Liputan6.com, Jakarta - Presiden Terpilih Prabowo Subianto berencana menghadirkan program minum susu gratis sebagai pelengkap makan bergizi gratis. Sumber pemasoknya digadang didapat dari industri lokal.
Menanggapi rencana itu, Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman membeberkan kemungkinannya. Menurutnya, pasokan dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan program tersebut.
Baca Juga
"Sementara menurut saya mau tidak mau (harus impor), sambil benahin di hulu-nya," ucap Adhi, ditemui di Jakarta, Senin (22/7/2024).
Advertisement
Dia mengatakan, saat ini produksi susu dalam negeri telah sepenuhnya diserap untuk kebutuhan konsumsi nasional. Bahkan, dia mencatat hal itu masih kurang karena sekitar 80 persen kebutuhan masih dipasok dari impor.
Adhi turut menilai, rencana impor sapi perah ke Indonesia jadi satu langkah yang sulit. Pasalnya, hanya ada beberapa wilayah di Indonesia yang cocok sebagai sentra produksi susu.
"Sekarang produksi lokal sudah 100 persen diserap, tapi masih kurang, makanya ada program katanya mau menambah sapi tapi kan tidak mudah. Karena Indonesia itu termasuk negara tropis yang tidak punya lapangan yang luas," ucapnya.
Atas kendala lokasi dan cuaca tadi, dia menilai produksi susu di Indonesia kalah jauh dari negara lain. Sebut saja ada Australia dan Eropa yang tiap peternakan sapi perah mampu menghasilkan hingga 50 liter susu per hari.
"Kalau di Australia di Eropa itu produktivitasnya per hari itu bisa 40-50 liter, di sini rata-rata peternak itu sekitar 12-15 liter, perusahaan-perusahaan yang sudah cukup besar kayak Greefields dan sebagainya bisa sekitar 20-25 liter, gak ada yang 30 liter, masih mendingan lah," paparnya.
"Tapi sebagian besar peternak kita adalah peternak rakyat yang produktivitasnya rendah karena memang cuaca yang tidak cocok dan lain sebagainya," sambung Adhi.
Inovasi Pakan
Belum lagi, kata dia, soal inovasi oakan ternak guna menunjang produktivitas hasil sapi perah. Dia melihat contoh di China dengan 4 musim yang mampu menjaga produksi susu nya sepanjang tahun.
Kendati begitu, skema itu kembali lagi belum cocok dijalankan di Indonesia. Utamanya terkait dengan lahan yang dibutuhkan sebagai penunjang.
"Kita harus punya lahan luas, harus punya inovasi di pakan, harus punya bibit unggul sapi perahnya dan lain sebagainya, manajemen ternaknya, tidak mudah," kata dia.
"Tidak semudah yang dikatakan 'saya mau nambah 1 juta peternak atau 1 juta sapi', mau siapa yang ngelola, siapa yang, mau taruh dimana dan sebagainya. Belum cuaca yang tidak menunjang," tegas Adhi.
Dia mencatat, ada beberapa lokasi seperti di Padang, Sumatera Barat dan Pangalengan, Jawa Barat, serta Pujon, Jawa Timur. Namun, titik-titik itu masih terbatas.
"Itu cukup bagus karena memang cuacanya mendukung disana, mungkin dingin, punya lahan yang cukup, tapi terbatas gak bisa luas. Disini kan di Pangalengan lumayan, di Pujon di Jawa Timur itu bagus, tapi tidak semua daerah bisa," jelasnya.
Advertisement
Gapmmi Dilibatkan?
Sementara itu, Adhi mengakui beberapa perusahaan anggota GAPMMI ada yang diajak untuk melakukan impor sapi perah. Namun, dia menilai masih banyak aspek yang jadi pertimbangan untuk merealisasikannya.
"Ya beberapa produsen anggota GAPMMI diminta untuk mendukung program pengadaan sapi, tapi memang banyak hal yang harus dipersiapkan, tidak bisa serta merta seperti itu," ujarnya.
"Pengadaan sapi bekerja sama dengan peternak, itu kan banyak yang harus dibahas," pungkas Adhi.