Jadi Anggota OECD, Ekonom Soroti Tata Kelola Pemerintahan RI

Direktur Eksekutif INFID, Iwan Misthohizzaman mengatakan tata kelola pemerintahan sudah sepatutnya menjadi perhatian serius.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 23 Jul 2024, 19:15 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2024, 19:15 WIB
FOTO: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia NGO Forum on International Development (INFID) mencatat aspek tata kelola atau governance menjadi prasayarat yang disoroti oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Saat ini tata kelola pemerintahan Indonesia dipandang sudah mengalami perbaikan, meski diakui masih menjadi pekerjaan rumah (PR).

Direktur Eksekutif INFID, Iwan Misthohizzaman mengatakan tata kelola pemerintahan sudah sepatutnya menjadi perhatian serius. Bahkan tanpa ada upaya untuk bergabung ke OECD sekalipun.

"Tentu tata kelola pemerintahan yang baik itu menjadi prasyarat, tanpa OECD pun itu seharusnya jadi kewajiban kita. Tanpa tujuan mengaksesi OECD, memiliki tata kelola pemerintahan yang baik itu harus dilakukan," ungkap Iwan, ditemui di Jakarta, Selasa (23/7/2024).

Dia menjelaskan, dengan praktik tata kelola pemerintahan yang baik, maka secara otomatis syarat-syarat OECD akan terpenuhi. Alhasil, tidak perlu ada upaya tersendiri untuk memenuhi syarat yang diminta.

Tata Kelola

Iwan memegaskan, pemerintah seharusnya menjalankan praktik tata kelola yang baik dengan tujuan kesejahteraan masyarakat. Dengan begitu, OECD pun akan mengakui keberhasilannya.

"Nah tata kelola pemerintahan ini kita bisa lihat ada progres misalnya rekrutmen pegawai yang sudah online sudah semakin sedikit potensi katakanlah suap menyuap titip menitip ya ada surat-surat, itu kan sudah menurun," urainya.

Meski begitu, Iwan mencatat masih ada beberapa permasalahan yang dihadapi. Misalnya di sektor pendidikan mengenai peningkatan kualitas dan literasi masyarakat.

"Karena tingkat literasi warga Indoneisa kan jadi satu PR sendiri. Apakah itu dirangkum dalam kemampuan ekonomi? Ya jelas dong. Kalau kita gak cukup pandai membaca, tumbuh dengan nalar yang baik yang sehat sehingga punya kemampuan analisa ya kita jadi kelasnya medioker. Jadi lulusan vokasi semua," paparnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Serapan Tenaga Vokasi

Direktur Eksekutif INFID, Iwan Misthohizzaman
Direktur Eksekutif INFID, Iwan Misthohizzaman

Meski tenaga lulusan vokasi masih dibutuhkan, Iwan menilai perlu ada diversifikasi. Apalagi melihat orientasi lulusan vokasi yang dinilai sebatas menjadi pekerja dan bukan manajemen penentu kebijakan di suatu perusahaan.

"Nah ini yang dalam pikiran saya kebijakan pemerintah yang terlalu mendorong kepada vokasi itu menurunkan potensi generasi muda yang bisa menjadi (level) manajer ke atas. Karena jadi pekerja, lulusan sekolah vokasi kemna? Ya betulin ini kan tidak mengambil kebijakan," urainya.

"Nah ini yang harus kita pikirkan, bahwa negara untuk jangka panjang harusnya melihat jauh kedepan termasuk di sektor pendidikan. Nah tata kelola pemerintaham ini satu PR," sambung Iwan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya