten/kota berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Kedudukan Keuangan Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota:
KPU Pusat
- Gaji Ketua KPU Rp 43.110.000
- Gaji Anggota KPU Rp 39.985.000
Gaji Presiden
Perlu diketahui, aturan gaji pokok Kepala Negara tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden serta Bekas Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Beleid itu memuat gaji presiden adalah enam kali gaji pokok tertinggi dari pejabat negara.
Diketahui, gaji pokok pejabat negara didapat pada posisi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Ketua Mahkamah Agung (MA).
Saat ini, gaji para pejabat tersebut adalah Rp 5.040.000 per bulan. Angka ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000.
Dengan begitu, gaji yang didapat oleh Presiden adalah sebesar enam kali Rp 5.040.000 yaitu sebesar Rp 30.240.000 per bulan.
Total Penghasilan
Perlu menjadi catatan, kedua data di atas adalah hanya perbandingan tentang gaji yang diterima. Semuanya belum memasukkan besaran tunjangan dari masing-masing jabatan.
Siapa Ketua KPU yang Dipecat?
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Hasyim Asy'ari menjadi satu-satunya teradu dalam kasus asusila berdasarkan laporan dari anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda yang berinisial CAT.
Berdasarkan sejumlah fakta yang ada, kasus Hasyim Asy'ari ini kemudian diproses dan mengikuti persidangan secara daring, oleh seluruh anggota Majelis Hakim Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Majelis Hakim DKPP dalam putusan resminya, memutuskan untuk mengabulkan permohonan pengadu.
DKPP menilai tindakan yang dilakukan oleh Hasyim terhadap pelapor sangat tidak pantas, di mana berada di luar batas kewajaran hubungan antara seorang atasan dan bawahannya. Atas kasus Hasyim Asy'ari, DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Hasyim dari jabatannya sebagai Ketua sekaligus Anggota KPU, terhitung sejak putusan tersebut dibacakan.Â
Majelis juga memandang bahwa Hasyim telah melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), dengan memberikan fasilitas khusus kepada pengadu untuk kepentingan pribadi, termasuk melakukan eksploitasi seksual terhadap pengadu saat bimbingan teknis PPLN Den Haag di Belanda pada 3 Oktober 2023.
Advertisement
Apa Kasus Ketua KPU RI?
Pada 3 Oktober 2023, Hasyim Asy'ari melakukan kunjungan kerja ke Belanda untuk melaksanakan bimbingan teknis dan menginap di sebuah hotel. Selama kunjungan tersebut, terjadi perbuatan asusila yang diadukan oleh seorang wanita berinisial CAT.
Setelah kembali dari Belanda, komunikasi antara Hasyim dan CAT masih terus berlanjut. Bahkan, CAT sempat meminta bantuan kepada Hasyim untuk membeli sebuah apartemen di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Pada bulan November 2023, Hasyim memberikan sebuah monitor seharga Rp 5 juta kepada CAT, menggunakan uang pribadinya. Selain itu, Hasyim juga memberikan apartemen di Kuningan kepada CAT. Namun, setelah kejadian di Belanda, CAT meminta Hasyim untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada 3 Oktober tersebut.
Hasyim tidak menyanggupi permintaan tersebut. Sebagai hasil dari konflik ini, sebuah surat pernyataan dibuat pada Januari 2024 antara Hasyim dan CAT. Hasyim mengakui adanya surat pernyataan tersebut namun membantah tuduhan asusila yang diajukan oleh CAT.
Pada 4 Februari 2024, puncak dari konflik ini terjadi ketika CAT memutuskan untuk mundur sebagai Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Den Haag akibat konflik pribadi dengan Hasyim. Namun, pengunduran diri ini dibantah oleh Hasyim dan Ketua PPLN Den Haag dengan alasan bahwa CAT tidak pernah mengajukan surat pengunduran diri secara resmi.